Senin, 27 Juni 2011

bermimpi tanpa batas


Saya tidak menyangka sesiang tadi hingga sore harus bergumul dengan hipotesa tentang sukses dalam hidup dengan seseorang yang berangkat dari jauh berkecukupan, di usia 40-an jatuh tanpa sisa sehingga harus menggelandang kesana kemari, kemudian bangkit sampai kini saat memasuki usia paruh abad . Anggap saja orang tersebut adalah sahabat dalam memecah mind frame kolot saya yang semula betah ngendon dalam benak dengan mengatakan hal yang menurut saya ekstrim.

Berawal dari anak jalanan di Surabaya, diprediksi tidak akan mampu jadi "orang" kecuali hidup dari "mo limo" (istilah bahasa jawa untuk menggambarkan seorang pecandu drug, main judi, wanita, minuman keras), bangkit karena diejek tidak akan mampu ngasih makan calon istri, dan tidak salah orang tua gadis itu berkata demikian karena yang ditaksir anak milyader pengusaha perkapalan, secara kasta ekonomi seperti bumi-langit. Setelah jatuh bangun untuk bertahan hidup mulai dari jadi gelandangan, sopir truk jurusan Surabaya-Jakarta, hari ini sahabat saya adalah orang yang pas-pasan, artinya pas ingin ini itu bisa, pas ingin keliling Eropa mampu atau mau kemana hati membawa pas-ti bisa. Hidup pas-pasan yang memang sudah dicita-citakan.

Bagi dia, kehidupan apapun amat tergantung dengan seberapa tinggi mimpi kita, seberapa kuat konsistensinya. Apa beda mimpi dengan berkhayal, tanya saya. Menurutnya berkhayal, lamunan adalah awal mimpi, yang membedakan adalah konsistensi lamunan dan khayalan, itu yang akan menjadikan kita punya impian, entah mimpi kita itu bagus atau jorok.

Apa yang ingin saya gambarkan dari sahabat yang punya warna kehidupan beragam adalah kekuatan mental untuk bangkit dengan mengesampingkan yang bernama sebab-akibat. Sahabat saya yang agak ekstrim pemikirannya bilang bahwa hidup kita, mau sukses atau gagal, sangat tergantung dengan kekuatan mimpi. Bermimpilah tanpa batas mumpung gratis guraunya, bermimpilah untuk jadi apapun setinggi-tingginya. Yang harus menjadi serius bukan bagaimana mencapainya, namun apakah kita konsisten dengan mimpi kita.

Saat saya tanya bagaimana pengalaman hidupnya sampai bisa merealisasikan mimpi itu menjadi nyata, dia bilang tidak tahu karena mengalir saja dan jalan menuju kesana selalu ada tanpa kita duga. Yang susah memang men-set otak dan mind frame kita untuk konsisten terhadap mimpi. Dia bilang hidup ini seperti sebuah film dimana skenario, sutradara, pemainnya adalah kita sendiri. Mau sukses atau gagal sangat tergantung dengan skenario (mimpi) yang kita buat di awal dan itu nasib bukan takdir (wahh,,,saya agak kuatir dengan pemikiran yang beginian). Kalau pengen nasib hidup kita baik yaaa skenario awalnya kita buat happy ending dalam script hidup kita.
Saya agak pusing juga menerima paparan tentang hidup versi sahabat saya tadi, belum sepenuhnya bisa saya terima memang, tapi sudah tahu arahnya kemana. Mungkin benar juga dengan ocehan seorang teman kalau pemimpin apapun dalam kehidupan selalu berangkat dari hal yang sama, yaitu : pemimpi + n = pemimpin, n bisa jadi dari kata nasib,,,hmm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar