Rabu, 26 Juni 2019

Andai esok

Andai esok,,,, 

Bisik malaikat pada penguasa : andai esok waktumu terhenti sebelum ashar, apa yang hendak kau lakukan untuk rakyatmu agar sepeninggalmu kelak , rakyatmu tak mengadu dihadapan Nya sehinga kamu tertolak azab Tuhan. 
 
Bisik malaikat pada sang hakim : andai esok waktumu tiba sebelum duhur, apakah engkau siap mewasiatkan keadilan sehingga dirimu menjadi masyhur dilangit karena keadilanmu

Bisik malaikat pada orang kaya : bisakah kekayaanmu menyelamatkanmu saat malaikat maut memanggilmu sebelum rakaat terakhir shalat dhuha mu terselesaikan

Semua sepi tiada jawaban, hanya wajah2 ketakutan dan sesal, tersadar waktu yang diberi terasa sempit hingga doa ampunan tak cukup,  hingga sedekah semua harta tak mampu menutupi amalan, yang terbayang hanya kesalahan,  hanya gumam dan tangis.

Malaikat pun kembali berbisik : kemana engkau selama ini? tertutupkah mata kalian sehingga tak melihat betapa sang fakir melangkah lunglai disudut2 jalan,  betapa banyak anak2 yatim,  tak beribu-bapa biologis, teryatimkan karena keadilan, kesewenangan, keserakahan;  ribuan teronggok disudut2 peradaban tanpa tahu mengadu kemana kecuali pada sang Khaliq nya. 

Mengapa, mengapa sayang,,,, bisik malaikat dengan kelembutan: kuasa hanya untuk kemaslahatan dirimu, keluargamu,  teman2mu hingga abai jika diluar sana kemarahan memuncak dan kemudian diam terbungkam. Keadilanmu hanya untuk dirimu sendiri.  Hartamu hanya kepanjangan tangan untuk kerakusan.  Apa yang akan kau persembahkan saat menghadap pada Nya.  

Isak tangis sesal begitu menyayat melebihi tangisan sang fakir menahan lapar,  melebihi isak anak yatim tentang ketentraman dalam dekapan ibu-bapa nya.  Sesaat sunyi,,,,, perlahan ufuk yang bersembunyi semburatkan jingga, bersamaan sang kakala meniup perlahan tanda waktunya tiba. Betapa panik hati sang pendosa saat tahu waktunya tiba, kematian yang buatnya khayalan ternyata ada.  Seluruh stigma, dogma apapun yang dibuat tak mampu mengantarkan pada percaya jika kehidupan  setelahnya ternyata ada. Waktu begitu sabar mengingatkan, namun tak berdaya kala hati tertutup jelaga. 
Sesaat terdengar kembali sangkakala yang kedua pertanda penantian tiba setelah kemarin lakumu sia2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar