Sabtu, 07 Desember 2024

Doa diantara sepenggal asa

Doa diantara sepenggal asa

Di sebuah kompleks rumah mewah, ada mushala asri tempat ia berdoa dan meminta agar tahun depan mobilnya ganti, dari lambhorgini menjadi ferrari.  Tak lupa meminta pada Nya agar usahanya lancar tanpa henti, agar anak2 nya bisa sekolah di luar negeri.  Ia meminta sambil bercucuran air mata,  dan malaikat pun sesenggukan mencatatnya. 

Di perumahan kelas menengah,  disudut kamar tempat sajadah digelar ia berdoa agar tahun depan naik pangkat agar bisa dapat mobil dinas kantor saat berangkat kerja, tak kepanasan dan kehujanan seperti saat naik motor menyusuri jalanan.  Tak lupa meminta agar gajinya naik ,  biar asap dapur tak berbau sangit, ganti perabotan sesuai pangkat dan bosan menjadi melarat.  Sang malaikat kasihan termangu dan mengangguk2 sambil mencatat. 

Di perumahan sederhana  ia berdoa agar hari ini tak di PHK,  juga meminta agar jualan istrinya dilancarkan seperti air mengalir,  keluarganya diberi kesehatan agar tak sakit karena biaya yang makin lama makin mahal setinggi langit.  Malaikat trenyuh dan hati hati mencatat setiap pinta. 

Disudut jalanan, seorang tua tak kuasa hanya meringkuk di trotoar,  berdoa hanya kemewahan tiada tara,  meskipun permintaan nya teramat sederhana.  Katanya : Tuhan aku tak meminta apapun kecuali hari ini bisa makan.  Malaikat memeluknya sambil tersenyum tak mencatat apapun. 

Setelahnya ia melesat ke langit, melapor ke jibril tentang permintaan manusia dan jibril menghadap Nya.  Tuhan tersenyum,  semua pinta dikabulkannya tanpa terkecuali,  namun kelak manusia akan mempertanggungjawabkan apa yang AKU beri, kecuali orang tua itu yang   tak memiliki apapun hanya kesanggupan bertahan dalam hidup.   

Tiba2 langit hening, rinai hujan perlahan turun makin lama makin deras,  mirip suara memuji keagungan Nya; daun , batu,  pohon hingga burung yang meringkuk memuji nama Nya.


Menikmati hujan sore

Menikmati hujan sore

Naaak,,,,, kehidupan mungkin akan makin tak menemui kemesraan andai dirimu tahu. Semua berkisah tentang pencapaian2 kehidupan bertolok ukur materi. Kesanggupan mengingat Nya pun dilandasi transaksional belaka, bahkan dalam setiap doa. Mencari Tuhan makin lama makin mahal, beribu orang berdoa hanya untuk meminta dikabulkan dalam urusan duniawi, namun lupa meminta ampunan di jalan kehidupan keabadian .

Andai kau mengalaminya, keniscayaan hanya dipahami semu, bahkan makin saling tak memahami satu sama lain. Esok dipandang dengan was was seolah ia kabut yang tak akan pergi. Sukses di ukur hanya pencapaian tertentu, seberapa banyak, seberapa tinggi, tak masalah walau harus menggadaikan nurani.

Kamu tahu, di pojok2 jaman, sang waskita memandang dengan nelangsa, betapa anak manusia berlari tanpa henti hingga detak jantung terengah memandangi tubuh yang perlahan alami artropi. Inikah jaman dimana kepintaran melebihi kerendah hatian. Kuasa dipakai untuk diri sendiri, bukan untuk mendamaikan sesama.

(Tiba2 terdengar anak2 kecil berteriak sambil berlari, ahhh anak2 yang meramaikan mushala, rupanya magrib hampir tiba,,,,,,ketiduran sudah terlampau biasa).