Jumat, 18 Desember 2015

hayyya-haayyooo

Ketika,,,
jalan hanya mengantar menuju esok
hati ini akan tertambat dimana
kalau bukan hanya untuk mencari wajahMu

Ketika,,,
sore merambat pelan dan makiin berkhayal
mengabadikan hari dengan goresan menikam
siapakah diriku, siapakah dirimu
atau akankah Dia?

Kita belajar hidup hanya untuk bertanya : mengapa ?
bahkan saat kita perihpun pertanyaan yang sama
kita tertawa hanya untuk memandang kesialan
membingkainya dengan prasangka lucu
lantas bertanya pula: dimana lucunya?

Bukankah kita tak semakin pintar?
dan bertingkah dengan naif seolah itu memang realita
berputar seharian hanya buat meyakinkan :
kebenaran terkadang hanya serpih rindu yang dendam

Jadi,,,
apakah setelah ini sore akan berpendar dan esok akan gelap
jadi teringat cerita hujan : hayyaa haayooo haahiihuuu
aku bukanlah air mata, juga bukan lambang kesejukan
aku hanya hujan yang mengemis kasih sayang
rintik atau deras bukan hatiku, itu hanya ilustrasi
saat aku datangt lantas pergi, tak ada yang menangisi
aku hanya serpihan rindumu yang tertinggal
haayyaaa,hayyyyo, haaahiiihu
(hujan reda meninggalkan senyap, entah apa maknanya)

Sabtu, 14 November 2015

hujan november


November, mestinya hujan telah menjadi kebiasaan sehari-hari
namun entah kenapa ia hanya sesekali mampir lantas menghilang
debu yang telah lama menghayati hidupnya disudut halaman
semakin menebal dan enggan beranjak,
hanya kadang-kadang saat angin menerpa ia terbang
bukan untuk pamit tapi untuk bergurau
hujan bulan ini begitu pelit hingga doa pun terucap untuknya
ada rindu tentang bau tanah basah yang tersiram
ada kenangan tentang perjalanan tatkala november datang bersama hujan
mirip dengan semua file yang terbawa dan tersimpan disana
tiba-tiba, saya merindui hujan di bulan ini

Pray


Kalau kemilau berdiri di jejak yang tak menapak
sebuah keniscayaan hanya akan menjadi bongkah kesedihan
karena tak bisa ditemukan dimana rumahnya sekarang
atau kelak akan bertanya kemana akan pulang

Hidup bukankah sebuah sketsa yang isinya goresan
tentang bagaimana mengukur nafas dalam keesaan Tuhan
dan saat kau coba hitung satu satu maknanya
semua berujung pada hampa,sunyi dan hening

Jadi, apapun langkah yang hari ini akan kau lakukan
tak perlu ungkapkan itu untuk apa
jalani saja sembari mengukir senyum indah
sebab kita tak akan tahu,dimana pemberhentian selanjutnya

Rabu, 04 November 2015

kata kita


Lama saya tidak menyambangi blog ini, tiba tiba ada hal yang dikangeni, ingin kembali merasakan betapa gemetarnya jarti ini mengikuti apa yang ada di benak yang berlalu begitu cepat. Sesiang tadi tiba-tiba keinginan itu muncul setelah sebelum-sebelumnya hanya vakum merasakan kekosongan. Kenapa hal itu terjadi? karena beberapa hal diantaranya Gurpan dulu pernah bilang : broken wing,,,kelak kamu akan menyadari jika kata-kata hanya akan menjadi penjara pikiran. Kalau kamu tidak bijak, kata-kata hanya sebuah alat yang akan menjauhkanmu dari hakikat yang sebenarnya. Waktu itu saya gak mudeng hanya melongo,,,kenapa bisa begitu Gur,,,? Broken wing,,pencarian kesejatian, jalan sunyi, itu tidak memakai kalimat, aksara dan kata-kata, ia hanya perlu diam dan terus berjalan. Saya pusing mendengarnya.

Namun entah ini kutukan atau apa, perjalanan hidup membenarkan itu, kata bisa mengaburkan makna dan tidak lengkap menguraikan makna secara utuh. Awalnya saya heran kenapa bisa begitu, namun gara-gara kata, pernah kesasar pada pemahaman yang tidak mencerahkan. Ajaibnya segera setelah diam, kita kembali on the track. Bingung memang, namun akhirnya saya paham perlahan lahan. Mirip dengan es, laut, sungai, hujan, embun ia adalah bagian makna dari air, namun es, hujan, embun misalnya, tidak bisa mewakili secara utuh tentang air. Mereka hanya bagian yang menempati maqamnya sendiri. Kata, air bisa diwakili moleh banyak sebutan, hujan hanya sebuah sebutan mewakili kata air, namun bukan keseluruhan. Lebih pusing lagi kalau bicara benci, ternyata ia mewakili makna cinta, hanya posisinya yang beda, kitapun bisa terjebak dengan makna yang sebenarnya.

Saya jadi ingat sohib Broedin Van Klompen, dia bilang: mas wing, orang yang kebanyakan berkata-kata, biasanya sering kesasar daripada yang diam. Awalnya saya pikir itu guyonan ala broedin, namun tak dinyana makin jauh berjalan saya mengerti apa yang dibicarakan sampai saya sedikit iri, kenapa broedin yang lugu bisa mengerti makna yang dalam seperti ini? apa mungkin dari kyainya yang bilang sehingga dia sekedar niru yang dibicarakan gurunya itu, entahlah.
 Jadi sekian bulan saya nyepi menjauh karena memang lagi menikmati ke-diam-an ini, akhirnya kangen juga corat coret tulisan yang mengalir dan tanpa makna, ada sedikit pengobat rindu setelah sekian bulan tidak pernah menyambangi "kamar" tempat saya menyepi. Dulu saat lagi asik asiknya nulis, gurpan pernah tertawa terbahak-bahak baca tulisan yang saya aku itu puisi, sampai malu dibuatnya. Dia baca berulang-ulang dan tertawanya bertambah keras sampai akhirnya berhenti kemudian,,,menangis. Ketika saya tanya kenapa? Gurpan bilang : kata-katamu lebay bin alay bin picisan sampai saya mules menahan supaya gak tertawa terus. Tapi kenapa gurpan nangis? apa yang kamu tulis bener,katanya melas. Gantian saya ketawa ngakak, lantas dia bilang: kenapa tulisan ini muncul setelah aku jauh berjalan?kenapa bukan dulu-dulu saat aku masih banyak melakukan kesalahan,,kenapa broken wing,,,saya jawab saya hanya menuliskannya aja gurpan, itu bukan tulisan saya,,,makin keras tangisannya sampai saya melongo heran.

Lain lagi dengan Broedin sahabat saya, saat diperlihatkan tulisan ini dan saya bilang ini puisi, dia baca berulang ulang sambil memandangi wajah saya seolah gak percaya : ini puisi sampeyan? iya Din,,kenapa, jawab saya bangga. Jadi ini tulisan sampeyan mas? iyya Din kenapa?bagus gak? katanya: ehmmm saya iseng aja baca yang ini tapi kapan saya lupa? Hah,,kamu baca dimana Din? dulluuu mas,kalau gak salah dari bungkus kacang, itu tulisannya samma dengan yang sampeyan lihatkan ini? anjriiit(saya inget suka print alias cetak setiap tulisan tapi selalu berakhir ke tempat sampah dan akhirnya,,,



Kamis, 06 Agustus 2015

puncak


Cita cita semua orang dalam level pekerjaan apapun adalah mencapai puncak, sehingga semua upaya dilakukan untuk mewujudkannya. Namun begitu sampai disana kebanyakan kecewa kalau tidak dibilang terkejut karena tidak sesuai yang dibayangkannya sehingga sebagaimana kita tahu sebagian orang lantas kembali turun atau diturunkan bahkan jatuh.

Puncak, dalam dunia apapun mirip dengan puncak gunung, disana tidak ada apapun, gersang, kering, dingin dan sunyi. Jangan pernah mengira jika sampai dipuncak ada banyak hal dan boleh melakukan apapun,sebagaimana sejarah bertutur, cerita tentang kejatuhan dari puncak layak dijadikan teladan. Bukan maksud tidak boleh menuju kesana, namun jika tidak punya mental, puncak hanya akan menambah kepedihan.

Filosofi puncak kenapa disana gersang tidak ada satu tanaman menjulang adalah orang yang sampai disana harus bebas dari penghalang apapun seperti ego dan kecenderungan, pikiran dan hatinya harus jernih, sehingga pandangannya lapang. Dipuncak selalu dingin dan sunyi mengisyaratkan pikiran kita harus selalu dingin selau sabar dan tiap keputusan tidak boleh dibawa emosional, tidak ada teman kecuali satu satunya yang harus dibawa dalam hati dan pikiran,yaitu Tuhan,dan itupun jika kita percaya padaNya. Puncak dalam pengertian apapun bermakna pencapaian spiritualisne tertinggi namun juga mengandung arti setinggi tinggi badan kita pikiran, mental, jabatan, maqam, semuanya akan kembali ke bumi, karena singgasana tertinggi dalam kehidupan manusia justru ada di bawah, puncak hanya sepenggal bingkai waktu perjalanan hidup, bukan tujuan, sehingga ketika sampai disana hati kita bilang setelah ini harus turun, karena turun adalah tujuan hidup.

Ingat lagu anak-anak: naik-naik ke puncak gunung tinggi tinggi sekali,,,,
puncak adalah bagian yang tinggi kalau dilihat dari jauh memang indah menyilaukan mata dan keinginan. Jadi kalau perjalanan hidup kita memang mengharuskan menuju kesana, siapkan jalan turun dan siapkan teman sejati (Tuhan), mudah-mudahan perjalanan itu akan memberi kebaikan dan keindahan seperti lagu diatas :-)



Rabu, 05 Agustus 2015

re-intro (jam session with my friend)


Banyak buku bacaan yang mengulas tentang hidup, mulai dari makna, arah dan tujuan hidup hingga spritualisme nya. Mengasyikkan memang membaca buku tersebut karena membuka pengalaman baru. Namun seperti sebuah buku yang akhirnya tersimpan di rak, ketika kembali ke kehidupan sehari-hari, agak kesulitan untuk melalui apa yang diceritakan buku tersebut. Belajar dari hal diatas, akhirnya sampai pada kesimpulan, buku seperti jendela, ia memberi udara segar buat kita, ia menjadi pembanding ketika kita berjalan di ruas yang sama, jejak nya,,,kita yang harus buat sendiri.

Pertanyaan yang paling sering saya dengar saat bertemu dengan banyak sahabat adalah tujuan hidupmu apa? cita-citamu apa? hampir dipastikan semua menjawab ingin berkecukupan, bahagia, damai dan sejahtera dan,,,,ujungnya adalah untuk mencapai itu harus bekerja sekeras-kerasnya, sekolah setinggi tingginya sehingga mencapai karir puncak, materi pasti tidak menjadi masalah. So,,,pencapaian dari berkecukupan, bahagia dan sejahtera adalah memiliki materi sebanyak-banyaknya. Pendapat itu tidak salah, materi harus dicari memang, namun untuk mengatakan bahwa materi menjadi ujung tombak mencapai kesejahteraan dan bahagia, tidak sepenuhnya benar. Ada ironi ketika materi tercapai, ketakutan muncul,,,,ketakutan akan kehilangan, ketakutan ketidak cukupan, ketakutan jadi miskin  dsb. Enaugh is enaugh,,,gampang diucapkan namun susah dilaksanakan.

Hari ini banyak ribuan anak muda yang memulai karir dengan asumsi, kesuksesan, kebahagiaan tercapai dengan materi. Untuk jiwa yang sedang bertumbuh hal itu tidak salah, karena bisa jadi energi yang membakar semangat. Yang tidak disadari, saat tujuan hidup akhirnya berujung pada materi, harta dsb, pelan dan pasti, etika memilih sembunyi bahkan disembunyikan, dan ia muncul ketika maut menghampiri bersama sesal.. Jadi inikah kehidupan yang kita inginkan? hidup 60 tahun dengan 40 tahun berkarir hanya menemui sesal, kemana selama ini waktu terbuang?

Liburan lebaran ini saya banyak dipertemukan dengan sahabat saya baik teman SMA atau kuliah yang tersebar dipelosok negeri dengan pencapaian masing-masing dan rata-rata telah mapan. Anehnya yang ingin diceritakan bukanlah pencapaian nya sekarang, namun kekonyolan saat sekolah, kenakalan saat kuliah, kebodohan yang dilakukan dengan senang hati waktu itu, dan wajah-wajah mereka begitu gembira, sast menceritakannya. Mereka merasa jadi lagi "manusia" bukan manager atau direktur, bukan pimpinan. Dan sisi humanisme nya muncul begitu tulus, sehingga pertemuan itu ditutup dengan kesepakatan tahun depan ketemu lagi dengan pulang  membawa kebahagiaan. Saya yakin tahun depan kalau bertemu pasti dengan cerita yang sama, berulang, namun tetap saja dengan tawa lepas seolah tak bosan mendengarnya.

Kesimpulannya adalah kita merasa dimanusiakan (tidak dilihat dari jabatan) ketika ditarik ke masa lalu saat  belum menjadi apa-apa, masih tiada dan itu menyenangkan. Bagaimana tidak menyenangkan karena hari-hari ketika sekolah belum memiliki plan apa-apa selain mengisi hari itu dengan kegembiraan...disini senang disana senang. Tidak ada ketakutan esok hari akan seperti apa semua mengalir begitu saja. sehingga saya terkejut bagaimana sahabat saya bisa begitu detail menceritakan kekonyolan setelah sekian lama, mungkin kenangan itu yang paling diingatnya, kenangan yang dibawa hingga dewasa.

Kalau hidup bisa dipilah menjadi bingkai waktu, maka batasannya adalah day to day, hari ke hari, dan kita mengisi semua aktifitas di wadah yang bernama hari mulai senin hingga minggu. Wadah-wadah itulah yang sekarang kita isi dengan apapun, kerja keras mencari uang, sekolah sepintar-pintarnya, pencapaian karir hingga puncak. Akumulasi dari semua akan kita lihat dalam setahun, sewindu,  dasa warsa,,,dan wajah hidup itu terbentuk disana. Kalau boleh memilih, saya akan mengisi wadah bingkai waktu dengan kebaikan dan cinta, sebab hidup bukanlah bercerita tentang pencapaian apapun kecuali hal diatas. Bagaimana detail mengisi dengan kebaikan dan cinta, cukup ini jadi rahasia Tuhan dan saya :-)








Jumat, 31 Juli 2015

saat-saat,,,


Beberapa hari ini mengalami momen yang luar biasa, pertama saat menemani sahabat yang mengalami kesedihan tatkala apa yang diupayakannya telah lama akhirnya kandas, tanpa perlu menyebut apa, hingga malam saya menemaninya,,ya menemani dalam diam dan termangu, bukan galau, ini mirip gabungan puncak kesedihan dan rasa tak percaya. ini mirip kondisi beberapa tahun silam saat saya alami hal yang sama. ada semacam kebuntuan namun meleleh teramat perlahan, entah kenapa  kemarin pun menikmati berbagi kesedihan dengan sahabat. Hidup memang berganti antara tawa-sedih, dan kali ini bagian sedih ada di pintu depan hati. Esoknya sahabat tersebut berganti ketawa-tawa sembari melihatkan koleksi batu akiknya. Gantian saya yang sudah terlanjur menghayati kesedihannya malah gagal move on.

Momen lainnya adalah ketika teman sekelas di SMA tumben-tumbennya ngajak reuni, setelah lama dan hampir semburat di pelosok negeri ini, tiba-tiba kabar itu datang. Tentu saja  terheran dan hampir sebagian telah lupa wajah-wajah itu. Anehnya hanya dengan tertawa, bisa ingat namanya.  Nama yang dimaksud adalah nama panggilan, bukan nama asli. Ada yang berbau binatang, ada yang dipanggil nama bapaknya (walau bapaknya telah wafat). Waktu seperti ditarik ke masa lalu dengan wajah yang tidak cupu lagi, namun semangatnya menderu :-). Satu hal yang bisa ditarik adalah wajah-wajah gembira. Saya tahu betul kisah  apapun ronanya entah sedih, senang yang terjadi dulu, saat menjadi kenangan rona sedihnya hilang menjadi tawa. Dan cerita yang mengalir begitu luar biasa, tahu betul detail kejadian saat SMA dulu. Rupanya kenangan itu yang membekas dan dibawa hingga dewasa.

Dua hal yang beda momen namun  mengalaminya dalam waktu yang bersamaan, satu hal yang bisa diingat adalah apapun situasi yang dialami, kesedihan maupun kegembiraan, semua menguras energi yang teramat besar. ketika sedih kita seperti terlempar ke bawah jurang yang dalam tanpa tahu akan kemana. Ketika bahagia, energi juga terkuras namun sebanding dengan rasa senang seperti menemukan diri ini dalam tanda " tanpa tendensi apa-apa. Inilah yang dicari semua orang. Apapun level pekerjaan, sosial, maqam yang disandang, saat dikembalikan ke masa lalu ketika kita tak punya apa-apa justru yang diingat kejadian kekonyolan, dan anehnya ini yang paling diingat. Pelajaran yang bisa saya ambil dari dua momen tersebut adalah, apapun kesedihan kita hari ini,,,kelak itu akan kita kenang dengan tawa. Kita selalu ingin kembali pada saat kita tak menyandang status apa-apa karena saat itu kita dihargai sebagai manusia, bukan predikat yang disandang. Ujung-ujungnya kalau kita tarik kembali adalah, manusia bisa jadi manusia bukan pada saat meng-ada namun ketika meniada, buat saya ini indah.









Rabu, 29 Juli 2015

kami


kami hanya mencari jejak, menelusuri dan berjalan
itu saja

bahkan tak perduli bila doa yang kami panjatkan
menemuiMu lantas dikabulkan atau tidak
sekali lagi tak peduli

kami hanya ingin merunutMu, mendekat bukan dengan doa,,namun dengan,,
laku,,,ya laku yang akan membawa langkah ini padaMu
laku untuk keindahan dalam kebaikanMu

kami tak peduli seperti apa, dalam level maqam yang bagaimana
karena kerinduan itu telah meluap mengisi ubun ubun

bila kelak ini hanya berakhir di asa
kami  berharap,,, apapun kehidupan
ujungnya hanya meniada

Selasa, 21 Juli 2015

Reuni

Lebaran selain kumpul keluarga juga jadi ajang reuni, entah smp, sma sampai reuni dengan teman kuliah. Beberapa tahun ini saya lihat reuni di barengkan saat libur lebaran memang jadi trend. Kumpul dengan teman yang lama tidak kita temui memang menyenangkan, banyak cerita yang didapat dari mereka selain nostalgia saat masih polos dulu. Tidak semuanya hadir memang, bahkan ada yang minder buat datang malu bertemu karena  menganggap dirinya tidak "sukses" , pertanyaannya. yang datang ke reuni itu  sebenarnya ingin " pamer" jati dirinya sekarang, atau ingin ketemu temen lama, atau syukur2 ketemu mantan dulu :-D .

Masa sekolah, kuliah, ibarat pembentukan jadi bibit, bibit apapun, karena sekolah tidak menentukan harus jadi bibit jagung, padi, mangga, pohon, bahkan rumput. Kehidupanlah yang akan menentukan kita akan jadi bibit apa. Dalam perjalanan memang ada beberapa teman kita jadi pohon yang menjulang, yang lain jadi padi, ada yang jadi rumput, bahkan ada yang jadi tanah. Semuanya tumbuh sempurna di habitat masing2, dan memberikan "kontribusi yg sama pada kehidupan". Sehingga bila ada yg merasa telah jadi pohon besar merasa kontribusinya pada kehidupan juga besar dibanding padi bahkan rumput, apakah mereka yang jadi tanah dan membesarkan pohon kita nafikan juga kontribusinya?. Apapun diri kita hari ini semuanya sedang bergerak tumbuh, yg pohon makin menjulang, padi makin menunduk, rumput makin menyebar, tanah makin menyuburkan, semuanya punya tugas mulia.

Jadi reuni sebenarnya adalah mempertemukan semua dalam sebuah wadah bagaimana cara bersyukur dengan rendah hati tanpa memandang sebelah mata kalau teman favorit di sekolah dulu, sekarang hanya sekedar jadi ini itu. Kalau masih ada yang seperti itu saya hanya trenyuh dan kasihan, sekian lama waktu dihabiskan hanya untuk melihat keluar, rumput ingin jadi padi, padi ingin jadi pohon, pohon ingin jadi gunung. Saat itu saya tanyakan ke tanah ia hanya tersenyum dan menunduk, entah malu atau minder karena tempatnya paling bawah. Belakangan saya tahu kenapa tanah spt itu, ia hanya tak ingin terlihat karena sebenarnya ia adalah bumi tempat kita semua bernaung. Ganti saya yang minder :-) 

Jumat, 10 Juli 2015

ikhlaskah kita




serahkanlah hidup dan matimu
serahkan pada Allah semata
serahkan duka gembiramu
agar damai senantiasa hatimu

Penggalan lirik lagu novia , mungkin teramat mengena buat saya, karena bagaimanapun rona hidup yang naik turun, dalam hati diri yang masih lemah ini, ada bibit-bibit untuk menyangkal. Namun sebagaimana kita harus belajar ikhlas, pada titik tgertentu, entah saat kita di titik nadir atau kulminasi, kutub yang bertolak belakang, akan memiliki masalah yang sama, bertanya dengan satu hal : hendak kemana hidup ini?
Lagu diatas bukan berarti pasrah dalam bentuk pasif, menyerahkan seluruh hidup kita bermakna, apapun yang kita lakukan saat ini, harus punya muara. Segala hal kebaikan, keburukan yang pernah kita lakukan, harus ada muaranya. Hidup bukanlah tanpa kepastian, ia juga keniscayaan. Ikhlas dengan menyerahkan semua kehidupan ini menyadarkan diri kalau semua yang kita lakukan berakhir padaNya, bermuara padaNya. Hanya pernahkah kita ikhlas secara total seperti lirik diatas? ketakutan, ketidak pastian, dominasi ego, pengejaran materi dan duniawi,  hal yang akan meragu untuk berbuat seperti lirik diatas.Saya saja masih harus belajar untuk itu, lagu ini memang easy listen,namun maknanya very heavy

Sabtu, 04 Juli 2015

jeda

sajak-sajak tak bernama
ia tak perlu untuk di aku dengan kata-kata
atau klalimat yang bersahaja..tak perlu
karena itu hanya menambah duka

karena disisa kepulan asap tembakau terakhir
mengisyaratkan disini berhenti 
tapi bukan dengan menghilang,,,
yaa,,yaa menghilang bersembunyi
dibalik ketakutan masa lalu
entahlah


disana


Dekaplah kami dalam riak waktu
karena keabadian hanya jejak dahulu
alirkan aku dalam heningMu
hingga nanti  memberi makna rindu

Kenanglah kami di untaian doa
ritmisnya seperti kidung sunyi dari surga
mennagislah kami dalm sujud tak terhingga
meratapi betapa waktu hilang hanya untuk hal sia sia

Karena kami tahu tak sempurna
di tempat ibadah kusyuk seperti suci tak bernoda
di keramaian kami saling tikam tanpa jeda
bukankah ini kehidupan nyata 
ahhh,,,sandiwara apa lagi yang kami bawa

Telah sekian lama kami terlalu berani menipuMu
berdagang untung rugi denganMu
setiap ada kemalangan, padaMu kami mengadu
saat berjaya, entah terselip kemana namaMu

Dekaplah kami dalam riak waktu
segala ampunan tak bisa menebus dosa
ijinkan kami terlelap sebentar di rumahMu
mungkin esok hanya tinggal asa terakhir yang kami punya

Kamis, 02 Juli 2015

ramadhan


"ketika keikhlasan membuat semua dalam genggaman, masih relevankah bertanya tentang ukuran"
#Gede Prama-Kebahagiaan yang membebaskan

Setiap ramadhan selalu memberikan nuansanya sendiri dari tahun ke tahun, seperti tahun ini seperti memberikan "view" indah. Tahun ini saya lebih banyak puasa di Tuban dengan cuaca yang biasanya panas, untungnya telah memasuki musim bediding/dingin sehingga suhu juga sedikit sejuk. Namun yang lebih penting, setiap ramadhan selalu ada keajaiban sendiri, keajaiban pertama ternyata puasa tahun ini diberi berkah dengan pendalaman yang intens tentang makna puasa itu sendiri. Yang kedua, anak semata wayang saya hadir seperti mengucapkan selamat berpuasa untuk ayahnya. Dan yang ketiga mungkin agak berlebihan namun nyatanya begitu, saya diberi kesempatan untuk bisa tarawih di sebuah masjid di Tuban peninggalan yayasan muslim pancasila, dan masih asli arsitekturnya. Masjid yang dibangun di jaman era pak harto seperti kebanyakan, telah banyak menghilang sisi arsitekturnya yang khas segi lima. Namun disini masih tetap dipertahankan. Bisa tarawih adakah hal yang saya rindui karena suatu sebab kadang tahun tahun kemarin tidak bisa saya lakukan.

Puasa, menjadi semacam tempat, menjadi oase yang selalu saya rindui, bagaimana tidak, puasa menjadi tempat asyik masyuk kita bermesraan denganNya. Kita bisa curhat tentang apapun denganNya dan langsung didengar. Mau minta ini itu, pangkat, rejeki, dunia atau apapun semuanya bisa dihaturkan di bulan puasa. Dalam bahasa sederhana, puasa adalah tempet pertemuan kita secara spiritual denganNya secara langsung. Begitu banyak keiistimewaan bulan ramadhan sampai-sampai disaat akhir ramadhan begitu kentara salam perpisahannya dengan awal suara takbir. Disana kadang kita meneteskan air mata. Perjumpaan yang singklat hanya untuk menunda tahun depan hal yang belum tentu akan kita jumpai.

Seperti kutipan diatas, puasa sebenarnya melatih kita berjarak dengan ego, membentuk ikhjlas yang true ikhlas, real ikhlas. Saat itu sampai, semua bentuk ukuran dualisme : sedikit-banyak, tinggi-rendah, kaya-miskin, megah-sederhana, pejabat-pegawai hanya pernak-pernik yang tidak begitu penting, semuanya tenggelam dalam keikhlasan untuk mencapai ridhaNya. Hanya kadang, puasa menjadi hal seremonial belaka, gebyarnya hanya diawal dan akhir, selebihnya berakhir begitu saja tanpa mendapat apapun juga. Tapi begitulah, kadang sebuah momen terlewat begitu saja tanpa menyisakan jejak kearifan sampai waktu mendatangi untuk berkata : usai

Senin, 08 Juni 2015

Incognito


Suka atau tidak, kehidupan akan bergerak naik turun dengan energi yang sama seperti Gede Prama bilang, di sebuah puncak yang tinggi pasti asa jurang yang dalam. Makin tinggi posisi hari ini makin dalm pula jurang yang siap menunggu kita. Apa yang ingin saya bicarakan adalah,apapun di dunia ini alam akan selalu mencari titik keseimbanganya. Lantas mekanismenya seperti apa ? Saya sendiripun tidak tahu bagaimana, namun jika melihat hidup ini begitu simetris dan dunia yang berbentuk bulat, saya bisa mafhum, karena dalam bentuk lingkaran, posisi kita dimanapun, atas bawah, depan belakang, memiliki jarak yang sama dengan pusat.

Yang ingin saya ceritakan adalah, apapun kehidupan kita di dunia ini dengan segala ketimpangan, segala ketidak adilan, entah karena sisi manusia maupun alam, saya percaya alam akan menyeimbangkan diri dengan mekanisme yang hari ini belum saya mengerti. Proses mekanisme ini bisa jadi ada campur tangan orang tertentu,artinya Tuhan boleh mewakilkan pada menusia yang diperkenanNya untuk mengawasi dan melakukan sebagian kecil mekanismeNya, dengan cara cara yang begitu anggun. Siapakah manusia pilihan Tuhan selain nabi dan rasul yang diperankan olehNya untuk melakukan itu? Ada banyak teori, ada yang bilang manusia suci, ada yang bilang manusia terberkati atau manusia istimewa.

Masalahnya,dimanakah kita menemui mereka, ciri apa yang menyertainya sehingga mereka meyandang tugas ini? Saya hanya berspekulasi, sebagaimana alam yang begitu anggun dan rendah hati, merekapun luput dari pandangan wadag dan pikiran kita. Bisa jadi mereka adalah orang yang kita pandang sebelah mata, orang yang dari strata sosial ekonomi ada diluar kasta yang ada atau yang paling bawah, dan diluar sistem yang ada, diluar kondisi dan kecenderugan. Orang ini mirip semar, ki badranaya dalam cerita pewayangan. Semar di strata sosial mesipun pangkatnya lurah, ia adalah OB, kalau jaman sekarang, namun dalam hirarki kehidupan semar adalah panglima tertingginya dewa, diatas satu tingkat batara guru sebagai kepala staf para dewa.

Orang orang seperti ini yang menjaga keadilan, kejujuran tetap pada tempatnya, saya menyebutnya sebagai stealth man, orang yang menyamar, unknown, incognito.



Jumat, 22 Mei 2015

mei mop


Mei, bulan ini selalu memberi kejutan bagi saya, padahal sejujurnya tidak suka dengan hal yang berbau kejutan, baunya ga enak dan bikin neg :-). Sebagaimana namanya, mei bisa diplesetkan may,,,bermakna bisa, mungkin, barangkali, mudah-mudahan, artinya segala sesuatunya masih mengandung ketidak pastian. Didalam ketidak pastian pula dibaliknya ada kebenaran yang sementara waktu kemarin masih samar, sekarang pelan tabirnya mulai nampak.

Kejutan awal, mungkin karena selama ini penyakit cuek lagi kambuh, jadinya dipandang bodoh, gampang dibohongi sehingga bisa membuat orang lain gatal untuk mem-fetakompli. Saya tidak tahu apa ada korelasi antara cuek dan kebodohan. Yang jelas karena terlalu sering dulunya difetakompli, jadi rindu akan kondisi seperti itu. Entah kenapa saat orang bahagia karena telah memfetakompli, saya begitu senang bisa membuat mereka bahagia. Karena tak ada hal yang sanggup saya berikan agar mereka bisa bahagia, jadi apapun itu bisa membuat happy and happy monggo asal jangan kebacut/terlanjur memfetakompli Tuhan dan kanjeng nabi junjungan saya.

Kejutan lanjutannya adalah saya yang secara fisik gampang dikenali karena bertampang mirip preman ternyata dianggap gak ada. Ini yang membuat shock, jangan-jangan saya ditakuti karena gak ada, alias mirip hantu. Jujur gak mau kalau dikira hantu, mending jadi kentut, wujudnya samar namun aromanya ada. Jadi ketika saya berusaha me-nampak, mereka malah ketakutan mirip lihat setan. Bingung harus bagaimana, tiba-tiba ada yang bisikkan :"kamu kan punya cita-cita jadi silent dan stealth, menjadi sunyi dan gak nampak. kalau berdiri di telaga orang ga lihat kamu tapi lihat air. Kalau berdiri dibatu orang melihat wujud batu, diri kamu seperti menyatu dengan batu itu, jadi buat apa kamu berusaha menampak?". Terkejut dan manggut-manggut saya pun mafhum.

Setelah dipikir memang enak juga bisa disalah pahami, di goblok-goblokkan, karena itu bisa membuat orang bahagia, dan mereka lega karena ganjalan hatinya menemukan penyaluran. Ahhh,,,saya hanya minta maap pada mereka karena tidak bisa memberi hal lain yang bisa membuat bahagianya lebih, saya hanya bisa menyodorkasn tubuh, tampang ini buat mereka, semoga ini adalah udara segar di kesumpekan memikirkan hidup yang tak kunjung berhenti mengejar  Jadi ingat lagu jawa koesplus : ,,ela elo sawo dipangan uler,,,

Minggu, 26 April 2015

waktunya menepi



Saat kecil seumuran anak SD kelas 3, setiap anak pasti ditanya gurunya cita citanya apa, selalu beramai ramai bersahut sahutan, ada yag ingin jadi dokter, pilot, tentara, guru, insinyur. Dengan keterbatasan informasi saat itu, anak sepolos saya saat itu selalu menyebutkan hal diatas, tidak ada yang lain. Saat beranjak SMP, cita cita pun beralih, malah pingin jadi pemain band, seperti the police, sexpistols, beegees, atau godbless, pemusik yag tengah berjaya saat itu, karena kelihatan keren. Begitu bisa merasakan aura kehidupan SMA, saya malah pengen jadi pendaki gunung, karea referensi kesana lagi gencarnya wanadri, ujungnya satu kelihatan keren. Namun seperti hidup yang lebih bicara realita  akhirnya kesasar di kampus yang nengurusi ikan, hal yang awalnya di tolak karena bukan pilihan sendiri tapi teman, sebagai pilihan ke 2. Dulu memang ada kesepakatan dengan " geng" saya, pilihan 1 ditulis sesuai keinginan, namun pilihan kedua, ditulis oleh yang lain. Apa daya pilihan teman yang masuk, yang seiring waktu malah menyukai pilihan ini.

Masuk dunia pekerjaan, makin menyadarkan diri ketika lelah bertarung hanya untuk sebuah pilihan semu, setelah terbentur sana sini, membawa pertanyaan sebenarnya apakah ini pilihan hidup, entah kenapa saya melihat cita cita yang keren adalah menjadi petani. Karena petani teramat bergantung dengan keikhlasan berhubungan dengan alam, perniagaannya langsung dengan sang hidup. Entah itu petani padi, petani ikan, petani udang, setiap benih yang ditebar selalu mengandung kebaikan, menebar benih kebaikan,,,buat saya itu teramat elegan, cool,,,. Bayangkan para petani berniaga langsung dengan kehidupan, dasarnya bukan siapa yang paling diuntungkan namun siapa yang saling mengikhlaskan.

Berkaca dari hal diatas, mungkin saya harus menepi dari hiruk pikuk pencapaian yng membuat jiwa ini lelah, setelah disibukkn dengan perniagaan sesama yang terkadang mengabaikan etika dan nurani, saya malah ingin kembali ke awal, ingin menjadi petani, pekerjaan yang menurut saya keren,,,

Sabtu, 25 April 2015

waktu


waktu, mungkin hanya itu yang tersisa buat kita
setelah semuanya berjalan melewatinya
bukankah awal dan akhir baginya(waktu) hanya permainan indah
itu seperti menjentikkan jari dan tiba-tiba diri ini tersasar
betapa menggelikan saat semua kita cari tanpa henti
kepuasan, kebahagiaan, semua yang menguji raga
setelah tiba disana, kamu liat ia(waktu) tersenyum
seperti membodohi kita dengan berkata:
semua itu hanya akan menyiakan dirimu dalam tanya kenapa?kenapa,,,
kenapa ini hanya berujung pada,,,dan kita bergumam tak mampu meneruskannya

Waktu hanya tergelak,,,terlalu menggelikan bukan,,,bahkan aku mulai bosan, katanya
aku telah berjalan ribuan kali hanya untuk menyaksikan episode yang sama,,,datar
namun hanya denganmu aku merasakan beda? beda?..kataku
yaa,,kamu melangkahiku seolah dirimu adalah sang punya,,,dan aku biarkan
hanya untuk tahu sampai dimana itu,,,dan kamu tahu,,aku terkesima,,,
terkesima kenapa? akhirnya ini episode yang aku terlena, katanya
maksudnya?tanyaku
kamu menangis, kamu tertawa di sepanjang liku diriku, aku biarkan, waktu menerawang
karena aku tahu akan berakhir dimana itu, namun ini beda
ketika tiba diujung kewarasan raga, engkau malah tertawa,,,,

aku tak tahu maksudmu wahai sang pengembara hidup
aku bukan pengembaras, waktu bergumam
aku hanya saksi kepedihan manusia, hanya kamu beda
berkali-kali engkau berkata beda tanpa tahu maksudnya. kataku
hanya satu-satunya manusia telah mengelabuhiku, engkau bermain begitu indah
tangisanmu menyayat ketika aku memberimu luka
tawamu bak memecah malam saat bahagia memelukmu
kamu tahu, aku memandangmu dengan sebelah mata
nmun aku terkesima saat melihat kedalaman dirimu
engkau menangis sebenarnya tertawa, tertawa malah menangis
ilmu apa ini, ribuan tahun aku lalui baru ini yang tak kumengerti

aku hanya tersenyum : hanya itu yang tersisa untuk ku punya
siapa?siapa yang kau maksud?waktu bertanya
hanya dirimu wahai sang waktu, yang meletakkan maapku di pangkuanmu
hanya dirimu yang meletakkan tangis dalam tawa dan sebaliknya
dan hanya dirimu yang membuat embun, matahari hujan,awan dan angin
menampakkan wajah aslinya,,,,aku makin tak mengerti, katanya
wahai sang waktu, hanya kamu satu-satunya yang bisa mendekatkan cinta
dalam bingkai kasih sayangNya, dan itu cukup bagiku
(entah kenapa tiba-tiba waktu meneteskan air mata)

Jumat, 17 April 2015

hujan pagi


Pagi mungkin tak akan pernah menyesali bila matahari tak nampak di singgasananya
seperti galau yang berujung pada mendung namun kelembutan hati masih terjaga
ini bukan sekedar melampaui rindu yang tertahan dikelopak lantas bulir air mata nampak
ini hanya mencoba menghayati mendung yang datang di pagi,,,bukankah ini terlalu dini
hujan di pagi hari bukan hal terbaik untuk dinikmati, biarkan intuisimu mengalir menjauh dan lena
bukankah hujan hanya akan mendekatimu dengan keniscayaan cangkir kopi panas
asap yang mengalir terhirup seperti meyakini DNA mu kalau ini adalah hidup
dan tatkala hujan benar-benar tak memberimu kesempatan buat menghela nafas
gumammu: pagi, hujan, kopi hanya sedikit keindahan yang aku lewati dengan anggukan

Senin, 30 Maret 2015

detik hilang


dalam detik hilang
tercecer angan membuai seribu pasi
saat reda seperti mengejek kenaifan
seolah kebenaran adalah nurani yang mati
entahlah empati terlalu takut hingga sembunyi
kau redam hentakan jejak kaki seperti gemulai penari pelangi

bukankah hidup hanya membaca ya atau tidak
hitam putih tanpa ada abu abu
seperti warna mimpi yang selalu menemani sunyi
dan seperti esok yang selalu datang
tirai air mata mencoba menahan luka agar tak lagi membuncah
seperti ketika embun dan pagi tak lagi berdebat siapa yang paling merindui
sejenak,,,terdiam detik pun menghilang

Sabtu, 07 Maret 2015

for 26 sept


Ketika hidup mengharuskan kita meninggalkan kemarin
Jalan yang terlihat hanya menginginkan keikhlasan
Betapa lama bukan kita melihat asa menjadi tempa
Itukah janji yang kita mau, melihat ke depan dengan ringan
Menyusuri setapak diatas jalan gemerisik daun gugur
Menatap jauh hanya buat menemui inilah kita
Berdua dan kelak bertiga berjalan di awan
Membiarkan angin membisiki ucapan mesra :
Tuhan menginginkanmu kembali dengan ceria,adinda menunggu disana


ini bulanmu nak


mungkin, jarak memang telah lama dan akan makin menjauh
tiap langkah hanya memungkinkan untuk makin lama meniti waktu
dera adalah mimpi yang tak akan berakhir di ujung harapan
sebuah tempat akan ada disana
ketika hidup hanya meronce satu satu bunga mekar bernama rindu,,
bukankah itu bagian dari kebaikan,,,selama itu
jadi,,,biarkan ayah  manakar senyum kamu,,,sekarang
karena ini bulanmu nak

Senin, 23 Februari 2015

lola (untitle chapter)


Kemarin, bertemu sahabat yang lama tak menjumpainya, terakhir kira-kira 5 tahun yang lalu bertemu saat shalat ied di malang. Entah kenapa saat itu wajahnya muram dan menghindar, seperti ada beban berat dihari yang fitri. Kemarin bertemu saat belanja di gerai wara laba, berbalik kali ini wajahnya lebih ceria, tanpa disuruh bercerita bagaimana perjalanan karirnya yang hampir mencapai puncak, bisnis pribadinya berjalan lancar (pengamatan saya begitu), dan (ini yang bikin ga enak), saya disuruh melakukan seperti yang dia lakukan untuk mencapai puncak. Saya berterimakasih karena dikasih tips bagaimana bisa melesat ke atas, namun tidak detail bagaimana itu dilakukan. Ini yang membuat saya takut, bercerita panjang lebar bagaimana dia sukses sambil setengah mengintimidasi mental saya secara halus kalau saya sekarang lebih rendah dibawah dia.  Bukannya tidak senang, saya malah ucapkan selamat, namun ketika pencapaian diukur dengan angka-angka, ini yang membuat saya takut. Pertama, takut dengan komitmen saya jika perjalanan hidup hanya sebuah janji antara saya denganNya via jalan sunyi. Kedua, saya takut pencapaian yang berujung benda hanya sementara yang akan diikuti keinginan lain yang lebih tinggi, mental saya terdidik bukan ke arah sana, sehingga ketika ada yang menyalahkan cara yang saya tempuh, saya mulai galau, galau karena ke depan akan seperti apa dia.

Telah lama saya belajar, saat diawal karir, baru nikah, tinggal di Perumahan Mertua Indah, membayangkan bisa ngontrak rumah sendiri begitu nikmat, bayangan saya waktu itu mau tidur dan bangun seenaknya sendiri gak ada yang pekewuh. Begitu bisa kontrak rumah dengan budget terbatas dan mendapati rumah kontrakan jika hujan datang bocor disana sini, kenikmatannya beralih seandainya bisa punya rumah sendiri tentu nikmat saat gak bocor seperti ini. Tuhan mungkin terlalu sayang sehingga saat punya rumah sendiripun kenikmatannya bertambah naik ingin punya ini itu dan sebagaimana ingin datang sesejuk angin, tak ada habisnya permintaan itu. Dan ada harga yang harus dibayar saat semua keinginan dipenuhi olehNya, timbul ketakutan baru, takut kehilangan, takut sakit, takut kembali semula, takut tidak bisa makan enak (walau akhirnya mengurangi makan enak karena kolesterol dan gula). Hidup memang akhirnya hiperbolik, dulu saat pendapatan belum bisa makan enak, hanya bisa makan tahu tempe, suka membayangkan gimana rasanya makan steak. Setelah bisa makan enak tanpa ada batasan, dokter malah melarang dan hanya boleh makan tahu tempe dengan alasan kesehatan.

Apa yang ingin saya tuturkan adalah, sepanjang hidup kita selalu meminta untuk diberi keleluasaan rejeki dariNya, dan Tuhan mengabulkanNya. Namun disaat yang sama keinginan kita naik lagi dengan yang lebih besar, lebih banyak dan Tuhan pun mengabulkannya, demikian seterusnya sampai keinginan itu menjadi toksik untuk kesehatan dan hidup kita dan kembali ke asal. Hidup inikah yang saya inginkan? tidak, setelah alami naik turun kehidupan, ada lelah yang tak tertahankan sehingga saya belajar kemana arah hidup ini harus dijalani. Gurpan memberi tahu bagaimana saya harus belajar bersyukur, dalam kondisi apapun, dilanjutkan bagaimana belajar ikhlas, berat dan teramat berat merubah gaya hidup kebanyakan lantas disuruh menempuh jalan sunyi. Ditengah keduniawian yang berpacu hebat, saya malah disuruh bertapa sama gurpan untuk memeluk sekaligus berjarak dengan apapun. Saya memang lama tak bertemu Gurpan, namun kadang tiba-tiba ada saja sms atau status : broken wing ketika hidup yang sekelumit ini hanya kamu korbankan untuk hal yang sia-sia dan nisbi, apa gak sayang, banyak pengorbanan dari orang tersayang dengan mendoakanmu untuk mencari rizki dengan amanah, namun kamu memberikannya dengan meniadakan hak yang lain dan mereduksi syukur kamu. Entahlah gur,,,saya teramat gembira pernah menemuimu dan memberiku ucapan tak ternilai sehingga saya sampai di kondisi ini. Hidup akhirnya memang begitu indah untuk dijalani dengan rasa syukur.

*Buat gurpan yang kadang suka muncul tiba-tiba, entah dibenak, entah pertemuan langsung, apapun itu engkau adalah Gurpan (guru kehidupan) sesungguhnya



















Sabtu, 14 Februari 2015

ketika berlalu



ketika berlalu, sang waktu menemuiku dan menyapa dengan satu kata : bisa?
aku hanya menggeleng tertunduk dan hanya bisa bergumam, harus bagaimana?
waktupun mendekap dan membisikkan: mau aku kasih mantra rahasia
tentang apa , kataku. Tentang bagaimana mendekap hidup tanpa derai air mata
bukankah itu bagian dari perjalananku, ada sedih-gembira, terus untuk apa?
waktu tersenyum simpul, apakah kamu bisa menerimanya?
aku menggteleng, kadang tidak, kadang pasrah menemaniku
waktupun mendekat ke telingaku : hidup hanya bisa mengangguk
aku tak mengerti maksudmnu?
sedih-gembira, tawa-tangis memang bagian perjalanan hidupmu
berusahalah menerimanya seperti tamu terhormat, salami dengan takzim
terasa sakit awalnya, tapi percayalah dengan penghormatan padanya
itu cara untuk memahami kehidupan yangs ebenarnya, dan ia akan datang pergi kemudian berlalu

aku mengangguk-angguk, lantas apa mantra rahasiamu?
sang waktu membisik: merendah serendah rendahnya
itu saja? waktu tersenyum mengangguk
lantas apa lagi? kataku
satu hal katanya: ketika merendah jadilah lautan, bergeraklah kemudian menjadi awan
saat menjadi awan bersiaplah menjadi mendung, dan saat itu jangan enggansegera  menjadi hujan
lantas,,bagaimana dengan matahari? tanyaku
matahari, embun, angin adalah sahabat yang menemanimu, ia mewakili keikhlasan
belajarlah kamu padanya, karena mereka mahluk yang tahu bagaimana belajar merendah
bagaimana belajar mengubah cinta jadi kasih sayang
kalau tentang dirimu, aku bertanya
hmmmmm,,,waktu tersenyum, ketika engkau berada di ujung sunyi
kamu akan menemukan diri sejatiku
dan,,ia pun berlalu

Kamis, 12 Februari 2015

suatu pagi


hidup, bukan sekedar mencari, lebih dari itu
ia sebentuk perjalanan ke dalam, menemui sang sejati
tempat berawal dan kembali ke asal, tempat bermula untuk bertemu sekali lagi
sehingga saat sang raga memintamu dengan rona warna warni
menjemput pagi dengan sekelebatan sepi dan embun menatap dengan enggan
seperti apa rona yang kau inginkan, katanya
perjalanan tak harus keberadaan, ia bisa saja menghilang di belantara makna
sebab, sebaik baik perjalanan adalah memberi jejak, bukan menghapusnya
(meskipun itu pedih katamu)
sebab perjalanan mengisyaratkan ketulusan untuk menerima sang sunyi
(bukankah "mencari" kata yang tak berguna disini?)

kelak ketika ujung waktu memberi genta yang berbunyi lembut
jejak makna sepanjang hidup akan bersinar bila ia tulus
sisanya memberi rona gelap mewakili hatimu
dan langkah ke ujung akan berakhir disinggasana yang kau inginkan
ternyata setelah berputar putar engkau hanya akan menemui embun di pagi hari
(embun pun tersenyum, sambil berkata: inilah aku mewakili kelembutan dan fana)

entahlah (hujan bulan ini)


hujan bulan ini begitu menggelegak
hingga asa pun tak sempat menemui rumahnya
tanah yang basah menjadi sendu seperti muram
ketika matahari hanya berpamitan kemudian sirna
seperti mengembara di angan yang tak putus berhenti lena

hujan bulan ini tak sempat berpamitan
kalau langkah-langkah yang kemarin menjadi kenang
akan terhapus oleh genang dan perlahan akan menyurut
seiiring hati yang coba menemukan makna rindu
sembari bertanya akankah kelak hidup akan menyerupai kini
entahlah,,,



Jumat, 06 Februari 2015

tali imaginer

Ada tali imaginer antara saya denganNya
ketika saya bergerak menaik mendekat padaNya, Dia akan menyuruhnya turun seolah berkata : tempatmu bukan disini, tempatmu bukan diketinggian, tempatmu di titik nadir semesta, sedang Aku ada di Arsy titik kulminasi semua berawal. Bila engkau merindukanKu, cukup dengan mencium tanah niscaya tlki imaginer itu akan menyampaikannya.

Ada tali imaginer antara saya denganNya
titk kesimbangan kehidupan hanya terjadi jika saya ber-maqam dibawah, puncak tahta saya ada di tempat paling bawah, bukan diatas. Sehingga ketika setiap kecenderungan, menunjukan saya meninggi, mekanismeNya akan membuat saya turun kembali, karena bila tidak, kehidupan akan menjadi memdihkan, baik diri sendiri dan orang lain.

Bentuk-bentuk yang sering dicoba saya untuk menjadi tinggi adalah kesombongan, kekuasaan, penguasaan kekayaan yang berlebihan namun itu saya gunakan dan saya capai dengan menafikan yang lain, menafikan alam.

Kesombongan, kekuasaan adalah cerminan dari sifatNya yang Maha, kadang kita rindui Dia dengan mencoba sedikit memiliki pendar sifatNya. Namun tugas kita di kehidupan bukan mencoba meniru sifatNya, Tugas kita di dunia hanya mewakiliNya dalam rangka menjadikan kehidupan berbuah kebaikan dan kemakmuran, sehingga ada beberapa sahabat saya yang merasakan puncak hidup namun menjadi tidak membumi sehingga alpa, dan tali imaginer itu membuatnya turun.

Ada tali imaginer antara saya denganNya
sehingga saat saya terlelap dan alpa, sentakan tali itu membuat saya terjaga, saat saya kangen padaNya, tali itu memberi pesan agar saya merendah dengan mencium tanahNya, Seperti berkata : singgasana dan mahkotamu bukan diatas sana, tapi ditanahKu, itu maqammu, dekaplah ia, niscaya kamu akan merasa bahwa Aku ada disana jua

Rabu, 04 Februari 2015

kemana melangkah ? antara 0 sampai 10


bukankah kita terlalu disibukkan dengan apa yang melekat diraga?
sampai kita tak belajar kemana tujuan kita?tujuan sejati bukan tujuan nisbi
dan saat kita tergopoh gopoh mencari apa, tak berdaya dengan sebutan angka
hati kita, otak kita, perilaku, ego dibombardir dengan angka yang tak tahu asalnya

saat lahir, tak satupun yang melekat semua artifisial semua terasa alami
kita kehilangan itu sehingga tujuan hidup hanya dipetakan oleh angka 0 sampai 10
yang 10 bermakna sukses, yang satu hanya awal, merangklak menuju 10, dan itu hidup?
bukankah menggelikan ketika kesadaran angka mendominasi kesadaran nurani yang telah kehilangan tempatnya
akhirnya kita menyangka dan mendidik diri sendiri, hidup adalah urutan linier angtka 0-10

kita tak sanggup percaya bila hidup hanya berupa bulatan kecil
tak percaya kalau keberhasilan tidak harus berurutan
kita terlalu sibuk mematut diri dengan sematan yang tak pasti
kita tak sanggup untuk mengelak hanya usia yang linier, berurutan, bukan hidup itu sendiri 
kita terlalu sibuk untuk memaknai hidup adalah kemelekatan dan takut untuk kehilangan

saat usia beranjak dengan angka yang makin besar, saat kesadaran akan panggilan genta makin nyaring terdengar, kita tersadar kesalahan menyiakan waktu hanya untuk raga bukan jiwa
kita menangisi kehilangan waktu yang berharga, kita terlalu dinina bobokkan dengan prasangka
diakhir perjalanan kita tahu angka 0 tidak mewakili nista, 10 mulia, karena kesadaran terbuka yang kita sangka 10 adalah puncak segalanya, ternyata bentuk lain dari angka yang kita nista sebelumnya

bukankah kehidupan itu bulat adanya? seperti angka 0, semua terpusat dan berjarak sama, tak ada yang lebih tak ada yang kurang, tak ada yang tinggi atau rendah, semua memiliki jarak yang sma dari pusatnya, mirip saat kita berjalan lurus ke barat sejauh-jauhnya akan  kembali di tempat yang sama dari arah timur. Hidup demikian juga, sejauh-jauh berjalan, kita akan kembali ke tempat yang sama ketika kita berawal, kita melangkah jauh hanya untuk ke btempat yang sama. Kita dinilai sukses bukan seberapa jauh, bukan seberapa banyak, namun seberapa berkualitas perjalan hidup kita.
Mirip seorang yang liburaj, bukan seberapa banyak oleh-oleh yang dibawanya (karena akan menjadi beban), namun kualitas liburan itu yang menentukannya.




Kang,,,


Kang,,,kehidupan begitu menari nari dimataku seolah itu ritme yang tak kupahami
seperti ada banyak cara cerita, sandiwara yang membuatku terombang ambing
tentang kebimbangan yang tak ada habisnya, dan berdebat kemana sebenarnya tujuan kita?
setelah pagi beranjak kemudian sore menghampiri dengan sedikit hentak
kurasakan lelah tak terkira,,,apakah ini yang kita cari?
kang,,,aku hanya ingin bertanya tanpa dirimu harus menjawab
karena aku tak berharap jawaban-yang berakhir sebagai penghibur di penggal malam

Kang,,,
dalam liuk seperti angin aku kadang hanya ingin terlelap dalam penat
sebentar saja,,,tak bisakah itu? jadi kenapa selalu kita harus berlari seolah waktu
mengucapkan perpisahan terakhirnya lewat kata : terlambat?
kadang aku ingin seperti ombak yang selalu mengalir kemanapun penjuru dunia tanpa harus merasakan di pantai mana akan berakhir,,,dab dirimu hanya tersenyum seraya bilang
jangan jadi ombak, karena dirimu tak akan bisa berkaca, jadilah samudera
aku tertegun bukankah samudera tak akan bisa berkaca dengan kedalaman dan luasnya
kang,,,dirimu hanya tersenyum sambil menatap dalam-dalam dan,,mungkin saja katamu

Kang,,,
banyak hal yang tak kumengerti tanpa harus memulai dimana mencari ujungnya
katamu sebaik-baik pertanyaan adalah ,menemukan jawabnya dipertanyaan itu sendiri
seperti berjalan ke barat akhirnya muncul dari timur kembali
jadi katamu, bukankah hidup itu bulat,,,semua tanya sekaligus adalah jawabnya
aku mengangguk seperti itu makna dejavu,,,entahlah karena memaknai katamu
sama saja melihat buih di lautan, timbul tenggelam dan hilang
kamu pun bilang: itulah hidup,,,tak penting mengerti semua, yang harus kamu tahu adalah
bergembiralah dengan sedikit yang kau maknai, karena disana pintu makna memelukmu





Rabu, 28 Januari 2015

Manunggaling kawulo Gusti


Dalan tataran berketuhanan, terasa apa tidak, ada tali iamginer yang menghubungkan kita dengan Tuhan. Untuk itulah doa doa kita cantolkan disana agar didengar apa permintaan kita, harapan dan keinginan. Tali ini senantiasa menjaga diri ini agar kita selalu berpegang erat padaNya sehingga seluruh waktu yang kita habiskan didunia ini memberi berkah keselamatan bagi kita. Problemnya, sering diri ini terjebak dengan perasaan ge er merasa telah sempurna, merasa ge er dekat denganNya sehingga tanpa terasa suka menafikan lainnya.

Hidup, adalah integrasi semua yang ada di dunia, baik makro kosmos hingga mikro kosmos dan manusia yang ditugasi ini alias menjadi khalifah, alias penerima mandat dariNya. Manusia, memiliki keistimewaan dibanding lainnya yaitu dia memiliki tempat, singgasana alias maqam dihadapanNya.  Bila mau berhipotesa, maqam Tuhan ada di Arsy maka maqam manusia ada di bumi, dan itu dihubungkan dengan sebuah tali imaginer bernama spiritual. Nah,,berbicara tentang maqam (bukan makam), maka maqam Tuhan bersifat tetap,,,celakanya maqam manusia ini suka tidak stabil alias dinamis dan selalu bergerak. Bergerak kemana? bergerak naik menuju maqam Nya, sehingga Tuhan perlu membuat seperangkat mekanisme agar manusia tidak bergerak naik, kalau tidak, maka keseimbangan tali imaginer antara Arsy atau mudahnya langit dan bumi akan tidak seimbang, dan ini akan berdampak pada kehidupan itu sendiri.

Hal apa yang bisa membuat manusia selalu bergerak tidak membumi? yang paling gampang adalah sombong, karena merasa paling tinggi, paling berkuasa diantara manusia yang lain. Kalau boleh dibilang dua kutub antara langit dan bumi tidak boleh bergerak, harus stabil, terutama yang dibumi. Kadang manusia dengan ego yang ingin selalu meninggi bergerak ke langit membuat ketidak stabilan kehidupan. Bukankah sejarah mencatat, kehidupan kelam di bumi selalu dipimpin oleh manusia yang tinggi hati. Itulah sebabnya, maqam tertinggi manusia adalah merendah serendah rendahnya, belajar pada laut yangt menerima air terbanyak karena merendah, manusia pun harus demikian. Ketika kutub manusia dalam posisi merendah, kehidupan akan berjalan damai sesuai keinginanNya. Namun tatkala sebaliknya, kehancuran yang didapat. Ketika terjadi seperti itu, mekanisme Tuhan pun berjalan, ada yang dijatuhkan supaya ke bawah lagi, ada yang diberi kesakitan supaya menunduk ke bawah lagi. dan hebatnya ada yang diberi singgasana maqam manusia yaitu ditiadakan alias diwafatkan dan tempatnya di makam. Kematian adalah singgasana maqam manusia paling tinggi, saat berangkat dari tiada lantas mengada kemudian meniada, proses inilah yang membuat manusia bergerak dari sempurna menuju kesempurnaan.

Hubungan dua kutub yang saling mengimbangi tatkala berjalan dengan sempurna membuat hidup manusia sampai pada tataran manunggaling kawula gusti, secara harfiah bukan bersatunya manusia denganNya, namun berjalannya keseimbangan antara dua kutub, yang satu di bumi yang satu dilangit.Saat itu terjadi, maka apa yang diistilahkan Tuhan sebagai rahmatan lil alamin bukan retorika.