bertahun tahun kuketuk pintu Mu lama tak terbuka setelah terbuka baru sadar ternyata aku mengetuknya dari dalam #rumi
Jumat, 18 April 2014
don't
Minggu-minggu ini saya begitu disibukkan dengan menerima tamu bernama "penyadaran", kenapa nama itu baru disebut? karena saya bertemu dengan banyak orang dengan berbagai latar belakang namun memiliki hal yang sama : mengeluh atau secara harfiah ingin diartikan i'm very important person alias VIP yang samar di tatto di keningnya :-D. Sebenarnya mahluk bernama mengeluh bukanlah negatif selama keluhan itu tidak jauh dari kekurangan diri untuk bisa memperbaiki kebaikan. Namun kalau yang dikeluhkan adalah ego yang tidak mendapat tempat semestinya :) sehingga harus merasa jadi orang "termiskin" sedunia dan menjadi toksik buat yang lain, ini jadi masalah.
Entah kenapa,,,perjalanan selalu menemukan orang-orang terbaik untuk menjadi cermin, berawal dari sebuah keinginan yang berujung kegagalan seorang sahabat mulai mencari-cari apa yang salah pada orang lain (bukan diri) yang menyebabkan dirinya jatuh dari harapan yang telah dibangunnya lama. Di lain hari saya tersandera hampir seharian untuk mendengarkan perdebatan yang ujungnya hanya sepele (menurut saya) siapa yang paling benar. Dan di lain waktu menjadi keranjang sampah untuk mendengarkan seorang sahabat tentang sakitnya yang tak kunjung sembuh sehingga menguras tabungannya berpindah dari rekeningnya ke rekening dokter, padahal analisa lab tak satupun penyakit ngendon.
Saya mengalami penyadaran bahwa semua keluhan itu alami sifatnya dalam takaran tertentu, reaksi diri terhadap problem, dan saat itu berlebihan maka ego yang mendorongnya. Kalau itu tak segera dipadamkan ia seperti memberi bensin pada jerami dan terbakar dengan cepat. Ego memang menuntut kalau tiap diri adalah V.I.P, namun memberi peluang seluasnya pada ego sama saja berjalan dengan mata buta alias tidak mendengar orang lain.Efeknya jelas seperti yang diceritakan diatas. Hari ini ditengah semua kesulitan dan persaingan yang makin keras, keluhan teriakan ketidak puasan makin nyaring terdengar, dibutuhkan kearifan sendiri buat menegoisasi dengan ego agar ia berjalan menjadi cahaya bukan penghalang buta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar