Jumat, 23 Desember 2011

one moment time


Ada yang bilang selain ruang dan waktu sebagai dimensi ke 3, hari ini teknologi informasi telah memberi satu dimensi lagi. Lebih akrab dengan dunia maya, internet hari ini telah merubah manusia dari semua sisi. Dimensi ke 4 memang membuat perubahan yang cukup signifikan pada manusia, dan cara memandang dunia pun berubah. Maka muncul budaya baru, perilaku baru, dengan semua aspek positif dan negatifnya.Saya yakin bapak evolusi manusia,,omm Darwin pasti terkejut dari alam kuburnya melihat perubahan ini. Ditengah kemudahan diatas perubahan, saya melihat potret yang menggelikan dari manusia di negeri bernama bangsa Indonesia.

Begini,,,saya merasa orang-orang makin intim saja dengan gadget teknologi informasi. Saya pernah lihat di bandara Surabaya, ruang tunggu seperti senyap, hanya bunyi tang ting tung, mulai dari BBM, sms, FB, nge-twit dan cuek dengan sebelahnya. Di jaman yang makin instan ternyata perilaku makin instan saja. Interaksi sesama ditentukan dengan situs jejaring sosial, teman di FB ribuan, namun teman dunia nyata hanya segelintir saja. Lebih menggelikan lagi masalah cinta ternyata terbawa, banyak yang dapat jodoh dari fasilitas ini ( saya yakin biro jodoh hari ini banyak yang colaps ).

Teknologi ini memang menghanyutkan, sekali masuk tak akan bisa kembali, ia seperti telah menjadi "tuhan" baru di abad modern. Interaksi dengan dunia nyata sebatas just say hello. Anak yang dilahirkan di jaman digital paling terpapar dengan kondisi ini, ada keperihan yang tak bisa ditampakkan namun terlihat jelas. Interaksi mereka di dunia nyata seperti absurd, ada namun tak disana. Mungkin mereka tidak pernah belajar bagaimana berinteraksi dengan sesama secara tulus, mereka belajar semuanya secara virtual. Kehidupan butuh dialami bukan dengan belajar secara virtual termasuk bagaimana rasa menyayangi. Kepekaan yang hilang, kaku dan rigid. Ini menyedihkan.

Saya pernah melihat bagaimana seorang sahabat gagal menyayangi seseorang di dunia nyata karena lupa (atau tidak tahu)bagaimana menyayangi secara tulus, bagaimana mencintai seseorang dengan hati, bukan logika. Ini mempengaruhi perilaku, dan saya terkejut saat melihatnya begitu sensitif, egois,possesif, tidak bisa berkomitmen dan terkesan tega namun terlihat kebingungan dan gamang. Ada keperihan yang tak bisa dilihat namun terasa ada dari sorot matanya. Lantas siapa yang patut disalahkan? entahlah,,,kehidupan nyata memang harus dialami bukan dipelajari walau konsekwensinya berurai air mata, harga yang setimpal dengan bahagia yang di damba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar