Selasa, 06 Agustus 2013

Jeda


Ini mungkin bukan puasa terbaik saya, ada banyak kebocoran batin sehingga perlu energi lebih untuk membuat puasa menjadi hal yang sebenarnya. Namun  berkaca dari hambatan itu saya sadar sesadarnya bila puasa adalah jeda, seperti musik yang indah ada ritme yang berisikan sunyi. Kehidupan juga seperti itu, kalau ia terus menerus berkutat dengan semua pergolakan ego, maka kehidupan menjadi kering, bukan kehidupan sekitar tapi kehidupan diri sendiri. Tubuh, perlu jeda sebentar untuk intro, untuk menengok ke dalam sejauh mana kelelahan telah membuat batin ini kedodoran mengikuti ritme hidup. Jadi puasa tahun ini sebagian hanya untuk menambal kebocoran, sebagian untuk memahami kebocoran itu.

Ini yang saya lihat, ketika puasa hampir mencapai akhir, kurang sehari, ada semacam emosi yang berkecamuk, karena saya makin terasing, makin ingin menjauh dari keramaian, makin ingin sembunyi dari apapun. Segala hiruk pikuk yang saya lihat saat buka puasa di mall membuat saya makin emosional, betapa puasa yang awalnya digunakan untuk belajar mengelola ego, justru sebaliknya, hari-hari terakhir seperti dendam yang harus dilampiaskan untuk pemenuhan materi. Bukan hal yang salah memang, namun yang trenyuh itu telah menjadi komoditas ekonomi yang melibatkan perputaran uang tidak sedikit. Dan yang hebat, mereka yang kemampuan pendapatannya menengah ke bawah menjadi obyek perputaran ini, yang duitnya banyak malah menanamkan investasi dari gula yang datang setiap lebaran.

Entahlah, setiap lebaran akan datang, maka kesepian saya makin menjadi-jadi, namun jangan salah sangka, justru disana menemukan perasaan damai, ada semacam tempat sembunyi dari hiruk pikuk, seperti mengisi bateray yang kosong. Saya tidak berharap apapun , ini semacam ceruk yang membuat saya melihat kedalam, siapa sebenarnya diri ini, sisanya hmm,,,entahlah puasa dan lebaran yang akan tiba seperti mengulang kisah lama, hiruk pikuk pemenuhan syahwat belaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar