Kamis, 14 Juni 2012

mendengarkan denting genta dalam diri


Baru tahu,,,kalau sebuah gadget bernama smartphone mulai bekerja lambat, indikasi kalau perlu di re-start lagi. Bekerja lambat (menurut sahabat saya) karena terlalu banyak dijejali aplikasi yang memerlukan memori besar atau juga karena banyak jejak telusur sebelumnya yang belum dibuang. Tapi,,,demikian sahabat saya bilang, terbesar adalah banyak aplikasi, telusur internet dan unduhan meskipun telah dihapus, masih saja ngendon, sehingga tak salah kalau kinerjanya mulai lemot. Saya yang awam persoalan beginian hanya meng-angguk angguk, sehingga cara agar kerjanya lebih cepat adalah ruang memori kosong harus diperbesar dengan restart. Caranya? (saya terlalu awam), ternyata langkah paling mudah hanya membuat gadget tersebut off, copot battery, masukkan lagi terus hidupkan.

Kadang saya suka bayangkan kinerja memory otak kita kalau disederhanakan hampir mirip gadget diatas sampai batas tertentu kita pernah menjadi "lemot". Jejak memori bernama masa lalu sering menjejali batin dan selalu digendong kemana-mana hingga hari ini. Belum lagi dengan kecemasan tentang hari esok membuat kita menjadi skeptis terhadap masa depan. Sehingga yang kita lakukan hari ini menjadi kabur karena fokus kita tertarik ke masa lalu dan masa depan. Pernah alami, badan disini namun pikiran entah kemana ?. Kalau iya berarti harus restart diri ini. Pemahaman restart menurut saya, seperti sebuah gadget adalah mengosongkan (nol) tubuh ini dengan membuang memori lampau dan kecemasan masa depan. Caranya? tidak harus mencopot battery, hanya dengan mendengarkan denting genta.

Denting genta bisa saja mendengarkan lonceng gereja, genta di vihara, atau panggilan suara adzan. Hal terakhir inilah yang sekarang dilakukan, suara adzan yang sering saya dengar ribuan kali menjadi lain ketika merasakannya sebagai denting genta dalam diri. Ia menjadi tanda kalau harus mengosongkan memori dengan meniada dihadapanNya, menjadi kosong dan nol. Apapun semua persoalan hidup, kegalauan yang hari ini dilewati, kemuraman karena sesal dan kecemasan tentang masa depan, sampai ketidak adilan yang menyerempet diri, bawa kepadaNya. Ajaib,,,semua menjadi lenyap, persoalan memang masih ada, namun hadir dengan sudut pandang yang berbeda. Masih belum sempurna memang, karena harus belajar banyak untuk mendengarkannya Namun proses penyadaran diri dengan meniada, menjadi nol dihadapanNya, persis seperti proses restart smartphone.(Gede Prama bahkan mendengarkan apapun suara sebagai denting genta, suara angin, gemericik air sungai, anak burung yang mencicit sampai suara derit pintu yang terbuka).Jujur saya belum sampai kesana :-)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar