bertahun tahun kuketuk pintu Mu lama tak terbuka setelah terbuka baru sadar ternyata aku mengetuknya dari dalam #rumi
Jumat, 03 Agustus 2012
s(e)piritual
Beberapa hari ini saya menemani sahabat yang menurut saya teramat baik untuk dilukai, namun dia mendapatkannya secara bertubi-tubi. Mulai di cap tidak koperatif, sampai di warnai merah karena dirasa tidak mampu melakukan tugas. Yang terakhir dan membuat trenyuh atas "ketidak mampuannya" tersebut membuat dia rela kehilangan separuh pendapatannya, tanpa melalui proses yang namanya evaluasi. Saya memang bukan ahli managemen, yang namanya Plan-Do-Evaluation mestinya merupakan hal yang jamak. Namun hal terakhir ini mungkin tak dilakukan. Dengan menahan agar matanya tidak keluar air dia hanya bisa pasrah.
Apa yang ingin saya perbincangkan adalah, gejala untuk saling menafikan orang lain saat ini seperti tak kehilangan taji (meskipun ada ramadhan). Demi kedudukan, kenyamanan, fasilitas semua rela dilakukan untuk "menghapus" seseorang. Yang membuat masygul, itu dilakukan terkadang oleh orang yang tutur katanya tidak saja lembut namun ritualnya yang membuat saya terpesona. Saya kadang berfikir kenapa Tuhan masih saja menyajikan melodrama seperti ini? sedangkan di lain tempat, sahabat yang ritualnya bisa dikategorikan subversif, sudah ngomongnya sedikit kasar, ceplas-ceplos, namun jangan ditanya, hampir sepertiga harta dan pendapatannya dicadangkan untuk menolong sesama tanpa banyak orang tahu.
Akhirnya memang ada jarak, antara spiritual dan ritual, tidak harus bergandengan, dan entah kebetulan saya menemukannya sering kali berjarak. Orang yang santun secara ritual namun berubah sebaliknya saat itu menyangkut ego diri. Sedangkan sahabat yang lain sepi secara ritual, namun kesehariannya mengagumkan, gampang menangis saat melihat penderitaan orang lain.Dan ini membuat hidupnya menjadi lebih damai seperti tidak ada beban keduniaan dalam dirinya. Saat saya tanya dia berkata:" wing,,,saya harus banyak belajar untuk menjalankan ritual keyakinan saya, dan masih jauh dari itu. Namun tatkala kita memiliki kemampuan untuk meringankan beban orang lain, menurut saya tidak harus fasih secara ritual dulu untuk melakukannya"..Saya melongo mendengarnya, karena itu yang dikatakan khatib shalat jum'at siang tadi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar