Beruntung, ane kenal seorang jukir dari arudam, dengan sedikit ngomong bahasa mereka, ane dapat tempat khusus persis didepan kantor karena dianggap taretan alias sodara. Orangnya kecil, lincah cekatan ngatur mobil parkir. Pernah seharian ane lupa mobil gak terkunci sampai sore di jagain sama dia, dan ane kasih duit parkir lebih, dan itu membuatnya seneng. Istrinya di BKO(bawah kendali operasi) di spot parkiran, dengan jual buah2an, kopi dan makanan ringan yang menurut ane murah, sehingga gak pernah nawar tinggal tunjuk buah ini itu sorenya bawa pulang buat oleh2 istri hehehe,,,, dan itu membuat dia dan istrinya seneng, sampai harganya dibawah lainnya.
Dari sana nama broedin dan syaripah (mbak Sari) muncul, terinspirasi dari mereka berdua. Di kalangan pekerja bawah seputaran kembang jepun memang banyak diisi orang dari madura, mengisi kekosongan dengan jualan makanan, kopi, minuman lainnya. Makanya saat "toron"alias hari rayanya orang madura saat idhul adha, mereka pada pulang kampung, kesemrawutan parkir terasa. Apalagi cari makan siang dan kopi.
Dan ane hafal tipikal mereka, sangat bersahabat, pekerja keras dan suka bergurau, apa saja dikomentari mulai politisi sampai pejabat negara. Kadang idiom2 yang dilontarkan membuat pikiran ini jadi fresh, dengan keterbatasan yang ada, mereka sangat cerdas. Dari sana lah ide menulis tentang broedin muncul,,,, sebuah keasyikan kultural masyarakat kelas bawah dengan segala keruwetannya, namun disikapi dengan pasrah dan gembira. Jangan2 ini lokal wisdom yg membuat masyarakat kita bertahan dari gempuran kesulitan yg sepertinya di paku secara struktural,,,,
Tiba2 ada yg manggil dari ibu penjual rujak cingur langganan ane: "sayaaanggg,,,,, rujake siap"
(Ente kalau kesana jangan kaget, pelanggan setia alias loyal customer seperti ane dan yg lainnya, selalu diberi panggilan kehormatan sayaaaang,,,, hehehe)
#kilasbalik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar