Sabtu, 09 Maret 2019

NKRI,,,,,harga mati?

NKRI harga mati,,,,,,?
Sebagai anak tentara,  saya dididik mirip2 tentara juga, meskipun keinginan ortu untuk jadi tentara gak kesampaian.  Saat masih balita, rumah di barak,di Bandung,  mainan saya adalah eks tank unisoviet yang meriamnya panjang sehingga saya sering bergelandutan di meriamnya. Mainan dalam arti bener2 tank karena memang dekat dengan barak.  Saya bisa tahu apa mobil Gaz buatan Rusia,  truk pengangkut merek Dodge buatan amrik. Asiknya juga semua itu dibiarin sama bapak.

Saya bahkan hafal sapta marga dan sumpah prajurit karena setiap hari senin di tiap apel selalu dengar hal begituan. Disiplin,  pada anak kecil dulu adalah wajib hafal lagu2 daerah,  wajib menghormati perayaan di asrama berbagai agama,  mulai waisak, Natal, nyepi, galungan. Sampai sekarang, saya bisa memainkan alat musik daerah macam angklung,  arumba, kolintang. Dulu seneng2 aja karena memang tersedia di asrama dan tanpa terasa ini mendidik nasionalisme.  Saya yakin anak2 tentara yang pernah hidup dibarak pasti merasakan hal sama,  lihat bapaknya pakai baju PDL,  latihan baris berbaris,  latihan formasi penyergapan mirip di tipi2,  itu adalah hal yang paling saya ingat.  Dan seperti anak2 lainnya begitu lihat bapaknya pakai baju kebesaran,  bangganya bukan main.

Jadi jangan tanyakan nasionalisme saya,  jangan tanyakan ke pancasila an saya, jangan kuliahi dengan jargon2 NKRI harga mati.  Sudah jadi keseharian mulai kecil.  Sehingga bila mendekati pemilu sekarang hal tersebut diulang2 lagi,  saya teramat hafal mana capres yang nasionalisme nya terhadap negeri ini begitu mendalam mana yang bukan.

Terlebih belakangan ini ada yang anti dwifungsi tni, kemudian menghina2 dengan ujaran yang tak pantas,  saya yakin mereka tak pernah alami,  bagaimana saat pagi hari di depan barak,  ada bapak2 dengan seragam PDU dikawal PM mengetuk pintu rumah,  tangisan pilu dari para istri dan anak2 karena  pertanda ada sesuatu dengan suaminya saat bertugas, gugur.

Negeri ini tidak saja dibangun dengan misi diplomatis,  tapi juga dengan darah para syuhadak,  jadi koar2 karena kebijakan yang tidak diinginkan, hanya membuat perih tidak saja para prajurit yang sedang bertugas,  tapi anak istri yang ada di rumah.

Janganlah tanyakan nasionalisme kami,  anak2 prajurit yang pernah tinggal bagaimana getirnya hidup di barak, sebab mata hati ini tahu siapa pemimpin yang sungguh2 akan membawa perubahan Indonesia sesungguhnya, siapa yang hanya main2 demi kekuasaan. Tak perduli itu sipil maupun purnawirawan.
#bukan_kampanye

Tidak ada komentar:

Posting Komentar