Jumat, 11 Mei 2012

meniada dihadapanNya,,,


Perjalanan spiritual seperti sebuah lagu, ritme, nada, makna, jeda sunyi, semua tercakup dalam sebuah harmoni. Bohong kalau perjalanan itu hanya mendendangkan tawa belaka, sama seperti keindahan lukisan hanya meyisakan satu warna. Bohong jika berjalan kesana bermula dari "air yang bersih", perjalanan untuk menemukan kejernihan bermula dari kejenuhan terlalu sering menemukan "air kotor". Disana pula berusaha mencari kejernihan dengan menyuling air kotor menjadi bersih. Tidak ada air kotor yang ada air bersih terkotori. Untuk kesana bukannya tanpa godaan, banyak hal kadang hati ini seperti ditarik ke belakang untuk mengurungkan niat itu, ada godaan marah, benci, dan yang paling terasa adalah ketakutan.

Beruntung, jendela besar bernama Gede Prama selalu mengisyaratkan, perjalanan apapun selalu menghadirkan hal diatas, satu-satunya untuk menerimanya adalah dengan keikhlasan secara total. Belajar ikhlas, inilah yang hari ini dilakukan.Dalam hati memang pernah berjanji sebuah perjalanan apapun yang  dilewati, tangis, tawa, apapun ronanya, akan ditulis berupa selusur kata Namun setelah jauh berjalan baru mengerti, perjalanan "sunyi" , sebuah usaha menemukan pesan spiritual kadang tidak bisa terwakili secara utuh oleh  "kata-kata". Dan saya juga berjanji, dalam setiap tulisan, kalau tidak terpaksa, untuk mengurangi kata "saya" kecuali itu menggambarkan obyek, bukan subyek, karena takut terjebak dalam lingkaran ego yang membatasi kejernihan.

Ikhlas secara total hanya bisa terjadi ketika semuanya, kesedihan dan tawa diterima, kata Gede prama, dengan : kasih-sayang. Jujur agak terkejut, karena sebagai muslim, setiap gerak aktifitas memulai hari sampai hal terkecil seperti makan-minum selalu mengucapkan kalimat kasih sayang dan diakhiri dengan kebesaran Tuhan yang mewujudkan dunia ini dengan cinta. Jadi perjalanan menemukan kejernihan selalu diawali keikhlasan total dengan cara kasih-sayang. Ujung semua itu adalah cinta.
Lantas, perjalanan sunyi yang berujung (pemahaman saya) menemukan kejernihan spiritual akhirnya akan berakhir seperti apa? karena masih perlu banyak belajar, yang dipahami akhir semua ini  adalah menemukan kesadaran diri, sebuah puncak kesempurnaan . Takjubnya, kesempurnaan itu adalah wujud cinta dengan meniada dihadapanNya dan terwakili oleh angka nol. Berawal dari tiada kembali meniada, itulah kesempurnaan entitas bernama manusia, dan itu indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar