bertahun tahun kuketuk pintu Mu lama tak terbuka setelah terbuka baru sadar ternyata aku mengetuknya dari dalam #rumi
Senin, 27 Oktober 2014
"kita"
"kita?"
- ya siapa lagi?
"jadi untuk semua yang telah dilakukan kamu menyebut aku-kamu jadi kita?"
- adakah istilah yang lebih bermakna dari kata itu?
"lantas siapa kamu?"
-bukankah telah lama jika aku-kamu-kita hanya sebentuk entitas tak berdaya, hanya debu di penglihatanNya
"lantas kalau begitu kenapa harus ada kita?"
-ini hanyalah awalan untuk membedakan dengan mereka
"jadi ini persoalan apa?"
-hanyalah masalah kecil namun kadang mereka terlalu melebihkannya sehingga menjadi kabur makna awalnya"
" makna apakah itu?
-perihal kehidupan yang telah menjadi tanya bagi sebagian orang dulu hingga kini, selalu menanyakan makna hidup yang telah lama kita jelaskan namun tetap saja aku harus berumpama
"perumpamaan apa yang pernah kita bicarakan?
- begini, andai kehidupan ini berhenti didunia, gejala apa yang akan kau rasakan
" hidup menjadi lebih pragmatis, lebih kering, lebih kosong
- bagaimana bisa disimpulkan seperti itu?
" trah manusia selalu menuangkan meaning alias makna dalam hidupnya, sampai pada kesimpulan ia bukan benda, hanya bagiannya, namun ada hal yang lebih tinggi dari sekedar itu, ada hal yang lebih dirindukannya seperti keadilan, kedamaian, kesejatian sehingga sampai pada percaya bahwa manusia juga bagian dari ruh, spirit yang selalu bergerak pada kutub itu
- maksudnya?
" suka atau tidak, percaya atau tidak, dalam kehampaan, dalam kekosongan, saat memeluk benda-benda, manusia merindukan sesuatu, yang jika dicari dan didekati ada perasaan damai didalamnya. Dan itu menjadi sebuah keniscayaan sampai pada titik tertentu manusia menjadi rendah pada makrokosmos kehidupan dan percaya tidak ada sebuah kebetulan di kehidupan ini semua telah terpola.
- siapa yang membuat itu?
" siapapun yang memiliki kekuatan Maha besar dan Maha Mencipta
- Tuhan?
" Itu hanya sebutan yang tidak mewakili secara keseluruhan, bagaimana perumpamaan yang disebutkan?
- andai dunia adalah taman yang indah, pekerjaan kita adalah memelihara agar taman itu indah dan berbunga, bunga sekali lagi bunga tujuan kita. Namun bunga tak akan terjadi bila kita tidak menanamnya, memupuknya, memotong menyiangi bahkan menggemburkan tanahnya. Dengan menggemburkan tanah kita percaya bunga kan mekar, demikian juga saat memupuk, menyiangi bahkan menyirami.
- Anggap saja aktifitas itu mewakili kehidupan di dunia sedangkan bunga mewakili kehidupan nanti. Jadi bagaimana mungkin mengharapkan bunga mekar jika aktifitas itu tidak dilakukan, demikian juga sebaliknya, bagaimana mungkin taman ini indah jika yang dilakukan hanya menanam yang tak bisa berbunga.
" jadi inikah kita?
-ya inilah kita, yang dicari selama ini, yang kita kira menempel di materi, benda kekuasaan, kecenderungan ego,,,inilah kita, yang jadi kesayanganNya sebagai entitas paling sempurna di mataNya, jadi mengapa harus menjadi gelisah kalau kelak bunga itu akan mekar sempurna setelah kita merawatnya
Senin, 20 Oktober 2014
Jika
Jika kecenderungan hanya sebuah kata nisbi
dimana akan bertemu dengan keabadian
bila ucapan cinta bermakna : ia datang hanya untuk menangis
Jika cahaya hanya bisa dipahami dengan wajah menunduk
bagaimana bisa melihat kelembutannya
bila kegelapan hanya terusir pada wajah yang diam
Jika awal dan akhir bermula di tempat yang sama
bagaimana bisa keangkuhan bertahta
bila tahu itu hanya serpihan sesal yang kelak akan sirna
Jika cinta sejati bersanding di kedalaman jiwa
mengapa harus ada derai air mata dan perih
bila kelak juga bersua denganMu
this is us
Dalam sekotak kanvas, lantas kita disuruh melukis apapun jua, warna apapun jua, sketsa, goresan, gambar apapun jua. Apa yang akan kita lukiskan disana, pemandangan, abstraksi, silhuete dengan warna warni atau satu warna saja, atau hanya sebuah noktah, atau hanya diam saja tanpa melakukan apa-apa. Inilah kita, disuruh memberi warna, pola dan coretan didalamnya. Apapun yang tertuang di kanvas itu sebenarnya menggambarkan diri, kita, makna kita ada disana. Jadi kanvas adalah makna diri.
Bayangkan bila kanvas itu adalah kehidupan, diri ini disuruh menjalaninya dengan mengisi hidup ini dengan "lukisan". Ada yang menggambar sawah dan jadilah kita petani, ada yang menggambar pabrik, jadilah kita pengusaha bahkan ada yang tidak melakukan apa-apa sehingga jadilah kita penonton tanpa berbuat apa-apa. Ada yang menggambar dengan warna hitam sehingga hidup selalu tampak muram, atau lain kali ada yang bermain satu warna emas sehingga terlihat berbinar dan tampak membosankan.
Jadi tugas kita memberi makna pada hidup diri sendiri, apapun itu, makna hidup memberi spirit pada jiwa tertentu. Ada yang gegap gempita seluruh kanvas kehidupannya bergerak dari materi-uang-harta, ada yang bergerak dengan monopoli kekuasaan dan hegemoni, ada yang cukup tenang dengan berdoa berdoa dan berdoa. Ada yang merasa hidup ini hanya ketidak adilan sehingga isinya hanya amarah dan air mata, ada yang merasa semuanya telah cukup sehingga hidupnya di abdikan untuk sesama. Pengusaha, penguasa,petani, pendoa semuanya sempurna di tempatnya masing-masing. Saat kita menghadapNya dengan membawa lukisan masing-masing, Tuhan hanya berkata : Bukan seberapa indah dan seberapa besar yang kamu dapatkan dari kehidupan, Aku hanya perlu bertanya seberapa besar dan indah kehidupan yang Aku berikan padamu berguna buat sesama.
Kamis, 16 Oktober 2014
dua tanda
kalau berdiri disudut waktu
sementara hatimu mencari rindu
akankah kau biarkan cahaya menusuk dengan kesakitan
kalau kelembutannya tak bisa mendengar keluhmu
selalu saja tak tahu kemana akan berpijak
ketika ragu bersenda gurau dengan bimbang
selalu saja meninggalkan jejak
luka dan tikam
sementara hatimu mencari rindu
akankah kau biarkan cahaya menusuk dengan kesakitan
kalau kelembutannya tak bisa mendengar keluhmu
selalu saja tak tahu kemana akan berpijak
ketika ragu bersenda gurau dengan bimbang
selalu saja meninggalkan jejak
luka dan tikam
lekang
lekang
seperti menguntai mimpi dengan sekali tiupan
ia mencari kemana sebenarnya hidup berkehendak
dijemari yang rindu akan kebaikan ia berwujud doa
dikaki penari ia menjelma menjadi ritme spiritual
ditangan pendosa ia menjelma jadi air mata sesal
ditengah sunyi ia menjadi raja keabadian
jadi,,,
ketika senyum tak lagi bisa menyejukkan
hanya ada satu yang akan men-sirna lekang
Ia
seperti menguntai mimpi dengan sekali tiupan
ia mencari kemana sebenarnya hidup berkehendak
dijemari yang rindu akan kebaikan ia berwujud doa
dikaki penari ia menjelma menjadi ritme spiritual
ditangan pendosa ia menjelma jadi air mata sesal
ditengah sunyi ia menjadi raja keabadian
jadi,,,
ketika senyum tak lagi bisa menyejukkan
hanya ada satu yang akan men-sirna lekang
Ia
Minggu, 12 Oktober 2014
waktu
Waktu,,,
seperti untai daun yang esok tanggal satu per satu
meninggalkan semua kemelekatan hanya untuk kembali
selebihnya pucuk akan tumbuh lagi lantas sebagian menguning
dan,,tanggal esok hari
Waktu,,,
terlalu diam untuk berkata:
aku berjalan secepat cahaya sehingga sebelum tiba
sesal menyeringai sembari berkata :
aku terlambat menyadarinya
Bukankah hidup sebenarnya memintal waktu
dibuat untuk merenda kebaikan satu hari
selebihnya,,,hanya kembali esok
sampai kita terlena,,
perlahan tanggal seperti untai daun
dan kita punguti sesal yang tiada
seperti untai daun yang esok tanggal satu per satu
meninggalkan semua kemelekatan hanya untuk kembali
selebihnya pucuk akan tumbuh lagi lantas sebagian menguning
dan,,tanggal esok hari
Waktu,,,
terlalu diam untuk berkata:
aku berjalan secepat cahaya sehingga sebelum tiba
sesal menyeringai sembari berkata :
aku terlambat menyadarinya
Bukankah hidup sebenarnya memintal waktu
dibuat untuk merenda kebaikan satu hari
selebihnya,,,hanya kembali esok
sampai kita terlena,,
perlahan tanggal seperti untai daun
dan kita punguti sesal yang tiada
Senin, 06 Oktober 2014
Rei*
hamba hanya meminjam cahayamu
hamba coba merenda kebaikan
dan menelisiknya di benang waktu tak terhingga
bukankah ini demi waktu yang tak bisa hamba taati
ketika ujung tak berharap terpisah awal
kebesaran hanya bisa teruji dengan doa
doa hanya terlantun dengan hati melembut
ketika semuanya telah ada dan pada tempatnya
harapan hanya jadi lenguh yang tersisa
*Rei terjemahan dari bahasa portugis berarti raja
hamba coba merenda kebaikan
dan menelisiknya di benang waktu tak terhingga
bukankah ini demi waktu yang tak bisa hamba taati
ketika ujung tak berharap terpisah awal
kebesaran hanya bisa teruji dengan doa
doa hanya terlantun dengan hati melembut
ketika semuanya telah ada dan pada tempatnya
harapan hanya jadi lenguh yang tersisa
*Rei terjemahan dari bahasa portugis berarti raja
kelok sungai
kelok sungai selalu memberi cerita
kisah yang beda namun berakhir sama
boleh saja likunya meliuk liuk tanpa asa
tetap saja menanti diujung muara
kembali ke asal sebelum bertemu hidup
bukan saja rahasia hidup terpatri disana
terbenam di bebatuan yang kita sangka itu akhir
sebab,,tetap saja kadang kita tak mengerti
kenapa harus ada liku bila tenang di haribaan
tempat kedalaman yang membeningkan
kisah yang beda namun berakhir sama
boleh saja likunya meliuk liuk tanpa asa
tetap saja menanti diujung muara
kembali ke asal sebelum bertemu hidup
bukan saja rahasia hidup terpatri disana
terbenam di bebatuan yang kita sangka itu akhir
sebab,,tetap saja kadang kita tak mengerti
kenapa harus ada liku bila tenang di haribaan
tempat kedalaman yang membeningkan
pun
lelap tak ada beda
karena,,pun,,akan menanti
langkah hanya akan kembali
disana,,pun,,menunggu setia
hidup hanya mengulang kisah
sebab waktu bertanya pada,,pun,,
bukankah cerita akan selalu berawal
dengan epilog cantik
berakhir dimana,,pun,,telah terlelap
karena,,pun,,akan menanti
langkah hanya akan kembali
disana,,pun,,menunggu setia
hidup hanya mengulang kisah
sebab waktu bertanya pada,,pun,,
bukankah cerita akan selalu berawal
dengan epilog cantik
berakhir dimana,,pun,,telah terlelap
Langganan:
Postingan (Atom)