Angger nulis
Saat masih tinggal di Situbondo yang namanya jadi ketua erte adalah jabatan seumur hidup, banyak warga enggan jadi ketua erte karena di sibuk kan dengan urusan remeh-temeh yang kadang menyita perasaan, mulai masalah iuran yang enggan di bayar dan berkilah sok lupa, kerja bakti lingkungan yang sepi peminat tapi suara paling keras kalau komplain sampah tak terurus, sampai ngurusin warga yang kebetulan pejabat publik tapi masih sering dibawa ke lingkungan seolah dia adalah bigboss.
Saya bayangkan setingkat organisasi paling bawah saja ribetnya bukan main, apalagi ngurus negara, bisa kurus badan. Sehingga kalau ada wacana ngurus negara ditambahi satu periode lagi, saya malah usul, mirip ketua erte gimana kalau seumur hidup. Bukan tanpa sebab, jabatan publik hanya tersedia bagi orang yang lapang dada, jembar atine, dan memang seneng ngurusin yang remeh-temeh.
Apakah ini demokratis? Kata ini tidak pernah ada dalam peradaban kita sampai dikenalkan oleh wong kulon dengan mengatakan : puncak peradaban adalah melibatkan rakyat dalam ngurusin negara. Aslinya, rakyat gak ngurus hal begituan, males karena sudah direpotkan dengan cari nafkah, esok yang makin madesu, harga2 yang mulai terkerek mirip upacara bendera tiap hari senin saat kita sekolah dulu.
Peradaban kita hanya mengenal gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kertaraharjo kurang lebih artinya kemakmuran lahir batin menghasilkan kedamaian dalam skala luas, dan itu dihasilkan bukan karena bangsa ini menganut paham demokratis tapi kerajaan. Sialnya, paham demokratis ini mirip barang dagangan yang pemiliknya enggan memakainya. Diuji cobakan dulu ke para "customer" sambil dilihat setangguh apa yang namanya democrazy,,,, eh demokratis. Model2 begini kata temen saya yang tionghoa : amsiong atau kata broedin sohib saya orang arudam : lokka tak aderre, luka tapi ga berdarah.
Coba, dimana di dunia ini ada bangsa yang setahan bangsa kita, negeri kaya raya tapi kemakmurannya hanya mampir dalam mimpi dan kekayaan negeri ini buat ngongkosi kemakmuran negara lain mulai Belanda Portugis, Spanyol amerika hingga jepang. Jadi kalau mereka mentang2 alias sok bener karena sok kaya, mereka belum makmur beneran. Kita saja yang bener2 kaya, gayanya gak begitu malah andap asor.
Entahlah Tuhan memang menciptakan bangsa ini dengan pertimbangan teramat dalam untuk ngayomi bangsa lain, sehingga baik software dan hardware nya telah disiapkan Tuhan sedemikian rupa, menjadikan rakyatnya tahan banting sehingga begitu di "kaploki" malah bilang " iki ngaplok opo ngelus2".
Gak percaya? Saat bangsa lain mengejar kebahagiaan dengan kerja keras agar dapat uang banyak dan dari uang itu bisa dipakai keliling dunia, kebahagiaan itu kita peroleh hanya dengan cangkruk di warkop, dan hanya anak2 muda bangsa ini berani melamar anak orang dengan gelar: pengangguran, tidak ada keberanian seperti itu ada di anak2 muda bangsa model di eropah sana.
Jadi jika dirimu ditanya apakah kamu ada darah Indonesia pasti kamu bingung dan menjawab enggak, sebab indonesia baru ada gak sampai 75 tahun, sedang peradaban nenek moyang kita sudah kebih dari ratusan tahun mengarungi samudera sampai ke Madagaskar saat eropah dan amerikah sedang dalam masa kegelapan alias jahiliyah. Loh kok sekarang malah dibalik, mbahe jahiliyah dipuja sebagai pembawa peradaban modern .padahal mbah2mu disik sudah lebih maju dari mereka.