Selasa, 21 Mei 2013

indonesia, yogya dan saya


Kota ini bukan hal asing  karena ada darah yogya yang mengalir dalam diri, bukan karena itu akhirnya menjadi sentimentil, setelah sekian lama gak menyambanginya saya menjadi gagap secara budaya. Bayangan waktu kecil, kota yogya terutama sekitar kota gede, yang konon pusat kerajaan mataram dulu, saat ini berbalik seperti ujung barat dan timur. Dulu jalan-jalan kota yogya begitu ramaidengan bel sepeda, andong, lalu lalang orangnya khas memakai lurik pakaian seperti beskap menjadi keseharian, udara pagi selalu berkabut membuat kenangan saya tentang kota ini begitu indah. Kebetulan pakdhe-pakdhe saya dulu adalah pengrajin perak di daerah kota gede, sehingga saya ingat betul setiap pagi denting menempa bahan-bahan perak pernah jadi tontonan yang mengasyikkan dulu.

Yogya pernah menjadi miniatur indonesia, wajah yogya menjadi halaman muka dari sebuah negeri bernama Indonesia dulu. Secara tidak langsung indonesia yaa,,, yogya sehingga dalam sejarah kota ini pernah menjadi urat nadinya. Hari ini saat saya kembali ke kota ini saya kagum luar biasa, daya tariknya sebagai pusat kebudayaan jawa telah membuat kota ini disinggahi banyak orang. Dan Malioboro padat luar biasa sampai saya pangling kalau ini masih di Yogya. Beruntung kota ini memiliki tradisi jawa yang luar biasa, beruntung kota ini memiliki kraton dan sultan yang memiliki perhatian terhadap budayanya.  Suka atau tidak suka, Yogya pelan dan pasti,,,dan hari ini sudah, akan ada pengaruh  dari luar yang kelak akan mensintesa menjadi budaya baru dengan tanpa meninggalkan tradisi lamanya.

Hari ini Yogya seperti wanita jawa yang anggun dan cantik, bukan pesolek, sehingga banyak orang yang ingin menjadikannya tujuan singgah dan wisata. Jujur saya bangga melihatnya, seolah memiliki kota ini seutuhnya. Hanya kadang yang agak mengganjal dan agak geli  adalah saat naik trans jogja, berkali-kali saya mendengar anak sekolah selalu berbicara dengan temannya pakai lu gue versi jawa. Saya tahu Yogya adalah kota pelajar yang didatangi dari daerah manapun, namun saat cah yogya mencoba "gaul" dengan lu gue dialek jawa, agak lucu. Saya hanya berharap Yogya tidak berubah menjadi matre seperti kota lain, saya berharap anak-anak yogya tetap bicara medok jawa seperti anak surabaya atau malang selalu misuh saat ketemu temannya. Yogya memang bagian dari indonesia, namun saat ke indonesiaan malah masuk dalam keseharian orang yogya termasuk cara berbahasa, saya malah takut. Takut kehilangan indetitas asli yang luhur, karena bukankah ketika cara bicara berubah, pelan dan pasti cara bersikap pun berubah? mudah-mudahan saya salah,,,,saya kangen dengan logat ora je,,,piye je,,hmmm,,,ora yooo

Rabu, 01 Mei 2013

Broddin van Persie

Saya mengenalnya sebagai jukir di daerah kembang jepun Surabaya, tempat langganan menaruh parkir ditengah keruwetan lalu lintas kembang jepun sebagai old chinese town-nya Surabaya. Kalau dilihat namanya, dia ngakunya orang MA alias Madura Asli keturunan Sampang. Sedangkan van Persie hanya sebuah julukan dari teman-temannya karena pengagum berat stiker MU asal Belanda tsb. Selain jukir, dia punya side job, penyedia rokok, kopi, makanan kecil, jual buah-buahan. yang melayani kantor-kantor di seputaran kembang jepun.  Semua itu dikelola oleh istrinya yang dikaryakan dan di BKO (bawah kendali operasi) si Broddin ini.

Entah kenapa  menyukai sahabat yang satu ini,  pendidikannya tidak tamat SD, hanya tamat pesantren,  namun analisanya mengenai politik, sepakbola atau apa saja, membuat  geleng-geleng kepala, begitu cerdas, sehingga pernah disarankan untuk tampil di TV menggantikan para pengamat yang kadang sok tahu itu, dengan enteng dia bilang kasihan, kalau  tampil di TV para pengamat itu bisa kehilangan kerjaan,,,hehehe. Yang hebat cara dia mereduksi kesedihan hidup dengan joke cerdas; pernah saya protes, buah jeruk yang  dibeli dari dia masam semua, ehhh,,,dia malah bilang : sampeyan baru beli sekilo aja protes mass,,saayyaa tiga keranjang masam semua,,,,hahahaha. Atau pernah seorang pelanggannya marah karena semangka yang dijanjikan manis dan merah ternyata ketahuan putih saat secara tidak sengaja jatuh dari motor. Dengan licinnya sahabat Broddin ngeles : sampeyan jatuh dari motor aja pucat, apalagi semangka.... tidak tahu apakah jadi marah apa tidak si bapak tadi.

Apapun jawaban yang diberikan dia, seperti membalikkan logika berfikir kebanyakan orang yang terlanjur dicekoki dengan dogma hidup modern yang mengagungkan materi. Saya jadi ingat, orang seperti Broddin ini hanya ada saat jaman penuh kekacauan hidup dan logika. Mirip Nasarudin Hoja. Suatu waktu dia ditilang polantas karena kelengkapan motornya tidak ada, seperti sim, stnk, lebih celaka sepeda motor yang dipakai milik tetangganya. tentu saja pak polisi marah besar, sudah ngebut, sim stnk gak ada. Broddin van persie minta maap karena tergesa ke rumah sakit saat mendengar saudaranya kecelakaan.Tentu saja alasan yang tidak bisa diterima sehingga sempat terjadi adu mulut, puncaknya si broddin menggerutu : bapak ini gimana,,, tetangga yang saya pinjami motor saja ga marah,,,bapak  malah marah-marah, kalau mau ditilang, tilang aja tetangga yang punya motor ini,,,,

Lain kali dia pernah marah saat secara tidak sengaja diserempet motor, sampai anak muda yang nyerempet minta-minta maap. Yang bikin bingung anak muda tadi, brodin menghardik si pemuda : kan,,,kamu tau,,saya sudah tanda tangan,,masih kamu tabrak juga. Tanda tangan apa pak? masa kamu gak tau tangan saya sudah diatas mau nyeberang, memang mata kamu ga liat....ohhh maksudnya kasih tanda pake tangan yaa pak,,,jawab si pemuda sambil menahan tawa.

Yang hebat,,,nasionalisme broddin ini mirip TNI, NKRI harga mati, brodiin menyadari hal ini. Celakanya saat disuruh menghafal Pancasila dia cuman hafal sila 1 dan ke 3. Yang pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, hafal diluar kepala, karena menurutnya, setiap orang hidup, perlu memiliki Tuhan   Nah yang ketiga ini broddin lupa-lupa ingat, tapi gini pak, dia bilang sama yang ngetes:  sila ke 3,,, pokoknya,,, Indonesia kompak....hahaha. Sebagai orang MA, kyai yang paling dihormatinya adalah almarhum Gus Dur, selain kyai beliau satu-satunya presiden yang mengajarkan pluralisme, yang mengajarka ke-bhineka-an dalam tindakan nyata (saya kaget juga, broddin ngerti pluralisme). Itulah sebabnya, dinegara yang ga ada presidennya sekarang ini, wajar dan jamak kalau sering terjadi kekacauan (komentar broddin mirip analis dan pengamat di tv) Maksud kamu, sekarang ga ada presidennya Din,,,Iyyaa masss. Terus presidennya siapa donk? Presidennya yaa,, tetep gus Dur , yang sekarang kan cuman penggantinya......(ancrit,,,pinter juga, karena dimatanya,  yang bener-bener dirasakan rakyat kecil seperti dia hanya Gus Dur almarhum).

Dalam kehidupan yang makin lekat dengan keduniawian, Broddin muncul untuk menjadi sosok rakyat kecil yang jadi pembanding, jadi penyeimbang, Cara dia mengobok-obok nalar dan logika berfikir, cara dia mengolok diri sendiri ditengah ketidak berdayaan jadi orang kecil, membuat kagum. Saya paham, banyak sekali orang kecil yang pintar seperti dia di negeri ini, belum waktunya muncul, namun kelak ada saatnya orang2  yang sanggup bertahan dari gempuran dan tekanan susahnya hidup, muncul menjadi teladan di lingkungannya masing-masing. Terakhir saya tanya: Din ente apa kaga pengen kaya? pengen mas,,,terus kalau udah kesampaian, mau diapakan kekayaan itu? saya pengen naik haji dengan orang tua di kampung mas, sukur2 bisa sama istri juga.Saya kaget dan malu, Broddin van Persie punya rencana mulia dalam hidupnya, sedikit demi sedikit hasil kerjanya ditabung dengan harapan bisa bertamu ke rumah Allah. Sedangkan saya? hmmm,,,jauh,,,saya hanya ingin berguru sama dia.