Minggu, 25 September 2016

Another time

Kudekap waktu hanya buat menuliskan kisah perjalanan,tentang daun jatuh,embun yang memudar, hujan yang berdenting,semua terhirup dalam nafas dan lena

Bukankah semua kisah pasti ada akhir,seperti perjalanan harus ada henti?namun hidup mengharuskan cerita hanya punya jeda,sisanya : cinta

Jadi,bila diujung jalan langkah berhenti,biar kelokan waktu membawamu merunut kemana akan pergi,mungkin ketika matahari tertambat di ufuk

Seraya pandangi langit yg memerah dengan menghitung satu persatu burung yang pulang, mirip aku,katamu,tiba-tiba teringat perjalanan awalnya,di titik nadir

Apapun itu ,semua punya rasa bahagia
meskipun agak tersembunyi dibalik tangis
kelak kita baru tahu sebuah perjalanan
mirip denting seruling, indah dan indah


Sabtu, 24 September 2016

Love will keep us a life

Hidup bukanlah rutinitas pagi menemui pagi dan kita meneruskan hari dengan cara yang sama

Bukan pula menghitungi bintang dengan cara bandingkannya cahaya mana yang paling terang sembari berpelukan seolah hanya dengan begitu dingin menjadi romantisme,,,, diam

Bahkan lain kali kita berdebat ditengah panas kemacetan siapa yang merasa kentut duluan untuk tidak ada yang saling mengakui

Atau kamu pernah saling marah hanya karena kecerewetanku dirimu lupa kunci rumah dengan kran masih menyala

Lain kali dirimu mengeluh romantisku hilang, hanya karena kejutan kecil yang selama ini membuatmu terperangah sambil menangis bombai (jujur menyesal juga kenapa hal kecil ini namun teramat berarti, aku sering lupakan)

Apapun itu, kita masih terus melangkah bukan,  dengan senyum yang berkembang,  entahlah usia mature-ku rasanya terlambat mengerti, betapa sayangmu melebihi asa dan rindu yang kadang kau bisikkan saat tidur lelapku

Aku hanya ingin bilang : love will keep us a life,,,,,
"Cinta akan membuat kita tetap hidup"
#piping's HBD

Kamis, 22 September 2016

Titik itu

Bagi saya, setiap fragment hidup mirip titik-titik yang berjajar banyak dan berwarna warni,  bukan tugas kita untuk menariknya jadi garis panjang.  berwarna warni karena begitulah hidup, ada tutik hitam, putih, abu-abu, merah, hijau biru. Semua punya nuansanya sendiri dan telah lama saya belajar untuk tidak menghakimi setiap warna,  sebab ia mewakili jejak yang membentuk diri ini sekarang.

Mirip seperti kompos yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tertentu jadi pupuk.  Begitulah saya belajar memahami hidup.  Banyak hal dimasa lalu terjebak jadi sampah hidup, namun waktu memberi kesempatan belajar untuk mengolah semuanya jadi kompos meskipun harus tertatih. Inilah indahnya, bukan terletak pada hasil akhir namun proses.

Saya juga telah lama belajar mengelola rasa sakit menjadi imunitas yang berguna buat sesama.  Mirip dengan sistem "biofloc" dimana semua rasa sakit harus di dispersikan ke atas kemudian di kelola untuk jadi "enzim" yang berguna buat "ekosistem".

Dengan begitulah saya belajar tentang hidup,  teramat beruntung lingkup pekerjaan yang dilakukan banyak berhubungan dengan alam,  karena dari sana alam mengajari saya kemana arah hidup harus dituju.  Dalam bahasa lain,  ia berkata : belajarlah meniada, karena tingkatan tertinggi maqom manusia ada disana

Rabu, 21 September 2016

Re-intro(ketika daun itu bersedih)

Sore ketika maghrib tiba saya sedang dalam perjalanan ketika sebuah pesan pendek masuk dari nomor yang tak dikenal ,isinya secara ringkas dia keberatan dengan tulisan, status yang terpampang di sosmed yang saya miliki, utamanya di twitter, facebook. Alasannya dua hal 1. Sahabat saya( saya menyebut begitu untuk orang yang saya kenal maupun tidak) merasa dirugikan dengan tulisan itu baik secara fisik dan mental karena akan membangun opini yang menyudutkan dia akhirnya,  2. Sahabat saya ini merasa apapun tulisan yang dibuat merupakan pencitraan diri yang sebenarnya tidak bersih-bersih amat alias secara tak langsung menggolongkan diri saya sebagai munafikun.

Apakah saya marah? bukan marah hanya geli, karena apapun tulisan itu tidak menyudutkan orang tertentu, menyindir satire iya, tapi dimaksudkan kepada diri sendiri atau yang merasa kesindir.  Setelah sekian tahun menjadi blogger (istilah yang disematkan sahabat lain)  baru kali ini ada sahabat yang merasa setiap aksara dan kalimat yang saya tulis meruntuhkan integritasnya.  Saya tidak terkejut karena tetap akan saya hargai opini demikian sebagai pemberi warna di kanvas ini.

Sejujurnya, menulis sudah saya lakukan saat masih sekolah dasar, tulisan pendek di buku harian berupa puisi yang kemudian di SMP sedikit berkembang esai pendek,  berlanjut di SMA yang kemudian menemukan wadah waktu kuliah.  Tidak ada hal yang mengasyikkan kecuali jurnalistik sehingga merasa ini panggilan hidup. Meskipun akhirnya tidak jadi kesana malah kesasar di tempat yang memang saya sukai juga,  kegiatan menulis masih tetap saya lakukan hingga kini. Jadi ketika ada sahabat keberatan dengan status dan tulisan saya di sosmed sedih rasanya.

Akhirnya meskipun berat saya ingin agar sahabat saya melupakan kepedihan akibat efek dari tulisan itu maka mulai esok untuk sementara waktu saya vakum dari status di twitter, facebok, WA (akan saya batasi)  kecuali lingkup pekerjaan.  Anggap saja ini sebuah re- intro untuk sebuah kedalaman,  mungkin ini yang terbaik.  Saya sisakan satu,  blog ini karena mirip rumah kedua. Entahlah dalam perspektif lebih vulgar, jika teman saya menemukan kebahagiaan atas kesakitan yang saya alami, saya bersedia melakukannya.  Jika merasa ini adalah sebuah bentuk kepasrahan alias menyerah, saya menyebutnya : waktunya jadi kepompong setelah lama jadi ulat 😀😀

Senin, 19 September 2016

TamuKu

Tamu Allah
Selamat datang dirumahKu, engkau bersedia jauh jauh mendatangi undanganKu kalau bukan karena rahman rahim terus apa lagi? seyakinnya engkau tiba di rumah sejati bukan karena sebuah panggilan status atau gengsi yang hanya merupakan remah kecil bagian kehidupan.

Sungguh kedatanganmu ke rumahKu membuat Aku dan khadamKu tergopoh gopoh untuk memuliakanmu sehingga karena takut tidak bisa menghormatimu, ada pernak pernik kecil kekurangan, sedikit percikan api, sesuatu jatuh sehingga melukaimu, sampaikan permohonan maafKu, karena sungguh Aku teramat menghargai pengorbananmu hanya untuk menjadi tamuKu, sebuah penghormatan bagiKu, bukti cinta darimu.

Tak dapat dipungkiri, tak semua niat, tendensi dan kecenderungan bisa istiqamah, Aku pahami itu seperti tak semua mata batin terjaga seperti mata wadag, sehingga ada sebagian yang lain begitu memuja, mencoba memahami bagian dari rumahKu dengan mata lahir, dengan melihat kemegahan, dan mengabadikannya. Semoga itu tidak mengurangi secuilpun niat mu bertemu Aku.

Selamat datang dirumahKu, selamat datang dirumah sejatimu, sebaik baik kembali adalah berserah diri dengan niat yang suci dan fitri

Senin, 12 September 2016

Episode cinta piping's

Sejauh waktu kita memandang bukankah ada jejak yang terkadang kita harus menitikkan air mata,dan menyakitkan bukan, saat satu persatu daun meluruh, orang bilang musim gugur tiba dan kita menyebutnya episode cinta yang luruh.

Dan hari ini kita tersenyum betapa dulu kita salah tingkah dengan air mata yang mirip embun namun keluar dari kelopak mata. Seolah hidup memberi pelajaran, kerasnya hati hanya bisa dilembutkan dengan air mata. Kita menyebutnya episode cinta penuh kelembutan.

Lantas setelah mendaki terjalnya problema, dan meluncur dari lembah bernama bahagia, naik lagi, turun lagi, kita mendapati diri ini kesasar di sebuah tempat yang tak tahu dimana.  Kita menyeringai menahan tawa. Bukan karena lucu, tapi sejauh berjalan selalu kembali di tempat yang sama: sunyi.  Dan dengan gagah kita menyebutnya episode Cinta tak bernama.

Jadi, langkah yang meninggalkan tapak dulu memerihkan kaki,  hari ini hanya senyum belaka, dan kita memeluknya,  merangkainya, menjadi kolase berbagai warna. Kita pajang itu dilangit sore saat senja memerah tersaput mendung mirip jelaga, dan bagai kanvas raksasa kita memandang sambil menggenggam tangan ini dengan penuh takjub. Kita menyebutnya episode Cinta picisan.

Yaa,,ya,, cinta picisan karena dibalik senja yang hampir gelap, mirip cerita film romantis korea, aku bisikkan: i love u, dengan lembut dirimu bisikkan juga: bau pete,,
(bau pete kenapa juga doyan saat cium bibirmu)

#met ultah piping tersayang, hidup bukankah lebih merona jika ada sedikit kepaitan disana, mirip kesukaanmu capuchino tanpa gula; 😘😘

Sabtu, 03 September 2016

Rinai(air mata yang hilang)

Saya hanya menatap nanar saat malaikat maut menjemput satu satu cinta yg kupunya,seolah mengambilnya dengan sekali tegukan,dan ini jejak apa?

Mirip kenangan dalam pelarian,kita menggapainya dgn sebutan yg tak akan makin dimengerti,karena apapun bernama jarak,waktu membiusnya

Dan makna rindu pun hanya remah pasir yg akan luruh namun jejaknya terpatri di kedalaman hati,saya menyebutnya lena

Namun mirip cerita yang ada happy ending,itu semua harus ada ujung bukan,dan aneh kepedihan menurutmu happy ending,bagian terbaiknya adalah:

"tertawa namun tak bisa pungkiri air mata akhirnya luluh jg bersama2",seolah saat diam ada bisikkan:love can't be understood by mere laughter

Its about,,,

Kutemui dirimu dalam derit waktu,sengaja alurnya mirip kelok yg kita punya, kebetulan?inilah hidup,skenario hanya bagian tersisa,selebihnya anomali bicara

Kita membuncah mimpi dan membiarkannya terbawa angin dengan
harapan suatu saat menemui damainya sendiri

Dan pada tengah malam kita bertanya,kebodohan apalagi yg telah kita buat?jawabannya hanya tertawa terbahak hingga bintang beringsut terganggu

Hingga tatkala subuh hampir tiba,pertanyaan yg tak pernah terjawab adalah siapa kita sebenarnya?kadang kita merasa mirip awan,hujan,bahkan kupu2

Tatkala pagi menyambar,teganya kita merasa seperti embun yang terbuang di daun kering dan kita menyesali rasa nasib ini dengan menyeringai