Jumat, 18 Januari 2019

Pejuang senyap

Pejuang senyap
Entahlah dengan segala hiruk pikuk sekarang ini,  saya berusaha menghindari status politik di medsos.  Bukan buta,  namun menghindarinya dengan menyibukkan diri mencari sesuap nasi untuk keluarga. Kadang lucu juga kalau dikira naif dengan yang begituan,  sebab saya tumbuh di peradaban orde baru dimana politik adalah sesuatu yang dilakukan terang2an dan perlawanan dilakukan di kampus2. Secara faktual,  dulu kampus adalah tempat akal sehat bersemayam,  oposisi dalam senyap,  dan saya bersentuhan tak langsung disana,  apalagi setelah masuk ke dunia jurnalistik kampus yang disebut corong yang menyuarakan hati nurani dan akal sehat.
Sempat mengikuti pelatihan2 jurnalistik,  dimana pelatihnya kadang diambil dari Surabaya post,  tempo dll,  bagaimana menulis yang baik,  depth reporting,  indepth reporting,  cover bothside, framing, hingga memberi judul sebuah tulisan untuk menggiring imajinasi pembaca. Idealisme saat muda hehehe,,,,

Sebagaimana jaman berubah,  dengan industri digital, elektronik,  tampaknya idealisme perlawanan oposisi mengikuti trend,  bergerak di sosial media,  bukan kampus (yang saya baca).  Di beberapa negara,  perlawanan itu terasa sehingga harus dilarang oleh penguasa.  Di jazirah arab,  media seperti twitter di kontrol ketat setelah kejatuhan Libya,  Irak,  sekarang syria dimana oposisi memakai medsos untuk melakukan perlawanan.
Indonesia,  mencoba melakukan hal sama,  dimana twitwar sudah terbiasa,  bahkan bukan adu konsep melainkan adu mulut, saling mencaci,  saling menggoreng.  Yang lucu beberapa kampus malah mulai melakukan serangan terhadap oposisi yang membuat saya tertawa sampai mual. Ini ironi,  mestinya saat media mainstream kehilangan jati dirinya sebagai salah satu pilar demokrasi,  kampus bergerak menjadi penjaga akal sehat dengan menguji diksi2 yang dilontarkan penguasa.

Tapi itulah kenyataan,  jaman terus bergerak cepat, yang salah kaprah adalah mereka yang merasa bahwa kelompok yang mengerti dan penjaga akal sehat adalah manusia perkotaan,  padahal justru di desa2 jauh dari hiruk pikuk politik dan pembangunan, lebih bernalar,  lebih bisa merasakan,  adanya framing,  sebab mereka secara alami cerdas,  melakukan counter attack dengan melihat kenyataan sehari2, kesulitan hidupnya.  Apalagi jika desa mereka dilewati signal kuat, tapi lemah di pemerataan pembangunan 😂😂.

Jadi,  jangan heran ketika politik menjadi hal yang alami buat mereka  buat orang2 yang selama ini diam, padahal sebenarnya lagi menganalisa siapa yang terbaik untuk bangsanya. Mirip logika mobil, yang terpenting dari sistem mobil adalah mesinnya, dan itu tak terlihat karena tertutup bodi, ban, lampu dll yang sering pakai asesoris norak. Karena yang tak terlihat, tak tersentuh inilah manusia2 terpenting yang akan mengarahkan arah bangsa ini kemana. Mungkin orang lain menyebutnya swing voter, saya menyebutnya ronin,  pejuang senyap.
#pengamat politik palsu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar