Suka atau tidak,perjalanan hidup siapapun juga akan pernah menemui titik nadir di kehidupannya. Bisa saja disaat itu mereka tidak kekurangan apapun dari sisi materi namun terpuruk karena misal kesehatannya terganggu ditengah puncak karir. Atau bisa saja karena sebuah kesalahan kecil yang terakumulasi menjadikan hidup terombang ambing dalam ketidak pastian dan sesal. Hidup memang pilihan dan pilihannya terbatas: mundur atau terus maju, bergerak atau berhenti.
Jika hidup kita asumsikan flat,hanya bergerak di ruang dan waktu, saya yakin pada suatu titik ia akan menemui apa yang saya sebutkan di atas, sehingga di konseling2 motivasi menyarankan untuk menjaga keseimbangan antara kehidupan raga dan jiwa. Banyak yang bisa dilakukan, dikira besar dimana kehidupan sedikit keras, grup2 perjalanan wisata baik wisata raga maupun ruhani tumbuh subur. Apalagi ditengah tuntutan yang makin tak ramah kepentingan untk mengistirahatkan raga dengan memberi kesempatan jiwa u tuk rehat makin diperhatikan sekarang.
Beranjak dari sana, telah lama saya belajar untuk memeluk dikotomi ini dalam satu genggaman,tak berjarak dalam kesenangan dan kesedihan. Dapat kebahagiaan syukur karena nikmat Tuhan yang Maha pengasih. Dapat kesedihan, dengan menundukan air mata saya belajar berucap syukur karena diingatkan untuk tidak takabur, belajar introspeksi jika saya ini hanya manusia dengan banyak kelemahan. Itu menjadikan belajar betapa syukur, ikhlas dan rendah hati penting untuk selalu dipraktekkan dalam keseharian. Satu hal lagi yang saya pelajari,apapun kehidupan kita,semua telah sempurna. Taman yang indah bukan berarti semua berjalan semaunya tanpa arah, harus ada saatnya dibiarkan tumbuh dan waktu yang lain di pangkas. Hidup juga demikian, kadang ada saatnya kita dipangkas saat lain dibiarkan tumbuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar