Rabu, 23 Oktober 2019

Secangkir kopi pahit (Gurpan series)

Gurpan Series 
(secangkir kopi pahit) 

Tanpa ba bi bu,  saya ketemu sohib yang lama tak jumpa.  Broedin van klompen,  dan mengajak ngopi di warung kecil milik istrinya mbak Sari (aslinya bernama saripah,  berhubung jualan di kota besar seperti Surabaya,  butuh image, jadilah dipanggil Sari). Aneh diluar kebiasaan dia suguhkan saya kopi tanpa gula,  biasanya wedang jahe kesukaan kita berdua. " kok beda dien apa ganti kebiasaan, penyuka kopi ente".

"Bukan mas bro (dia niru Gurpan panggil saya bro,,,,, broken wing) dibalik kepahitan kopi ternyata ane temukan cerita panjang". Maksudnya dien?. "Tak selamanya kepahitan adalah pahit adanya,  ia hanya sebuah tanda jika manisnya hidup tak harus selalu bermakna gula". Saya mengangguk2 setengah ga ngerti.  
"Kemarin waktu toron, pulkam ane sowan ke yai waktu nyantri dulu,  beliau menyambut dengan gembira dan disuguhi kopi pahit". Terus? 

"Yai bilang seperti itu, Lah ane bingung mas bro,  maksutnya apa. Ehhh di akhir ane pamitan,  beliau bilang,  ente kalau ga ngerti nanya aja sama mas bro,  lah ane kaget ternyata pean kenal yai.  Aku gak kenal yaimu dien?. 
Broedin ganti kaget :"makanya ane cari pean terus tak suguhi kopi pahit,  pengen tahu apa yang dibilang yai mas bro". Lah ganti saya yang bingung,  tapi untuk menjaga marwah saya di depan broedin van klompen,  sebisa mungkin harus dijawab. 

"Gini dien,  kalau ente main bola,  dan sudah berusaha semaksimal mungkin,  pas detik terakhir injury time, kesebelasanmu kebobolan satu gol,  kamu merasa kalah ga? "
" kalau secara permainan kalah,  tapi dari upaya,  ane ga kalah mas bro". 
"Nah mungkin itu yang ingin di bilang yai,  tak selamanya kehidupan kita yang sepahit kopi suguhanmu, adalah pahit beneran,  siapa tahu itu sebuah cara menyadarkan kita tentang makna kenisbian,  menjaga kita untuk tidak terlalu fanatik pada hal yang semu,  dan terlalu terlenakan sehingga melupakan kewajiban2 kita pada kehidupan termasuk salah satunya berpegang teguh pada tali kehidupan Nya. 

Tiba2 klunting,  ada wa masuk di hape nya,  broedin tampak kaget.  Kenapa dien?  Wa dari yai,  beliau membenarkan apa yang pean bilang. Ganti saya yang kaget,  siapa nama yaimu dien.  Broedin menyebut sebuah nama yang agak asing buat saya.  Apa nama sebutan yai ente disana?   Banyak yang bilang seh beliau sering disebut Gurpan.  Ganti saya yang kaget dan mendadak badan jadi lemas semua.  Kenapa mas bro kok jadi lemes gitu? 
Gapopo dien gapopo,,,,,, (tiba2 saya jadi kangen gurpan setelah sekian lama ga bertemu) 😭😭
#Gurpan


Sabtu, 05 Oktober 2019

Racun

Apapun yang melebihi dari semestinya adalah racun.  Bisa saja ia sebentuk kekuasaan,  kekayaan,  lapar, ego, ketamakan, kemalasan, Cinta, ambisi, kebancian atau apapun jua

Ekses sosmed

Selamat pagi
Tugas terberat manusia adalah menjaga silaturahmi,  karena semua kasus pertikaian di dunia ini abai menjaga silaturahmi, kepentinganmya yang beda.  Berangkat dari sini,  muncul media sosial,  sebuah fenomena untuk mengurangi gap,  secara sosial dan hirarki (begitu tujuan awal munculnya sosmed). Tapi sebagaimana bertetangga dalam realita hidup tak selalu dalam jalan yang harmoni, begitu juga sosmed, yang gak lucu efek ketidak harmonisan malah lebih tajam. 

Sosmed bahkan menjadi pelampiasan perundungan yang tidak kalah tajam di dunia nyata.  Dunia Maya menjadikan pikiran lebih kreatif bahkan dalam sisi gelapnya. Jika di dunia nyata remaja berkawan dengan remaja,  orang tua bersahabat sengan orang tua,  dunia Maya menembus batas itu,  tatanan sosial menjadi abu abu. Banyak kasus2 pelecehan seksual akibat batas2 sosial yang hilang, kebanyakan korbannya adalah remaja yang belum matang. 

Sosial media juga ajang yang ampuh untuk menjadi tempat ngerumpi,  bahkan rentan dengan ghibah dan fitnah, framing dengan menggiring opini untuk kepentingan sesaat. Atau juga  sebuah tempat unjuk aktualisasi secara instan, istilah selfie menunjukkan gejala ini. Namun tidak semuanya kandungan sosmed berisi hal yang bersifat narsis.  Beberapa grup yang saya ikuti malah bagus untuk menyambung silaturahmi, mulai dari pekerjaan hingga teman sekolah,  bahkan keluarga yang jarang ketemu setahun sekali karena perbedaan geografi yang jauh

Saya hanya ingin mengungkapkan kekuatiran ekses negatif sosmed,  karena dunia maya tidak semuanya bersifat real,  kebanyakan semu.  Bahaya jika anak kita mengira antara dumay dan realita sehari hari adalah sama.  Hari ini hubungan antara sesama dalam tataran sosial sosial media kita. masih bersifat jasmani belum sampai pada tataran ukhrowi. Kelak jika kita masih memiliki waktu,  akan ada sebuah generasi yang akan melibatkan sosmed untuk menyambung benar2 silaturahmi secara utuh,  gejalanya sudah ada walau masih marjinal. 
#semoga