Ketika hidup mulai direnggut oleh waktu dan berhitung mundur dimulai saat kita menghirup nafas pertama kali di dunia, sunyi jeda sesaat dan tangisan pertama menandai perjalanan sendiri untuk kembali. Kita memulainya dengan pemahaman dan meng-eja satu per satu berbagai nama dan makna.
Usia, bukanlah angka namun terminal waktu dengan moment yang mengharuskan kita berjalan kemana. Dan kita pun disibukkan dengan permainan : naik turun ego mirip roller coaster dan menjadi paham bagaimana diakui ego, harus jadi ini jadi itu, mencapai ini dan itu. Lantas kita klaim keberhasilan adalah puncak sukses hidup itu sendiri.
Namun cara memahami hidup tanpa memahami makna mati, mirip memahami istri dari kecantikan raga, kegagalan kemana kita melangkah akhirnya memastikan bahwa kehidupan dunia hanya akhir tanpa ada apa apa setelahnya. Di sudut kalbu, kita makin terasing dengan diri, usia makin bertambah makin disibukkan pencarian makna hidup itu apa. Kita mengira kehidupan adalah memiliki segalanya di dunia, dan minta dengan sebutan kaya.
Namun sebagaimana kita tahu, kekayaan kita hanya segenggam kepalan tangan, makin di genggam makin meluruh. Karena jika definisi memiliki segalanya di dunia, berarti kita tak harus menggenggam namun mendekap kehidupan, bukan mengepal tapi membuka kepalan, menengadah sembari selaraskan denyut jantungmu dengan denyyt semesta.
Dan diujung pengembaraanmu, panggilan kalbumu makin menyiksa, kematian begitu menakutkan karena sesal akan yang kamu peroleh ternyata sia sia belaka. Rintihan sesalmu lewat air mata menyisakan cahaya, hidup bukanlah mencari tapi memberi. Saat denting panggilan waktumu segera tiba, sesalmu makin menjadi, ternyata sang Maha begitu santun, segala kesalahanmu akan dibawa ke hadapan Nya untuk ditanya: kemana saja cinta Ku engkay bawa, AKU tak menginginkan apapun jua kecuali kecintaanmu pada Ku.
Linangan sesal yang menyesakkan ternyata cinta Nya diabaikan kau tak sanggup mendengar bisikan lembut : Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah
irji’ii ilaa Rabbiki
raadhiyatan mardhiyyah
Fadkhulii fii ‘ibaadii
wadkhulii jannatii
“Hai jiwa yang tenang
Kembalilah kamu kepada Tuhanmu
dengan hati puas lagi diridhai
Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu
Maka masuklah ke dalam surga-Ku"
#morningwith,,,,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar