bertahun tahun kuketuk pintu Mu lama tak terbuka setelah terbuka baru sadar ternyata aku mengetuknya dari dalam #rumi
Senin, 20 Oktober 2014
this is us
Dalam sekotak kanvas, lantas kita disuruh melukis apapun jua, warna apapun jua, sketsa, goresan, gambar apapun jua. Apa yang akan kita lukiskan disana, pemandangan, abstraksi, silhuete dengan warna warni atau satu warna saja, atau hanya sebuah noktah, atau hanya diam saja tanpa melakukan apa-apa. Inilah kita, disuruh memberi warna, pola dan coretan didalamnya. Apapun yang tertuang di kanvas itu sebenarnya menggambarkan diri, kita, makna kita ada disana. Jadi kanvas adalah makna diri.
Bayangkan bila kanvas itu adalah kehidupan, diri ini disuruh menjalaninya dengan mengisi hidup ini dengan "lukisan". Ada yang menggambar sawah dan jadilah kita petani, ada yang menggambar pabrik, jadilah kita pengusaha bahkan ada yang tidak melakukan apa-apa sehingga jadilah kita penonton tanpa berbuat apa-apa. Ada yang menggambar dengan warna hitam sehingga hidup selalu tampak muram, atau lain kali ada yang bermain satu warna emas sehingga terlihat berbinar dan tampak membosankan.
Jadi tugas kita memberi makna pada hidup diri sendiri, apapun itu, makna hidup memberi spirit pada jiwa tertentu. Ada yang gegap gempita seluruh kanvas kehidupannya bergerak dari materi-uang-harta, ada yang bergerak dengan monopoli kekuasaan dan hegemoni, ada yang cukup tenang dengan berdoa berdoa dan berdoa. Ada yang merasa hidup ini hanya ketidak adilan sehingga isinya hanya amarah dan air mata, ada yang merasa semuanya telah cukup sehingga hidupnya di abdikan untuk sesama. Pengusaha, penguasa,petani, pendoa semuanya sempurna di tempatnya masing-masing. Saat kita menghadapNya dengan membawa lukisan masing-masing, Tuhan hanya berkata : Bukan seberapa indah dan seberapa besar yang kamu dapatkan dari kehidupan, Aku hanya perlu bertanya seberapa besar dan indah kehidupan yang Aku berikan padamu berguna buat sesama.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar