Sabtu, 06 Juli 2019

Pak DI dan DIsway-nya


Saya ini pembaca setianya pak Dahlan Iskan(DI) sejak beliau masih di tempo biro Surabaya dengan temen lamanya mas zaim ukhrowi.  Entah gimana ceritanya kok sampai kesasar untuk mengelola Jawa Pos koran yang dulu hampir surut. Setelah dipegang beliau JP menjadi raksasa media. Padahal Jawa pos dulu koran kuning,  isinya banyak berita kriminal dan berita pemerkosaan, nama pemerkosanya sering dinamai bondet dan korbannya disebut Mawar. Jadilah nama bondet melegenda 😁 menjadi julukan pria hidung belang. 

Perlahan sejak di pegang pak DI koran Jawa Pos menjadi koran jujugan untuk mencari informasi dan berita,  sehingga pesaingnya koran sore Surabaya Pos mendapat lawan tangguh sebelum akhirnya juga tumbang.  Media Jawa pos pun merambah kemana2  menjadi media gajah,  dan kerja keras itu patut diapresiasi walau ada harga yang harus dibayar oleh pak DI dengan transplantasi hati.  

Membangun kerajaan bisnis menjadi raksasa memang tidak mudah, perlu kerja keras,  istiqomah dan komitmen tinggi.  Team pak DI saya yakin solid karena saya pernah alami bagaimana interview menjadi wartawan disana cukup ketat. Saya ingat,  Jawa Pos meminta nilai IP tertentu sebagai syarat awal masuk. Dan menjadi bagian dari koran besar adalah kebanggaan tersendiri waktu itu. 

Jadi saya kaget ketika mengetahui bahwa pak DI sudah bukan menjadi bagian kepemilikan JP(Jawa pos) dan berpindah tangan ke orang lain.  Saya tidak tahu apa sebenarnya masalah di jp sehingga pak DI harus merelakan Jawa pos yang dibesarkan mulai bayi hingga meraksasa. Rasa penasaran sebagai pembaca setia (bagaimanapun juga Jawa pos berjasa, setiap kamis saya selalu membaca lowongan  kerja disana 😁) membuat saya menduga2, ada 3 hal kemungkinan : pertama,  masa digitalisasi telah datang sehingga informasi berita berbasis kertas mulai ditinggalkan,  selain mahal di kertas distribusinya juga rumit dimana berita dibuat malam dan tersaji tepat  pagi harinya. 

Kedua,  sejak pak DI sakit dan harus wira wiri pengobatan tanpa kehadiran beliau JP seperti kehilangan ruhnya meskipun ditopang jajaran manajemen yang nota bene adalah kawan seperjuangan beliau sejak Jawa pos dari bayi, pasti ada pengaruhnya. Dan yang ketiga dugaan saya adalah peralihan generasi,  saya tidak akan membahas detail namun sebagaimana umum sebuah perusahaan akan alami ini : peralihan generasi dari pertama kedua dan seterusnya ada yang mulus ada yang tidak.

Makanya saya seneng saat pak DI nulis lagi di disway,  sebagai wadah tempat beliau menulis,  mirip kanvas bagi pelukis,  mirip gitar seorang musisi. Yang saya rasakan beliau sebagai wartawan senior masih aktif menulis disela2 perjalanannya ke berbagai belahan dunia,  dan saya yakin tangan beliau akan kaku jika lama tidak memencet keypad.  Otak beliau akan bergemuruh karena ide menulis tak tersalurkan sehingga bisa2 pecah pembuluh darah.  Jadi saya setiap pagi selalu buka catatan dahlan iskan di facebook hanya untuk menikmati sarapan pagi buatan pak DI.  

Meskipun tak sama,  kebiasaan saya menulis sejak aktif jadi jurnalis kampus hingga sekarang tak terelakkan malah jadi pelepasan selain hobby.  Bedanya pak DI punya disway saya cukup punya akun facebook,  tak peduli di komen apa tidak yang penting menulis heeeheee,,,,😁😁

Tidak ada komentar:

Posting Komentar