Sabtu, 23 Mei 2020

Lebaran

Sudah lebaran kah kita? 
Lebaran selalu identik dengan hari Raya idul fitri, setelah sebulan penuh menahan lapar dahaga di siang hari, kadang emosi jiwa memuncak, mata telinga hidung menjadi sensitif dikala itu. Hari ini semua telah berakhir,  besok kita merayakannya
. Sebagaimana perayaan,  tentu semarak,  utamanya di negri kita,  tidak afdol meninggalkan oernak perniknya walau di situasi pandemi covid. 

Saat kecil dulu,  ortu selalu bilang lebaran hanya untuk yang berpuasa,  tidak boleh makan ketupat plus opor,  tidak dapat baju baru,  tidak dapat "uang" unjung2 (dari kata anjang sana,  mungkin).  Jadi cara mendidik bahwa kalau kita berlapar lapar dahulu nikmatnya belakangan,  seperti itu yang dirasakan . Bahagianya sebagai anak kecil terasa luar biasa. 

Pertanyaannya,  sudah luluskah puasa kita sehingga esok kita berhak di wisuda menjadi manusia yang fitrah.  Jangan2 puasa kita mirip bedug,  awal dan akhir puasa,  tengah kosong plong.  Jangan2  kita bisa menahan lapar (perut)  dan dahaga (kerongkongan)  tapi kosong diantaranya (hati,  nurani). Atau aktifitas bawah perut makan intens. Jika demikian,  berhak di wisuda kah kita menjadi manusia yang fitri.  

Atau jangan2 puasa adalah cara kita sembunyi,  mirip bilik sunyi namun di dalamya riuh rendah memuaskan dahaga  syahwat tanpa henti sehingga bulan2 setelahnya,  menjadi terampil bahkan lebih ahli.  Jika sejatinya wisuda lebaran ijazah nya kita pakai 11 bulan berikutnya mengamalkan ilmu di madrasah Ramadhan,  maka yang ini malah sebaliknya .

Lebaran dalam bahasa Jawa berasal dari kata lebar,  selesai atau habis.  Jadi makna lebaran selesai  habis2an,  Ramadhan kita menenun kain kebaikan,  besok kita habiskan tak tersisa.  Sudah lebaran kah kita?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar