Selasa, 22 April 2014

sekolah dan sekul


Semula Kang Darmin terkejut dengan keputusan anak perempuan terakhirnya setelah lulus kuliah malah balik ke kampung untuk mengajar anak-anak yang tidak mampu. Dibanding 2 kakaknya yang menempuh karir di kota, anak perempuan semata wayangnya dan paling pintar  lulusan universitas ternama di Surabaya dengan cum laude memilih mengajar jauh dari bidangnya sebagai enjinering. Kedua kakaknya satu perempuan dan satu lelaki telah mapan dari sisi karir di Surabaya dan Jakarta. Sedangkan satu-satunya anak ragil yang disayangainya diharap bisa menyusul jejak kakaknya. Apa daya kekerasan hati anak tersebut membuat Kang Darmin akhirnya merelakan dia mengajar. Awalnya hal itu tak bisa diterima, namun alhirnya Kang Darmin sadar keputusan anak ragilnya tepat, malah sekarang bangga pasalnya apa yang dilakukan oleh anaknya dengan mengajar anak kurang mampu akhirnya mendapat dukungan dari masyarakat dan setelah berjalan beberapa tahun menjadi pilot project untuk kabupaten dan beberapa kali mendapat kunjungan dari pusat. Kebanggan itu tidak ahanya milik Kang darmin semata namun juga desa masyarakat dimana ia tinggal.

Kang Darmin yang tidak pernah makan bangku ingat bagaimana pontang pantingnya cari biaya saat ketiga anaknya kuliah hanya dengan mengandalkan sawah,  hingga anak-anaknya mentas, dia menyadari sekolah bukan saja jalan menyiapkan masa depan namun sekarang menjadi tempat komersialisasi yang teramat kejam. Dia ingat bagaimana anaknya berargumen tentang keputusannya dulu :,,pak sekolah bukan mendidik saya untuk mencari sekul (nasi/penghasilan) tapi membuat mata saya terbuka dengan berbagai ketimpangan yang ada di kampung ini, masalah rejeki biar ini urusan saya dengan Tuhan.
Kata anaknya sekolah bukan untuk jalan pintas mencari masa depan alias penghasilan namun sekolah mendidik anak untuk tahu kebaikan dan kebenaran. Kalau akhirnya sekarang institusi bernama sekol(ah) mendidik untuk mencari sekul sehingga harus dikomersialisasi sedemikian rupa sehingga hanya orang berduit yang bisa sekolah,  anaknya ingin membalik anggapan tersebut. Buat anaknya sekolah tidak saja mendidik IQ namun EQ bahkan SQ dan ini dibuktikannya. Kang Darmin akhirnya bilang : anak ragil saya yang paling pintar, saat dia pulang saya hanya melihat masa depannya yang suram, namun bayangan saya tidak terbukti, sekarang malah jadi kebanggan lingkungannya. Sekolah yang hanya mendidik anak menjadi pintar namun jauh dari kepintaran budi pekerti hanya kan menjadikan anak tersebut seperti robot bukan manusia seutuhnya. Loh Kang ko bisa bilang gitu? anak saya yang bilang gitu hehehe, nampak matanya berkaca-kaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar