Kamis, 26 Januari 2012

still


"ketika kebahagiaan masuk dari pintu depan , kesedihan telah menunggu di pintu belakang" Gede Prama

Awalnya saya hanya mereka-reka maksud kalimat diatas, karena kebahagiaan dan kepedihan adalah hal yang berbeda, kutub yang tak sama, kenapa harus ada di "rumah" yang sama. Banyak sekali kita mau bahagia tapi "emoh" dengan kesedihan. Banyak yang ingin tertawa dalam kehidupannya namun enggan menerima tangisan. Setelah mengalami naik-turun di universitas kehidupan, baru saya pahami kenapa Gede Prama menulis kalimat diatas. Bahagia-kesedihan seperti dua sisi gambar pada uang logam. Kalau mau bahagia harus siap memeluk kesedihan. Susah awalnya mau memeluk senang dan pedih dengan kemesraan yang sama. Pelan,,,akhirnya dikotomi itu tak berjarak.

Sebuah Joke yang bermakna dalam datang dari Nasarudin Hoja, saat bertanya pada gurunya:"mengapa Tuhan beri saya istri cantik?" karena kamu pintar pilih dia, jawab gurunya."sudah cantik, baik pula"karena kamu pintar pilih dia."Tapi kenapa dia bego?"kalau dia pintar, tidak akan pilih kamu, jawab gurunya kalem. Begitulah hidup, ibarat punya istri cantik, siap-siap untuk dipelototi banyak orang. Punya suami ganteng, siap-siap resiko disenangi wanita lain. Susah kalau hanya mau senang tapi enggan menerima resikonya. Itulah sebabnya dalam filosofi pemahaman agama disebutkan untuk melihat hal yang bersifat fisik, cantik-ganteng, kaya- miskin dalam ranah kenisbian. Kalau tidak, bandul kepedihan akan makin bertambah lebar, dan menyakitkan.

Kelak waktu memberi tahu dan memberi kesadaran kalau semua itu akan baik-baik saja. Saat kita menerima kebahagiaan, waktu memberi tahu kalau semua itu akan segera berlalu. Kala kepedihan menyapa, waktu juga memberi tahu ini tidak akan selamanya. itulah sebabnya, waktu adalah "guru" yang saya hormati. Ia memang akan berlalu dengan cepat, ia memang akan menuakan tubuh ini, namun waktu pula yang membuat jiwa tak akan pernah menua. Kadang saya menjadi paham saat melihat beberapa sahabat yang usianya masih muda namun wajahnya terlihat menua sebaliknya beberapa sahabat yang lain malah sebaliknya.

Kehidupan usia muda memang seperti api yang memerah dan berkobar membesar, banyak keinginan, men-seting frame pikiran dengan kerangka dikotomi baik-buruk, tua-muda, senang-sedih. Wajar kalau itu sebagai proses mendewasa. Hanya, hal itu tidak saja melelahkan namun memedihkan. Yang harus dipahami waktu akan berjalan begitu cepat, sampai tak sadar tubuh ini telah lama menua namun belum sempat berbuat apa-apa dalam kehidupan. Alangkah indah saat usia masih muda namun apinya telah membiru, fokus dengan tujuan hidup. Saya kenal dengan orang seperti itu, dan tidak malu untuk berguru padanya. Karena, demikian sahabat saya yang rendah hati itu bertutur, keindahan kehidupan akan membuka saat menerima senang- sedih, baik-buruk dalam satu genggaman tangan. Saya terpana dengan ucapan seorang baru umur 25 tahun, namun saya mafhum kalau melihat jejak kehidupannya ke belakang. Ia pantas menjadi guru saya.

Sabtu, 21 Januari 2012

esok,,,biar pagi menjaga niscaya


esok,,,
ketika pagi menjaga
hanya satu keinginan
biarkan lewat menemui takdirnya
telah terlampau lama
menyendiri belajar mengeja cinta
satu satu namun tak jua bertemu

entah,,,
siapa yang salah,,, mengapa kosong
selalu nampak cantik di hati hampa
berlari kesana sini yang ditemui hanya sunyi
ahh,,ini pagi yang salah
begitu engkau mulai bergumam
terlampau lelah berkelana dengan topeng
mencari cinta sejati dengan wajah bopeng
melewati gamang dan kecewa
ditelikung benci menyusul lara
saat malam,,,salahkan saja siapa

kalau hari ini harapan hanya kemewahan
sebagus apapun ketulusan, secantik kesederhanaan
tetap saja tawar rasanya
bukankah semua ucapan jadi retorika
mulut yang basi telah terbiasa
padahal hati membenci
salah siapa?
salahkan saja yang mengkhianati hati
ketika janji seperti bunga setaman
hanya dengan sekali kecupan
berubah jadi hujan tangis berkepanjangan
salahkan saja siapa

esok,,,
biar pagi menjaga
niscaya
sebab hanya itu yang dipunya

Jumat, 20 Januari 2012

ada penari


ada penari di benakku
ikuti irama terdengar sendu
saat penari menangis gemulai
kepala tertunduk lunglai
saat penari tertawa bahagia
kepala mendongak dan gembira

ada penari dimataku
bagai sinar bergelayut di bola mata
saat penari histeris menangis
entah kenapa keluar air mata
ketika penari terhuyung dimabuk rindu
mata nanar mencari seteguk madu

ada penari dijiwaku
menghentak kesakitan tak berkesudahan
tubuhku oleng bagai perahu
menahan geram kepada waktu
kenapa tak disudahi saja tarian itu

ada penari di kelokan waktu
terseret aku di pusaran semu
hanya untuk melihat gemulai tubuh lungkrah
menjelma jadi benci dan sumpah serapah
kenapa tak disudahi saja permainan itu

dongeng yang cengeng II


ini hanya kisah
mampir seperti bocah hilang arah
tersesat dalam mimpi tak bisa kembali
salah membaca mantra cinta
menyerah ketulusan di mulut berbusa
sisa luka tercecer sakitnya di jalan-jalan putus asa
rahasia hidup masa depan
meremang tertukar sia sia

ahh,,, ternyata masih saja
menggenggam masa lalu
bukankah itu menyisakan
kutukan pilu
kutukan yang tak bisa hilang sepanjang jaman
merenggut helai demi helai niscaya dan percaya
teronggok menjadi sampah sesal
yang sejatinya enggan hilang
tetap saja saat datang
pasi terkesiap saat kenang
melumuri semua nadi dengan keperihan

kalau bertanya sampai kapan?
bukankah waktu telah menjawab
ketika berjalan ke depan
bila terlihat hanya masa lalu
sama saja melihat hujan
dari sudut gelap kornea
yang tampak hanya bayang kilau air mata

biar saja,,,
kelak selepas itu,
waktu jua yang akan memeluknya
sampai kapan?

Selasa, 17 Januari 2012

suluk palastra



pagi yang senyap seperti membeku sesaat

sehelai daun melayang dalam kenang dan bayang

terakhir menuntaskan perjalanan akhir

menuju keabadian dan pulang

perjalanan dari tak ada menuju tiada

dari meniada pulang ke hampa

dari kosong kembali ke ada

tiba di tanah basah menyambut gembira

seraya berkata : selamat pulang sayang,,,disini keabadian hanya mau berpelukan

dengan keikhlasan


ngaji di mall



Lir Ilir, Lir Ilir, Tandure Wis Sumilir,Ta’ ijo royo-royo, tak sengguh penganten anyar,Cah angon, cah angon, penekna blimbling kuwi Lunyu-lunyu penekna, kanggo mbasuh dodot iro,Dodot iro, dodot iro, kumitir bedah ing pinggir,Dondomono jlumatono, kanggo sebo mengko sore, Mumpung padhang rembulane, mumbung jembar kalangane,Yo, surak-o, surak hore (Sunan Kali Jaga)

Keindahan dalam definisi Tuhan kadang ditampakkan dengan sebuah kontradiksi, atau paradoks. Di alam, keindahan itu terlihat kental saat perpindahan sore menuju malam, malam menjelang pagi, kontradiksi dari situasi yang beda membuat masa transisi begitu indah. Lihat saja sunset dan sunrise, bukankah itu transisi ekosistem malam /sore menuju pagi/malam. Di belahan dunia, pantai yang indah selalu diikuti dengan laut yang tenang dan daratan yang indah. Padahal dalam sebutan ekositem perairan, pantai adalah "neraka" bagi sejumlah hewan air. Yang tak disadari, pasir putih yang indah sebenarnya adalah "bangkai" sejenis karang, sebuah hewan laut yang peka dengan perubahan ekosistem. Jadi keindahan di pantai disisi lain adalah jebakan mematikan buat sejumlah binatang air.

Dengan atas nama keindahan pula mahluk bernama manusia kadang memanipulasi kontradiksi ini. Misal, definisi kecantikan pada wanita selalu berujung pada kondisi bentuk tubuh tertentu yang menurut saya cenderung tidak masuk akal dan tak sehat. Tidak sehat? yup,,,bagaimana mungkin untuk mencapai kondisi yang diinginkan mereka mau untuk diet super ketat. Nisbi,,?may be.

Apa yang ingin saya katakan adalah keindahan artifisial hari ini telah sedemikian canggih sehingga menjadi jebakan yang menyenangkan. Definisi sukses telah bergeser dari kemampuan seseorang menterjemahkan tujuan hidup menjadi kemampuan untuk memiliki sejumlah barang (sah saja menterjemahkan hasil kerja keras, namun saat ini menjadi adiktif, sukses telah bergeser definisinya). Sehingga tidak aneh kalau mall menjadi pusat-pusat keramaian karena disana banyak sekali keindahan. lampu-lampu yang di setting tertentu, menghasilkan pencahayaan yang memanjakan mata. Kebetulan? tidak, ini sudah menjadi pakem. Lantas keindahannya dimana? seperti saya katakan diatas pantai terindah didunia adalah jebakan hewan air yang tidak bisa beradaptasi dengan ekosistem estuarine, pasir putih contohnya, adalah bangkai hewan bernama karang.

Lantas apahubungannya dengan mall? ya,,ya,,saat berbicara kultur agraris beranjak pelan menjadi kapitalis, kecepatan perubahan itu tidak diikuti dengan mindset. Ada masa dimana sejumlah manusia terjebak transisi ini, dan ini menghasikan keindahan. Sahabat saya seorang dosen di Malang pernah mengeluh karena ada sebuah mall di dekat kampus, dia bilang, saat di kampus kita tanamkan kultur akademis, begitu keluar disambut dengan kultur hedonis, saya tertawa dengan joke ini. Sahabat saya ini mungkin tidak tahu kalau di Surabaya ada kampus berdiri menyatu dengan mall. Saya melihat manusia yang "mengaji" di mall kadang menjadi wagu/kikuk. Bayangkan bagaimana mungkin di mall yang terang benderang kadang ada pengunjung pakai kaca mata hitam hanya karena ingin dilihat trendy Atau seorang perempuan matang ke mall dengan celana pendek dan tank top, ditengah ac yang dingin. Sah saja, bukankah mengaji di mall tak ada dresscode. pengajian al-malliyah memang menyenangkan.

Saya kebetulan paling suka memperhatikan kultur transisi ini pada masing-masing orang saat di mall. Ada keindahan disana saat tabrakan dan transisi kultur ini. Persis seperti melihat sunset atau sun rise. Bisa dibayangkan bagaimana pasangan muda masih sempat-sempatnya membawa bayi berumur 4-5 bulan dengan kereta baby berjalan di selasar mall yang ac-nya pengap (saya tidak bisa bayangkan andai 100 orang kentut diam-diam, udara apa yang dihirup bayi tsb). Atau seorang bapak-bapak dengan topi pakai kaca mata hitam celana pendek dengan alas kaki yang biasa dipakai di taman, tertatih bergandengan dengan seorang yang pantas menjadi entah,,anaknya, atau cucunya. Atau seorang yang pantas telah menjadi nenek, dengan kaca mata lebar berwarna coklat, sedikit tebal eye shadow dan maskara, menenteng tas belanja dari beberapa butik terkenal, sementara dibelakangnya seorang baby sitter (saya tahu dari seragamnya, di mall haram menyebut pembantu,,hehe) pucat membawa kereta dorong yang sarat belanjaan. Atau seorang yang terlihat sibuk dengan ponsel dekat telinga berjalan tergesa-gesa namun tak terlihat bicara. Ada juga seorang bapak menggandeng tangan wanita muda saat sepi namun dilepas saat ramai seolah mereka tak kenal satu sama lain. Indah bukan,,,:-)

Lir ilir adalah tembang yang konon diciptakan Sunan Kali Jaga, salah satu wali besar ditanah jawa, inti dari tembang tersebut menurut saya adalah ajakan untuk mengaji, dan mendekatkan diri pada Tuhan mumpung masih ada kesempatan, mumpung masih padhang(terang) rembulane( bulannya), mumpung jembar kalangane (mumpung kesempatan masih terbuka lebar). Ahhh,,,kalau kanjeng Sunan masih sugeng, beliau pasti akan terkejut dan saya yakin tersenyum, karena manusia sekarang ngajinya bukan saat padhang rembulan tapi padhang lampunya mall, bukan mumpung jembar kalangane , namun tempat ngaji di mall makin jembar (lebar) dari hari ke hari. Saat tembang ini di tulis, saya yakin dijaman itu mall belum ada, namun kanjeng sunan seperti bisa mem-prediksi tembang ini masih relevan buat jaman sekarang. Beliau tersenyum karena keindahan eko-transisi akan kenghasilkan manusia yang tahan banting dalam peradaban , hanya mereka yang akan menikmati keindahannya, sedangkan yang lain, mungkin menjadi pelengkap keindahan itu sendiri, seperti pasir putih yang sebenarnya hanya bangkai karang yang mati karena tak tahan pada proses transisi ini. Ngaji di Mall,,,? kanjeng sunan pasti akan tersenyum sambil mengangguk,,,,

Minggu, 08 Januari 2012

liliput kecil itu mulai tumbuh


Saya jadi percaya kalau sebenarnya cinta memang tidak bisa dikalahkan oleh jarak dan waktu. Ia juga perlu kesabaran untuk menerima dalam segala hal, perbedaan, tawa-tangis, senang-bahagia, akhirnya memang buah cinta adalah sebentuk bunga mekar dan indah, aroma wanginya terasa jauh melewati waktu.

Beberapa hari ini entah kenapa wujud cinta itu kembali bermekaran seperti bunga, ditandai dengan rasa rindu yang dalam pada orang tersayang, esoknya saya berhasil dibajak untuk tinggal di rumah ortu hanya karena cucu datang liburan sekolah. Dan yang berhasil membajak saya untuk tinggal bukan orang tua, tapi keponakan yang lama tak bisa saya jumpai dan sekarang bisa menangkis argumentasi saya dengan detail. Tidak bisa apa-apa, kalah argumentasi karena memang hanya demi melihat mereka bertumbuh menjadi bunga-bunga kecil dan pintar. Takjub melihat mereka tumbuh, satu hal yang paling saya suka adalah menatap mata-mata kecil itu, terlihat begitu polos, ada keheningan teramat dalam, ada banyak kedamaian dari mata kecil itu. Persis seperti lagu anak-anak, disini senang,,disana senang,,dimana-mana hatiku senang,,,begitu gembira sampai saya terlarut di dalamnya dengan air mata.

Cinta begitu dahsyat membuat saya, mereka, liliput kecil ini berubah, namun tak memberi beban melakoni hari demi hari. satu-satunya beban buat mereka adalah : sekolah. Saya tertawa mendengarnya. Buat mereka sekolah tampaknya memberi beban sehingga liburan dimanfaatkan hanya untuk bermain. Yaa,,saya sadar, kehidupan kecil mereka hanya untuk bermain, bermain sepuasnya, kalau tidak, kelak setelah dewasa jika masih saja bermain-main dengan hidup, tidak bisa dibayangkan kepedihan yang terbawa.

Hmmm,,, saya takjub dengan kehidupan yang membuat mereka tumbuh dengan cinta, dengan sayang, sehingga sebelum mereka pulang liburan sempatkan memotret mereka dengan harapan nanti setelah dewasa akan tahu bahwa ada jejak cinta dari saya dan akan mereka tularkan juga untuk keluarga mereka kelak. Ada yang kurang dari potret diatas, Adinda yang mestinya ada disana tak terlihat, namun saya tahu adinda tersenyum melihat sepupu mereka bergembira dan bertanya tentang dia sekarang. Adinda tahu,,,cinta tak bisa dikalahkan jarak dan masa,,,dia tahu dan teramat tahu.

Sabtu, 07 Januari 2012

When I miss her


Rabb,,,
hamba hanya sebutir debu dalam "penglihatanMu"
tak pantas diri ini mendapat cintaMu
karena dalam kalkulasi ketaatan padaMu
hamba hanya titik yang hilang
dengan sekali tiupan

Rabb,,
diatas semua kelemahan ini
rindu hamba padaMu tak tertampung oleh waktu
gelegak cinta dalam raga
malah memberi kesakitan tak terkira

Ijinkan hari ini menemuiMu dalam sunyi
karena disana bisa memeluk jejak cinta
ada sisa rindu berserakan dalam keheningan
hamba pungut satu demi satu dengan air mata

Hamba bingkai rinduMu dalam kenang
ada dalam potret orang tersayang
hanya cara itu yang hamba bisa
selebihnya,,,
sunyi yang bicara

(,,,I’ll find my way through night and day’cause I know I just can’t stay here in heaven,,,) Eric Clapton-Tears in heaven

Jumat, 06 Januari 2012

Re-sol-u-si (2-5-u-7)

Awalnya saya pikir ini sejenis makanan sebangsa risoles dengan taste yang lain sehingga namanya juga beda (seperti jagung dengan pop corn). Baru tahu ternyata ini semacam kata serapan dari "sono". Entah sejak kapan kata resolusi selalu bergandengan dengan tahun baru. Hampir semua orang yang tampil di televisi, mulai dari menteri, artis selalu menyebut kata yang satu ini. Karena terlanjur tumpah seperti banjir seolah menjadi kurang afdol tanpa berucap kata ini pada pergantian tahun. Kata memang bisa menjadi alat yang ampuh buat menunjukkan citra diri.

Penasaran saya lihat makna resolusi di Kamus Besar Bahasa Indonesia (kerennya akhirnya terpaksa pasang widget itu di blog :-D,,) ternyata lebih kurang maknanya semacam keputusan bulat terhadap suatu pendapat dalam rapat. Lantas apa hubungannya dengan tahun baru? ini yang agak bingung, mungkin semacam kebulatan tekad diri sendiri untuk mencapai sesuatu di tahun yang baru,,,sah saja (apa boleh buat). Banyak hal yang bisa di-resolusikan tergantung situasi, kondisi, jabatan dan kapasitas diri (disingkat sikonjari,,,hehehe) . Kalau setingkat menteri, gubernur resolusi-nya bagaimana meningkatkan pelayanan kepada rakyat, bagaimana mengatasi banjir yang datang hampir tiap tahun (padahal tahun kemarin resolusinya sama, tapi banjir tetap berkunjung juga). Ada yang ber-resolusi tahun ini harus lebih baik dari tahun kemarin (entah apa yang dimaksud lebih baik), bahkan ada yang detail, tahun ini saya harus nikah sama si A (yang tidak diketahui, si A punya resolusi menikah dengan yang lain).

Jadi gegap gempita tahun baru harus selalu diikuti dengan resolusi, kalau tidak, tahun baru hanya sekumpulan waktu yang madesu (masa depan suram). Padahal dengan madesu inilah muncul lowongan pekerjaan baru, yaitu peramal yang bisa melihat masa depan, mulai tingkat desa sampai sekaliber nasional. Karena rata-rata yang datang ingin masa depan kehidupannya lebih baik, rejekinya tambah gede, banyak saran diberikan peramal yang harus diperhatikan, misal pintu tidak boleh menghadap arah tertentu, posisi dapur juga harus dirubah (yang lebih menggelikan saya pernah menemui agar rejeki lancar, arah dan posisi,,,maaf senggama juga harus tertentu).

Apapun resolusi yang dibuat semua orang, inti sebenarnya memiliki impian. Sebagaimana impian tentu harus indah, tidak mungkin memiliki mimpi yang buruk. Ada korelasi antara masa depan dengan impian, sama-sama tak bisa di jamah, dipeluk erat sehingga orang harus rela mengeluarkan kocek hanya untuk bisa mengintip masa depannya, terlepas nanti menjadi nyata atau tidak, minimal ada sugesti kalau masa depan yang diintip lewat orang lain (peramal) membuat lega. Hanya dengan punya mimpi manusia bertahan , sebab ada semacam harapan disana. Jadi bermimpi, impian, resolusi, apapun namanya bukan hal yang salah.Bukankah hari ini sebenarnya adalah mimpi hari kemarin, dan esok adalah mimpi hari ini. Jadi,,, kemarin, hari ini dan esok sebenarnya adalah mimpi dan kita hidup bersama di dalamnya.

Selasa, 03 Januari 2012

,,jangan takut digigit gajah*


Kita semua memiliki kemampuan yang hebat
untuk mengkhayalkan kebesaran
yang ingin kita capai di masa depan

Kita juga piawai untuk menuliskan cita-cita
dan menyusun rencana

Tetapi, semua kekuatan perencanaan kita,
tidak pernah lebih hebat daripada
kemampuan kita untuk menunda

Sebagian besar penundaan kita datang
karena pertimbangan yang berlebihan
mengenai bayangan tentang masalah-masalah besar
yang bisa menghadang perjalanan kita

Kita membayangkan batu-batu sebesar gajah
yang harus kita singkirkan agar perjalanan
mencapai cita-cita kita menjadi mulus
dan bebas kesulitan

Kita melupakan batu-batu kecil
yang harus disingkirkan dan dilangkahi
yang justru sering menjadi prasyarat
bagi tercapainya hasil
yang nilai agregatnya
lebih besar daripada gajah

*Mario Teguh

Mario Teguh, berhasil membuat my mind frame melar menjadi seperti karet, beliau salah satu dari sekian banyak orang yang memberi jendela kalau hidup selalu berpusat ke dalam, bukan keluar, inner journey