Ketika "mencari" jadi kata tak berarti
Ketika ruang waktu jadi serpihan masa lalu
Ketika rahasia menjadi tabir buta
Ketika embun pagi tak cukup lembutkan prasangka
Kemana jeda melangkah meninggalkan hari
Mungkin harus menepi,,,
Menepi menemui sunyi?
kata itu tak berarti lagi kini
bertahun tahun kuketuk pintu Mu lama tak terbuka setelah terbuka baru sadar ternyata aku mengetuknya dari dalam #rumi
Selasa, 23 September 2014
Jumat, 19 September 2014
jejak ke seribu
ini jejak yang ke seribu
setelah bertahan dengan senandung sunyi
kidung suci yang membawa cahaya
hingga penantian kelak tiba
perjalanan bukanlah sisakan waktu
itu seperti mencari jejakMu dalam rindu
setelah bertahan dengan senandung sunyi
kidung suci yang membawa cahaya
hingga penantian kelak tiba
perjalanan bukanlah sisakan waktu
itu seperti mencari jejakMu dalam rindu
kita tak pernah tahu
1.
kita tak benar-benar tahu dimana langkah ini jeda
seperti tak pernah benar tahu ufuk dimana kita berhenti
setiap hari hanya menyusur jejak yang lekang
2.
kadang ,,,menoleh ke belakang seperti tersaput kabut
menyeringai hanya untuk memastikan ini adalah kebenaran
namun di lain waktu kepasrahan bukan ingkar hanya niscaya
yang coba kita pegang erat
3.
kita tak pernah tahu kapan berhenti bukan
bukankah hanya mimpi yang membawa sejauh ini
berharap celotehan anak kecil yang kita sangka itu kita
menemani jadi penghantar tidur kemudian terlelap
kita pernah bermimpi seperti itu
kita tak benar-benar tahu dimana langkah ini jeda
seperti tak pernah benar tahu ufuk dimana kita berhenti
setiap hari hanya menyusur jejak yang lekang
2.
kadang ,,,menoleh ke belakang seperti tersaput kabut
menyeringai hanya untuk memastikan ini adalah kebenaran
namun di lain waktu kepasrahan bukan ingkar hanya niscaya
yang coba kita pegang erat
3.
kita tak pernah tahu kapan berhenti bukan
bukankah hanya mimpi yang membawa sejauh ini
berharap celotehan anak kecil yang kita sangka itu kita
menemani jadi penghantar tidur kemudian terlelap
kita pernah bermimpi seperti itu
Selasa, 09 September 2014
rumah dan "rumah" kita
Ketika pergi sejauh-jauh yang kita rindui hanya rumah
Saat tenggelam dalam bahagia kita ingin membaginya di rumah
Ketika pedih menghampiri kita selalu ingin menghapusnya di rumah
Bukankah rumah selalu menerima kita apa adanya
Bukankah rumah selalu menyediakan dirinya tanpa jeda
Kita menangis rumah menjadi tempat membasuhnya
Kita bahagia rumah menyediakan gempita
Ada yang membangun rumah beralas tahta
Sebagian lain dengan tumpukan materi tak ada habisnya
Ada yang membangun labirin didalamnya tanpa tahu kenapa
Ada yang mengira rumah adalah tumpukan ego belaka
Jadi rumah sejati yang bagaimana?
Rumah sejati itu beralas fana
Atap dan temboknya tiada
Pintu dan jendelanya istiqamah
Berpagar syukur dan tafakur
Semua menunduk dalam tawaduk
Kalau segala hanya milikNya
Saat tenggelam dalam bahagia kita ingin membaginya di rumah
Ketika pedih menghampiri kita selalu ingin menghapusnya di rumah
Bukankah rumah selalu menerima kita apa adanya
Bukankah rumah selalu menyediakan dirinya tanpa jeda
Kita menangis rumah menjadi tempat membasuhnya
Kita bahagia rumah menyediakan gempita
Ada yang membangun rumah beralas tahta
Sebagian lain dengan tumpukan materi tak ada habisnya
Ada yang membangun labirin didalamnya tanpa tahu kenapa
Ada yang mengira rumah adalah tumpukan ego belaka
Jadi rumah sejati yang bagaimana?
Rumah sejati itu beralas fana
Atap dan temboknya tiada
Pintu dan jendelanya istiqamah
Berpagar syukur dan tafakur
Semua menunduk dalam tawaduk
Kalau segala hanya milikNya
Langganan:
Postingan (Atom)