Virtual social relationship
Saya pernah nulis status, saat rakyat di takut2i dengan bahaya covid19 sampai titik tertentu itu efektif, setelah itu hilang ketakutannya apalagi saat lapar yang terasa nyata dibanding dengan bayang2 kematian. Lihat saja pelaksanaan PSBB di hari pertama di Jakarta, bukan sepi malah ramai seperti tidak terjadi apa2.
Bukankah itu ironi, sama halnya saat sebaran virus ini mulai merata, dan kita teriak2 kekurangan APD, ternyata kita ini produsen APD terbesar dunia? Jadi apakah kekurangan itu nyata? Yaaa,,, selama ada orang2 yang ambil keuntungan dengan expor ke negara lain. Seperti ironi bantuan APD dari china ternyata dibuat di indonesia. Bukan sekali ini kita jadi negeri ironi (untung bukan tirani). Saat negara malaysia terapkan lockdown, ratusan atau mungkin ribuan TKI di deportasi kembali ke pangkuan pertiwi dengan segala resikonya.
Tapi ada yang lebih ironi yaitu hadirnya covid19 yang membuat kita harus dirumah sebenarnya adalah mencerminkan kita akan keranjingan berselancar dunia Maya. Teman dumay lebih banyak daripada teman realita, silaturahmi dumay lebih intens daripada realita. Apakah bagus? Di titik tertentu ok tapi berefek pada kehangatan sosial yang tidak di dapat dari dunia Maya. Istilah social distancing mungkin mengacu dari sana, kita di suruh silaturahmi sosial di dunia Maya dulu ( virtual social relation ship). Jadi bukankah kehadiran virus ini akan membuat intensitas kita di internet lebih tinggi seperti yang kita harapkan.
Big ironi.... 😥😥
Tidak ada komentar:
Posting Komentar