Jumat, 20 Juni 2014

cangkul yang dalam (selamat datang puasa)


Pernah dengar lagu :....cangkul cangkul cangkul yang dalam, tanahnya longgar jagung ku tanam,,lagu menanam jagung karangan ibu sud mungkin tak asing buat kita. Hanya dalam perspektif spiritual lagu itu bermakna dalam. Ini berkisah tentang betapa hidup akan berakhir indah bila dilakukan dengan benar. Menanam kebaikan harus dilakukan dengan proses bila ingin akhirnya indah, salah satunya adalah proses mencangkul. Lantas mencangkul dalam kehidupan ini seperti apa?

Hidup, kata salah satu sahabat saya tidak pernah bilang tidak, ia selalu mengangguk, mau benar monggo mau salah monggo, hidup hanya bisa mengangguk. Susahnya hati manusia kadang dipenuhi keinginan yang tak bisa berhenti, sudah punya ini ingin yang lebih dan begitu seterusnya. Tanpa sadar manusia telah di selimuti oleh ego yang ujungnya membuat hati ini makin lama makin keras bukan melunak. Ibarat tanah semakin sering dipupuk bukan tambah gembur tapi makin keras. Saat itulah kita harus mulai mencangkul, kegiatan ini bertujuan untuk mengembalikan habitat hati (tanah) ke tempat aslinya, penuh kelembutan dan lentur sehingga bisa menerima kebaikan, cahaya dengan mudahnya.

Proses mencangkul sebenarnya membiarkan tanah terpapar matahari dan membiarkan proses kerja bakteri berjalan untuk memfermentasi semua kotoran dirubah menjadi hal yang berguna. Kotoran hati yang dibiarkan lama akan mengeras dan butuh waktu lama untuk membuatnya lembut. Puasa,,,adalah proses mencangkul, menggemburkan hati ini dengan menjauhi makan minum dalam waktu tertentu, ini mirip proses fermentasi menghilangkan kotoran hati dengan menawarkan ego untuk ditempatkan di tempat yang sebenarnya. Memang kadang akan terasa menyakitkan, menjauh dari makan minum bukan hal mudah, namun dengan seiring waktu dampak "mencangkul" hati akan memberi kebaikan pada tubuh dan "hati". Selamat datang puasa, selamat mencangkul hati.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar