Rabu, 06 Maret 2013

ini yang lama saya rindui (khittah)


Pada awalnya,,,saya bikin blog ini menjadi semacam kamar pribadi tempat menuangkan semua penat, seperti tempat istirahat untuk saya dan sahabat yang mau melihat kedalam. Sebagai tempat istirahat, saya bebas menuangkan apapun saja tanpa harus dinilai estetikanya. Kamar yang saya beri jendela yang lebar sehingga angin segar pagi dan sore bisa masuk dan kepenatan menjadi sirna hanya dengan mengamati dan berdiam diri disana. Saya pun bebas untuk berekspresi apapun jua tanpa harus takut dengan dikotomi baik-jelek. Saat itu semua berjalan, betapa indahnya ketika menulis menjadi seperti kegiatan bernafas, mengalir begitu saja, mirip dengan seorang petani di sawah bersenandung pujian pada tuhan tanpa harus takut suaranya di cap bariton kek, tenor ke atau fals.

Namun seperti hidup yang mesti berjalan , lama kelamaan banyak tetangga yang melihat isi kamar ini dengan segala komentar. Awalnya heran, lama-lama,,,ini mulai adiksi : narsis sehingga saya terjebak dengan cap, ego mulai muncul. Ibaratnya, kamar pribadi saya mulai dilihat begitu banyak pasang mata sehingga tanpa saya sadari saya mulai menata diri dengan ucapan : ga enak ahh,,,dilihat orang kok bikin tulisan sembarangan (memang tulisan saya bagus apa?) Lama-kelamaan malah jadi bumerang, kalau saya lagi narsis tapi sedikit yang lihat jadi sedih, dan diri ini melambung saat pesona tatapan banyak mata melihat saya sedang bergaya. Saya jadi fashionable untuk tulis menulis karena takut gak banyak mata yang melihat, saya jadi malu untuk telanjang apa adanya. Akibatnya teramat fatal, tulisan yang sebelumnya mengalir bagai bah lama-lama menjadi kering. Awalnya saya tidak tahu kenapa itu terjadi, namun menjadi sesak saat makin banyak orang tak mau melihat pertunjukkan saya. Hasilnya, kamar pribadi tempat saya dan beberapa sahabat untuk rehat kian muram, sahabat pergi saya terbata-bata tanpa sempat bertanya kenapa.

Saya mulai jarang menyambangi kamar ini, ada semacam kekeringan disana bukan kehangatan, jendela yang kemarin selalu gempita, hari ini terlihat kusam. Saya mulai jarang menulis bukan tak bisa tapi semakin sesak saja . Awalnya tulisan saya buat sebagai muara sekarang menjadi makin menyakitkan ketika terjebak dengan pesona pujian. Entah kenapa Gurpan pun makin hari makin asing dimata saya. Banyak yang hendak dikatakan namun hanya menetes di ucapan tak bisa lagi jari ini menari nari mengikuti benak dengan liukan tarian demikian indahnya sampai hendak seperti "trance". Saya makin sadar, kekaguman terhadap pujian telah membuat diri ini menutup pintu dari mata air yang selama ini mengaalir lewat jari-jari saya, terlepas itu bening atau kotor. Belakangan saya menyadarinya sehingga perlu waktu untuk kembali hingga seorang sahabat baru-baru ini bilang : "Bagaimana mungkin kamu bisa hidup dengan tepukan dan kekaguman banyak orang kalau ini malah membutakan. Tuhan yang menciptakan firmanNya saja tidak nervous saat kitab sucinya tidak banyak dibaca orang".

Ya,,ya,,ingin rasanya rasakan telanjang seperti dulu, tanpa peduli apakah itu mengagumkan atau tidak, yang penting hanya menulis dan mengalir tanpa cap ini itu, semuanya serba mengalir. Ini yang lama saya rindui




Tidak ada komentar:

Posting Komentar