"ketika keikhlasan membuat semua dalam genggaman, masih relevankah bertanya tentang ukuran"
#Gede Prama-Kebahagiaan yang membebaskan
Setiap ramadhan selalu memberikan nuansanya sendiri dari tahun ke tahun, seperti tahun ini seperti memberikan "view" indah. Tahun ini saya lebih banyak puasa di Tuban dengan cuaca yang biasanya panas, untungnya telah memasuki musim bediding/dingin sehingga suhu juga sedikit sejuk. Namun yang lebih penting, setiap ramadhan selalu ada keajaiban sendiri, keajaiban pertama ternyata puasa tahun ini diberi berkah dengan pendalaman yang intens tentang makna puasa itu sendiri. Yang kedua, anak semata wayang saya hadir seperti mengucapkan selamat berpuasa untuk ayahnya. Dan yang ketiga mungkin agak berlebihan namun nyatanya begitu, saya diberi kesempatan untuk bisa tarawih di sebuah masjid di Tuban peninggalan yayasan muslim pancasila, dan masih asli arsitekturnya. Masjid yang dibangun di jaman era pak harto seperti kebanyakan, telah banyak menghilang sisi arsitekturnya yang khas segi lima. Namun disini masih tetap dipertahankan. Bisa tarawih adakah hal yang saya rindui karena suatu sebab kadang tahun tahun kemarin tidak bisa saya lakukan.
Puasa, menjadi semacam tempat, menjadi oase yang selalu saya rindui, bagaimana tidak, puasa menjadi tempat asyik masyuk kita bermesraan denganNya. Kita bisa curhat tentang apapun denganNya dan langsung didengar. Mau minta ini itu, pangkat, rejeki, dunia atau apapun semuanya bisa dihaturkan di bulan puasa. Dalam bahasa sederhana, puasa adalah tempet pertemuan kita secara spiritual denganNya secara langsung. Begitu banyak keiistimewaan bulan ramadhan sampai-sampai disaat akhir ramadhan begitu kentara salam perpisahannya dengan awal suara takbir. Disana kadang kita meneteskan air mata. Perjumpaan yang singklat hanya untuk menunda tahun depan hal yang belum tentu akan kita jumpai.
Seperti kutipan diatas, puasa sebenarnya melatih kita berjarak dengan ego, membentuk ikhjlas yang true ikhlas, real ikhlas. Saat itu sampai, semua bentuk ukuran dualisme : sedikit-banyak, tinggi-rendah, kaya-miskin, megah-sederhana, pejabat-pegawai hanya pernak-pernik yang tidak begitu penting, semuanya tenggelam dalam keikhlasan untuk mencapai ridhaNya. Hanya kadang, puasa menjadi hal seremonial belaka, gebyarnya hanya diawal dan akhir, selebihnya berakhir begitu saja tanpa mendapat apapun juga. Tapi begitulah, kadang sebuah momen terlewat begitu saja tanpa menyisakan jejak kearifan sampai waktu mendatangi untuk berkata : usai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar