Kamis, 13 Maret 2014

antara ritual dan s(e)piritual


Perdebatan yang panjang akhirnya diputuskan untuk dilanjutkan esok hari, dalam gairah untuk beribadah hal itu tentu membanggakan namun tatkala perdebatan yang tidak ada titik temu dan mengarah pada perpecahan meskipun pendapat akhirnya membuat para tetua turun tangan dengan menunda buat dilanjutkan esok hari. Kang Dullah tetua itu mengingatkan agar besok sudah ada kemajuan tanpa perdebatan panas. Pertemuan itu sebenarnya sepele hanya membahas nama apa yang akan diberikan buat mushalla yang akan dibangun, namun menjadi hal yang mengkuatirkan saling merasa paling berhak antara pemuda remas setempat.

Setelah bubar hanya ada beberapa pemuda termasuk saya yang masih bertahan dirumahnya, entah sudah berapa gelas kopi yang lewat kerongkongan namun kami masih ingin ngalor ngidul ngomong lebih santai. Tiba-tiba salah seorang bertanya padanya : Kang kenapa orang yang merasa dekat dengan Tuhan cenderung malah meng-nafikan orang lain. Kang Dullah terperanjat dan menatap pemuda itu seraya bertanya: Lah tahu dekat dengan Tuhan  parameternya apa? Kalau apa yang saya lihat sih ibadahnya kuat, jarang meninggalkan tempat ibadah, jauh dari hal yang diharamkan, pakaiannya aja beda kang, malah ada tanda tertentu diwajah. Kang Dullah pun manggut-manggut: Kamu ga salah bri (namanya sobri) kedekatan pada tuhan memang itu salah satuny,a tapi masih banyak hal yang akan diuji terus selama dia hidup, diantaranya mampu gak menahan godaan untuk saling menyalahkan orang yang ga sepaham dengannya.

Kang dullah pun melanjutkan: Ibarat kita, tubuh itu ada yang kasar dan ada yang halus, yang kasar dinamakan badan yang halus dinamakan ruh. Dalam beribadah demikian juga ada yang dinamakan tubuh kasar dan kita bilang ritual dan ada yang bersifat halus yang sering dinamakan spiritual. Keduanya saling mengisi sehingga kalau ritualnya bagus namun spiritualnya tidak terlihat sama saja kita melihat mayat hidup, demikian pula kalau spiritualnya bagus ritualnya ditinggalkan kita akan melihat hantu hehehe...
Terus mana yang diterima tuhan nantinya,tanya saya apa yang ritualnya rajin walaupun spiritualnya nol besar atau spritualnya lebih besar dari ritualnya. Kang Dullah menarik nafas dalam, hanya Tuhan yang tahu, karena logikanya kalau dua-duanya berjalan berbarengan maka kita menjadi insan yang sempurna. Namun sebagaimana hidup yang membuat kita naik turun maka kesempurnaan pun bergradasi bukann....Tapi begini kita tidak perlu mempersoalkan kedekatan seseorang padaNya, itu teramat pribadi karena berhubungan langsung "empat mata" antara dia dan DIA. Hanya kalau boleh saya mengibaratkan saat kita makin dekat dengan sang Maha, maka pelan dan pasti kita akan makin hening, makin transparan sampai akhirnya hilang tak terlihat dan meniada, yang tertinggal hanya jejak cahayaNya. Namun bila kita mengaku dekat denganNya dan ada sedikitpun rasa bangga, ibarat gerhana matahari total, yang terlihat malah hitam dengan sedikit cahaya di latar belakang, tidak indah bukan.
Saya manggut-manggut mendengarkan dengan seksama apa yang kang Dullah uraikan, malam yang mestinya makin dingin terasa makin sejuk karena saya lihat semua yang hadir merasakan hal sama seperti saya ada sengatan spritual.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar