Jumat, 08 September 2017

Ketika doa tak tersentuh

 
Hari ini saya menerima pelajaran paling berharga, ketika Tuhan disebut dalam rintihan nestapa, doa dipanjatkan dengasn lafal lirih, namun ia hanya menghuni sunyi, dimana gerangan perginya? Kadang kita ini terlampau nakal untuk sebuah transaksional dengan Nya. Kita ingin mengambil untung namun enggan rugi, padahal posisi bargaining kita lemah teramat lemah.dihadapanNya. Namun sebagaimana manusia hanya bisa merendah ketika tertimpa nestapa, dalam kondisi inipun masih coba menawar dengan angkuhnya.

Mulai bulan agustus hingga september seperti diperlihatkan sebuah film perjalanan manusia dengan berbagai macam sifat yang berujung pada satu hal, kemapanan terhadap hidup selalu diidentikkan dengan kemapanan materi. Saya mencoba mencari literatur efek kemapanan tersebut dari berbagai buku di internet yang kebanyakan pengarangnya adalah produk pendidikan dari kulon. Hasilnya memang dapat diterka, jika anda mapan secara duniawi, kehidupan sudah dalam genggaman. Sebagaimana otak saya agak nakal, lieratur pun dikomparasi dengan kitab suci, kenapa kitab suci?karena otak ini sudah dikontaminasi pendidikan ala kulon yang mengagungkan kehidupan dunia yang membuat saya kering dan tidak menjawab tentang misteri waktu dan masa depan. Padahal unsur kemapanan ada kepastian didalamnya, kepastian yang dimaksud adalah masa depan, sehingga eckhart tolle bilang dalam bukunya the power of now, jika waktu lalu dan esok hanya ilusi. Betul secara logika, namun tidak secara mental, karena manusia selalu ingin tahu kehidupan esoknya.

Di kitab suci keyakinan yang saya anut disana digambarkan  perjalanan manusia dari sebentuk nutfah hingga jadi manusia bernyawa, bagaimana juga perjalanan kelaknya. Sehingga doa yang dianjurkan bukanlah meminta kekayaan, namun meminta ampunan dan selalu ditunjukkan jalan yang lurus. Maksud jalan lurus adalah jalan yang menempatkan manusia pada kondisi menuju rumah abadinya. Dimana rumah itu? kelak di sebuah tempat bernama kampung akhirat. Sehingga aspek asketisme ditekankan, karena dunia dan seisinya hanyalah keindahan yang menipu, alias nisbi. Berdasar dari sana, sebuah visi, misi kehidupan, dijelaskan secara gamblang dengan memberi kisah nyata mengenai umat terdahulu yang memuja materi berakhir dalam kehancuran. Peringatan yang diulang-ulang menghasilkan kesimpulan jelas, dunia bukan keabadian hanya tiket untuk kembali. Dan doa yang paling menyentuh bukanlah doa meminta kelebihan bernama materi, atau meminta dihilangkan dari musibah, namun berisi doa ampunan agar dilapangkan perjalanan pulang dan selalu dibimbing dari gelapnya kehidupan agar diberi terang.

Kembali ke awal, entahlah saya begitu trenyuh melihat sahabat-sahabat saya begitu giat berlomba dalam hal kelimpahan pada doanya tiap malam hingga meneteskan air mata sampai kadang saya ikut juga menangis, namun alpa jika doa transaksioanal begini hanya sementara. Ibarat beli data internet, berlomba cari paket data murah namun tak mencari yang unlimited :-). Kehidupan yang naik turun mirip siang dan malam hanya menyisakan perih jika kita mengikuti gelombangnya. Dapat berkah tertawa dapat musibah nelangsa. Jadi saya mafhum jika doa saya minta kelimpahan kekayaan tidak terkabulkan, orang doanya juga ga serius-serius amat. bahkan doa begituan sudah lama saya tinggalkan, bosen,,,,ga dikabulkan,,, :-))jadi redaksinya saya ganti lebih singkat yang intinya up to you deh Tuhan,,,,:-D. Namun saya serius jika itu dikaitkan dengan cintaNya, demen banget kalau urusannya cinta-cintaan dengan Nya. Jadi dengan belajar mengenal cinta Nya dari sekecil apapun, tiba-tiba diri ini merasa kaya, dan terlampau cukup, hingga tak bisa berkata apa-apa. its enaugh ya,,,Rabb,,,malu hamba, rahmatMu terlampau berlebih sehingga kadang mahluk mu ini tak tahu diri (gaya ini sering diucapkan gurpan, saya tiru,,,hehehehe,,,,).








Tidak ada komentar:

Posting Komentar