Saya tidak terkejut ketika hari-hari ini banyak tamu mendatangi saya, tamu yang terhormat itu bernama kesedihan. Hanya saya sendiri tidak tahu mengapa saya menerimanya dengan ketakziman, menjadikannya tamu yang penuh hormat,,,padahal, sebelumnya saya akan menolak sebelum sampai depan pintu. Aneh memang dengan perubahan ini, bukannya mau bangga berteman kesedihan,,, namun saya hanya mau mencoba seperti yang ada di buku, kerennya saya jadi kelinci percobaan untuk diri sendiri. Buku itu bilang, apapun kesedihan adalah vitamin yang menguatkan jiwa,,,
Saat itu datang,,,saya terguncang, sampai tidak tidur semalaman sibuk menemani sang tamu sambil bertanya-tanya seperti apakah wajah kesedihan. Awalnya menakutkan,,, sungguh menakutkan, sempat diri ini terlempar,,, namun pelan saya biasakan dengannya,,, ternyata meskipun masih sedikit ragu,,,saya bisa berjabatan tangan. Walau saya belum yakin apakah ia esok akan melumat saya sampai habis tetesan air mata,,, tapi saya menjadi tentram karena dibalik wajahnya yang menakutkan sesungguhnya tersimpan sisi bernama keikhlasan .
Saya tersadar, ternyata yang membuat wajah kesedihan menjadi menakutkan karena tergambar dari pikiran. Karena saya dipaksa untuk bertahan dari ego tentang masa depan yang buram. Bukan sok mau menerima,,,namun saya hanya berusaha untuk tidak menghindar, saya hanya mencari dimana arti totalitas kepasrahan pada Tuhan saat nalar dan logika hanya bagian terkecil dari sebuah perjalanan yang bernama kehidupan. Saya memang belum menemukan makna vitamin jiwa dari kesedihan, mungkin esok setelah berlalunya waktu, atau setelah ia pamit untuk pergi dan berpesan suatu saat akan datang lagi.
Jadi apa lagi yang harus saya katakan kecuali : selamat datang kesedihan,,,
dan itu saya ucapkan dengan senyum paling manis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar