Kamis, 01 Desember 2011

keep smiling,,,


Beberapa bulan ini saya mengalami kepenatan mental luar biasa. Banyak hal yang membuatnya begitu, diantaranya adalah masa lalu. Suka atau tidak, dalam diri ini masih saja menggendong masa lalu untuk dibawa ke masa kini. Hasilnya,,,muram dan lelah luar biasa sehingga menimbulkan semacam kesalah pahaman terhadap diri dan seseorang yang bernama Pinkan (I'm sorry Pinkan,,). Masa lalu yang mengejawantah pada harapan ternyata tidak saja menjadi beban diri sendiri, saya tahu si Pinkan juga merasakan hal yang sama. Kadang terlambat buat menyadari kalau diri sendiri terlalu lama dalam kepompong hanya untuk menanti cahaya mentari , namun itu butuh keberanian, butuh keberanian untuk melepas masa lalu, butuh keberanian untuk membuang beban.

Dan ketakutan itu mencapai puncaknya kemarin, entah ada semacam rasa bersalah saat harapan buat diri sendiri dan juga orang lain tiba-tiba menjadi hampa. Saya harus berkata patah patah hanya untuk mengatakan maaf buat seseorang. Bagaimana tidak, ketika seluruh hidup dia dan keluarganya tiba-tiba menjadi serpihan yang menyublim ke udara. Jujur saya hampir manangis dibuatnya. Ada gurat kecewa dari sahabat saya, namun berusaha ditahan dengan senyuman dan berkata, mungkin ini bukan jalan terbaik saya (mendengarnya saja saya trenyuh , namun ada rona ikhlas dan itu melegakan setidaknya buat sementara). Beban masa lalu seolah terlepas begitu saja saat sahabat saya berkata, saya ikhlas.

Kehidupan memang mirip cuaca begitu saya menyebutnya, kadang cerah lain hari mendung. Kadang ketakutan akan datangnya cuaca buruk hanya ada dalam pikiran dan begitu itu terjadi ada kelegaan (aneh kan,,) dan membiarkannya terjadi. Saya terlalu lama tidak membuka akun Facebook , sekali dibuka banyak pesan yang mampir untuk ucapkan berita duka, mantan guru SMU telah berpulang. Hmmm,,,sengatan kepedihan memang sempat mampir, namun berganti rasa ikhlas. Bukankah kematian sebuah isyarat kalau Tuhan menyayangi manusia?
Saya juga menemukan foto sahabat saya dengan seseorang tengah tersenyum, saya hanya menduga-duga apa sahabat saya telah menemukan tambatan hatinya. Saya merasa ikut bahagia karena kalau memang benar, masa lalunya telah terlipat dengan lembaran hidup yang benar-benar baru. Entah kenapa saya ikut lega.

Kehidupan yang saya alami beberapa hari ini memang begitu paradoks, kemarin si Pinkan bilang saya terlalu murung, hari ini saya benar-benar lega, karena sahabat yang pernah saya kenal begitu ikhlas menjalani hidup, nampak dari wajah-wajah yang tersenyum. Saya bayangkan alangkah indah kalau semua orang di dunia setiap hari senantiasa ikhlas dan tersenyum apapun rona hidupnya. Dapat kesedihan senyum, dapat rejeki senyum, dapat hinaan senyum, apalagi dapat pujian. Saya jadi teringat penggalan tulisan Gede Prama : Tempat ibadah sejati kita adalah kehidupan keseharian kita (Our True Temple is Our daily Life),,,dan itu bisa terjadi saat kita ikhlas menjalaninya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar