Senin, 30 Juni 2014

hamba hanya bisa berlutut


hamba hanya bisa berlutut
saat hamba belajar menemui harapan,,,
hamba hanya bisa berlutut
ini bukan hidup yang hamba pahami
sebuah kesalahan yang bukan hamba inginkan
hamba hanya ingin mengeja : e-s-o-k
tanpa terbata-bata

hamba hanya coba untuk mengerti
namun apakah dunia mengerti hamba?
itu bukan persoalan... ketika kesempurnaan
hanya ada di tiang langit jauh dan sulit terhampiri
tetap saja ada tanya : mengapa?
mengapa ketidak sempurnaan yang Engkau titahkan pada hamba
hanya jadi cara untuk menghalangi menemuiMu
hamba hanya bisa berlutut
tak bisa lebih lagi



kembali ke fitrah


Awal puasa saya selalu menemukan cara untuk bertemu Gurpan, entah dia tiba-tiba datang atau saya secara tak sengaja menemuinya seperti awal puasa pertama saat ngabuburit cari takjil di sepanjang jalan banyak yang jualan makanan kecuali ada satu orang lain daripada yang lain, jualan sapu. Menjual sapu ditengah riuh jualan makanan adalah hal aneh, setelah saya amati saya pun mafhum, Gurpan dan seolah tau saya lihat dia pun melambaikan tangannya agar mendekat. "Gurpan apa kabar,,,kemana aja selama ini ko sekarang malah jualan sapu, apa untuk menyapu semua kotoran yang ada di bulan puasa?" saya pun nyerocos."hehehe broken wing,,,betul,,,hanya orang banyak yang melirik makanan dari pada dagangan saya". Saya maklum bertemu Gurpan di bulan puasa berarti semacam pendadaran alias ujian.

Namun Gurpan malah bercerita banyak hal seolah dia ingin menunjukkan kalau kebanyakan orang berpuasa hanya mendapat lapar dahaga saja. "broken wing, puasa diniatkan untuk berjarak dengan benda termasuk makanan dan minuman, tapi lihatlah sebelum buka banyak orang membeli makanan apapun jua seolah tidak ingin kehabisan. Sehingga puasa hanya ritual tahunan yang tidak jauh-jauh amat dari makan minum sampai tiba hari raya". Padahal kalau mereka tahu puasa adalah jalan membebaskan. "Membebaskan Gur, membebaskan dari apa?" tanya saya. Bebas dari kemelekatan terhadap benda, sosok, orang, tendensi dan kecenderungan, yang ada hanya kebebasan yang membahagiakan. "Seperti apa itu Gur?". Gak bisa diterangkan wing,  hanya bisa dijalani.

Broken wing, ada tiga tahap dalam berpuasa, pertama tubuh diajari berjarak dari  makanan, kedua nurani diajari berjarak dari hal yang menyenangkan jiwa, ketiga membebaskan dari kedua hal diatas maka kamu akan tiba di sebuah kondisi dimana hidup dijalani dari sisi yang lain. Kebanyakan orang berpuasa gagal di tingkat pertama, tidak mampu berjarak dari makan minum." tapi bukankah hal yang wajar Gur, sekedar mencari makanan berbuka". Boleh saja bro tapi kalau itu berlebihan akan menghilangkan niat puasa itu sendiri kamu liat sendiri kan di pasar, mall orang sibuk dengan hal yang sebenarnya dihindari, tapi malah sebaliknya makin ramai. Berjarak bukan berarti menghindar wiiiing, hanya mencoba mendidik diri sendiri seperti pernah aku bilang dulu. " yaa,, gur makan jika lapar, minum kalau haus, tidur kalau ngantuk". Terus yang kedua ?

Saat dirimu lulus tahap pertama, tahap ke dua lebih sulit karena mengontrol semua panca indera kamu, batin kamu untuk berjarak dari semua keinginan yang tak ada habisnya, mampu mengontrol keinginan ego diri dan mentransformasi semua energi, potensi semata-mata hanya untuk kebaikan orang lain, sesama, lingkungan ekosistem bahkan jagat raya sampai alam semesta. Saya pun bengong gak mudeng atau bloon. Bagaimana caranya Gur?. Broken wiiing,, puasa adalah cara instan untuk menjadikan dirimu meniada dihadapanNya. Dengan belajar meniada, secara tidak langsung kamu akan alami rasa kematian ego dan badan walau sementara. Hasilnya kamu akan lebih menghormati badan, jiwa diri kamu untuk tidak men sia-siakannya buat hal yang bodoh dan tak berguna. Kala kamu lulus di tahap ke dua kamu masuk tahap ke tiga, membebaskan dari kemelekatan dua hal diatas, bebas sekali lagi bukan menjauh dan menghindar malah mengakrabinya namun tak tunduk, sehingga kamu di akhir puasa akan tiba seperti yang dikatakan banyak orang: kembali fitrah, kembali pada awal jati diri manusia saat bernama ruh. Saya pun mengangguk-angguk tanda tak mengerti.

Tiba-tiba ada pembeli seorang wanita paruh baya : bang saya beli sapu berapa,,,Gur pan pun menyebut harga, tanpa banyak tanya wanita itu langsung membayarnya. Bukan karena dagangannya laku yang membuat Gurpan tertawa-tawa, namun wanita paruh baya pakaiannya ketat dari atas sampai bawah, iseng saya komen: ahhh,,Gurpan masih belum buka udah dapet rejeki,,tuhh...Husssshh aku tertawa bukan karena itu? lantas? wanita yang baru mampir beli sapu ada dua kemungkinan, satu, siapa tau dia malaikat yang menyamar untuk menguji puasa kita, dua dia kalah maqom sama kamu bro,,,(sambil cengengesan meledek,,,). Apa hubungannya dengan maqom Gur, saya sih gak perduli. Gak peduli kok melotot,,hahahaha,,,(ancrit ketahuan juga). Terus yang kedua maksudnya apa Gur? gini broken wing, orang kembali ke fitrah sering diibaratkan kembali seperti bayi yang baru lahir, telanjang tanpa apapun jua, nah ibu tadi sedang berproses kesana, pelan tapi pasti pakaiannya makin minim dan sampai tahap tertentu mungkin hilang seperti bayi baru lahir, kembali ke fitrah,,,,hahahahaha,,,,ammpun Gur,,,,saya pun ketawa


Jumat, 20 Juni 2014

rindu itu seperti burung

rindu itu seperti burung
pagi mencicit melihat matahari
mulai mengembara dengan melenggang sayap menguasai hati
melihat dunia hanya dengan sekedipan mata
padahal jarak yang jauh hanya menyisakan semu
itu antara jarak bumi dan surga

rindu itu seperti burung
saat senja kelelahan hanya coba
sembari mengingat-ingat seharian tadi untuk apa
sebelum lelap menyergap,
sempat memandangi cakrawala
melihat awan merah membentuk wajah
dan sebelum terpejam, menggumam doa
semoga akan melesat dan berhenti di pintu surga

dalam diam

Dalam diam
angan berjarak dengan keinginan
keinginan hanya menempati kalbu
kalbu berdiam dalam cahaya
lantas semua menari-nari dengan takzimnya
ikuti putaran waktu seraya menunduk

Dalam diam
tubuh yang ringkih terpapar matahari
setelah semalam memeluk bulan
merindukan kekasih dalam tilam
lantas pagi membisikkan kata rahasia
"sejauh-jauh pergi hanya untuk kembali"




cangkul yang dalam (selamat datang puasa)


Pernah dengar lagu :....cangkul cangkul cangkul yang dalam, tanahnya longgar jagung ku tanam,,lagu menanam jagung karangan ibu sud mungkin tak asing buat kita. Hanya dalam perspektif spiritual lagu itu bermakna dalam. Ini berkisah tentang betapa hidup akan berakhir indah bila dilakukan dengan benar. Menanam kebaikan harus dilakukan dengan proses bila ingin akhirnya indah, salah satunya adalah proses mencangkul. Lantas mencangkul dalam kehidupan ini seperti apa?

Hidup, kata salah satu sahabat saya tidak pernah bilang tidak, ia selalu mengangguk, mau benar monggo mau salah monggo, hidup hanya bisa mengangguk. Susahnya hati manusia kadang dipenuhi keinginan yang tak bisa berhenti, sudah punya ini ingin yang lebih dan begitu seterusnya. Tanpa sadar manusia telah di selimuti oleh ego yang ujungnya membuat hati ini makin lama makin keras bukan melunak. Ibarat tanah semakin sering dipupuk bukan tambah gembur tapi makin keras. Saat itulah kita harus mulai mencangkul, kegiatan ini bertujuan untuk mengembalikan habitat hati (tanah) ke tempat aslinya, penuh kelembutan dan lentur sehingga bisa menerima kebaikan, cahaya dengan mudahnya.

Proses mencangkul sebenarnya membiarkan tanah terpapar matahari dan membiarkan proses kerja bakteri berjalan untuk memfermentasi semua kotoran dirubah menjadi hal yang berguna. Kotoran hati yang dibiarkan lama akan mengeras dan butuh waktu lama untuk membuatnya lembut. Puasa,,,adalah proses mencangkul, menggemburkan hati ini dengan menjauhi makan minum dalam waktu tertentu, ini mirip proses fermentasi menghilangkan kotoran hati dengan menawarkan ego untuk ditempatkan di tempat yang sebenarnya. Memang kadang akan terasa menyakitkan, menjauh dari makan minum bukan hal mudah, namun dengan seiring waktu dampak "mencangkul" hati akan memberi kebaikan pada tubuh dan "hati". Selamat datang puasa, selamat mencangkul hati.







Jumat, 06 Juni 2014

saat aku merindukanmu/Mu,,,(for march)


waktu bukan hal yang harus kita masalahkan bukan
jarak bukan pula jadi penghalang
bukankah itu hanya sekat yang mengukuhkan rindu
tatkala semua terangkum dalam keyakinan
kalau semua kebaikan, kenangan dan air mata
kita rangkai dalam puisi cinta

kita mungkin pernah berjarak dan mendekat
saling memahami dengan cara masing-masing
saling mencari apakah ini sebenarnya sebuah cara
untuk memahamiNya dengan eksotika
seperti awan memeluk hujan
seperti embun membasahi bunga

begitulah,,,hidup memiliki keindahannya sendiri
ia punya cara kapan saat tertawa, kapan menitikkan air mata
mirip dengan titik hujan, seperti itu rindu yang yang kita miliki
dan kita jadi teramat tahu hanya denga doa
kelak semua akan bermuara
menjadi bunga

Senin, 02 Juni 2014

lelaki pendo(s)a


kalau dosa hanya mahluk yang disia-sia kan
karena selalu menemani setiap kesalahan yang tak elok
mungkinkah doa akan membersihkannya?

andai dosa dilakukan dimana doa bersemayam ?
mengintip dibalik tirai bernama dogma ?
atau ia hanya wajah sama namun raut beda
seperti mata uang memiliki dua sisi?

bukankah setiap langkah, waktu yang aus kita jalani sebenarnya janji menuju abadi
kalau dosa berwajah muram lantas doa menjadikannya menyesal, ini lakon apa?
bukankah rasa cinta dan kerinduan padaNya kadang menjadikan langkah meniada,,
menjadikannya kita tergesa-gesa ingin menemuiNya dengan rasa yang beda

(lelaki itu pun termangu, dia hanya membisu sambil perlahan bibirnya gemetar mengucap sesuatu,,,lirih dan air matanya mengalir,,,,untuk apa,,,,untuk apa gumamnya)


perempuan dan kata-kata


angin benar tak memberi kasihan
melekuk tubuhnya diterpa tanpa alasan untuk siapa
seolah dirinya terjebak dalam bingkai kata
dan menangislah ia berurai 
mericau tentang rindu yang tanggal di pelupuk pelangi
dia tahu angin yang menghempaskannya 
dan rindu itu pun pergi tanpa tanya

kepada siapa mengadu? aku hanya perempuan yang tertelikung waktu, katanya
merangkaklah sembari punguti sisa asa yang meremah
berharap hujan datang karena itu yang diinginkan
aku akan merebah ke tanah menyambutnya, katanya
sambil memejam mengingat langit mana yang menolongnya
dan meliuklah tubuhnya diterpa angin sebelum isakan terakhirnya
kemudian sunyi memeluknya