Kamis, 29 September 2011

,,,ndak mesti,,,diik,,,*


Madura,,,bagi saya memiliki tempat khusus dalam khazanah berfikir , sebagai penghasil garam terbaik, budaya karapan sapi yang telah mendunia, pulaunya begitu eksotis sehingga menerbitkan budaya islami yang tidak saja unik. Madura menurut saya adalah simbol keterbukaan dan simbol kecerdasan untuk tidak terjebak dalam kemandekan. Awalnya agak under estimate dengan streotype yang pernah saya dengar seperti kasar, kolot, anti kemajuan dsb. Namun setelah saya masuk mendalam karena urusan pekerjaan, apa yang saya alami malah sebaliknya, orang Madura memiliki pendirian teguh ketika menyangkut urusan agama namun di sisi lain mereka teramat cerdas untuk tidak terjebak dalam kemapanan, terbukti dalam setiap perbincangan , begitu pandai dengan santun menohok saya dalam menangkis argumen yang berujung pada guyonan atau candaan.

Ini saya buktikan kemarin saat terdampar di daerah madura utara yang masuk kabupaten Bangkalan, sempat berbincang dengan 3 orang haji, dua orang petani tambak yang satu peternak ayam. Kami ngobrol kesana kemari mulai dari pekerjaan, sampai nyerempet situasi politik terkini, ujungnya selalu dijawab dengan kalimat ahh,,ndak mesti diikk,,,(saya selalu dipanggil diik karena lebih muda). Awalnya saya bingung dengan jawaban yang menurut saya berkonotasi plin plan. Bahkan semua teori marketing, teori budidaya udang dan pengalaman yang saya miliki dari orang pernah makan bangku sekolah sekedar untuk menunjukkan saya sedikit intelek dimata mereka menjadi pupus dengan jawaban ,,,ndak mesti,,, Bayangkan saat berargumen dengan mereka kalau dibukanya jembatan Suramadu akan membuka kemajuan untuk masyarakat disana,,jawabannya",,,ndak mesti diikk itu kan kata sampeyan" ampuunnn. Tiga orang pak haji sederhana yang saya ajak ngobrol hanyalah seorang yang tidak memiliki pendidikan formal, SD saja tidak lulus, bahkan satu dari mereka buta huruf (latin) cuma mengenyam pendidikan pesantren, namun analisa terhadap situasi politik, ekonomi, bahkan analisa pasar begitu pintar sampai membuat saya minder.

Ketika pulang melintas Suramadu saya berfikir tentang kata-kata itu, berkesimpulan ini jawaban cerdas untuk tidak terjebak dalam stag, membuat peluang alternatif berfikir yang lebih kreatif. Sesaat sebelum pamitan dengan mereka saya sempat bertanya (sambil sebelumnya meminta maaf, takut mereka naik darah) tentang streotype orang madura yang saya dengar,,,dengan santai mereka bilang :"ndak mestiii diiik,,,itu tergantung orangnya".Hmmm,,,nikmat benar "makanan" ndak mesti ini :-)

* ndak mesti dik (belum tentu dik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar