Senin, 23 Mei 2016

The night

The Night
Malam mungkin akan melewatimu sebentar diantara desah nafas yang selalu menyebut namaMu,,,esok juga akan ada matahari yang akan memberimu asa,,,bukankah ini hanya jeda untuk memberimu detik yang akan menghilangkan hina. Buakankah ini kesempatan dirimu buat menguntai doa dengan siraman air mata. Di sudut sudut malam, diantara kantuk yang menggenang, rasa, dera, dan kepahitan, hanya goresan di ujung pena. Saat mengering, kau akan tahu itu jadi bagian lukisan hidup yang indah dengan memandangnya dari kejauhan. Waktu memberi itu, senyuman,,,

Jadi, kecemasan apapun yang hari ini dan esok ada, mirip dengan suara rintik hujan yang sebenarnya segera sirna ketika jatuh, tak ada yang harus dikuatirkan, dan tak usah dipahami dengan jargon apapun, semua akan terlewati tanpa ada apa-apa. Satu hal yang harus kalian lakukan hanyalah satu hal: biarkan segala hal menyelesaikan masalahnya sendiri dengan cara apapun, yang penting diantara bait-bait doa yang terucap, kamu hanya meng-agungkan nama Nya, bukan hal pinta, karena itulah cinta sesungguhnya.

Sabtu, 21 Mei 2016

Road


Kami hanya coba merunuti jalan dimana embun pernah memberi kesejukan, kami juga merunuti jalan yang sering dianggap gegap gempita dengan  menamainya "jalan sunyi". Angin, matahari, hujan, hutan, gunung hanyalah persinggahan sementara untuk memahami betapa berkah hanya bisa dicapai dengan kerendahan hati. Kami mengagumi pohon yang diam namun selalu bersyukur selama sehari semalam hanya untuk bertumbuh mengikuti cahaya.

Jalan di depan kami adalah mencari bukan "mencari", kami tidak bergerak keluar namun ke dalam, memahami kalbu dengan membawa kenikmatan dari mata wadag dan mata batin untuk mengerti betapa jalan sunyi hanyalah cara bergerak menemui berkah dan karuniaNya. Tidak semua kami memahaminya dengan urutan logika yang bisa memenjara, terkadang hanya dengan mata buta.  Bila semua terukur dengan dikotomi dan angka, dualitas yang membuat kami tak bisa bergerak dan menjebak, ijinkan memaknainya dengan kelembutan dan keindahan, inti dari kemanusiaan. Kami bukanlah filsuf, bukan pula pencari kebenaran, hanya seorang yang nyadong keikhlasanNya, kasih sayangNya, mengemis cintaNya.

Baju kami hanyalah syukur, selimut kami rendah hati, sepatu kami adalah keikhlasan, dan perjalanan kami hanyalah cinta. Mungkin sudah terlalu biasa jika ini disalah pahami, sebab kesepian tak menyingkirkan dan menghindari menuju tempat sepi. Kami menjalaninya di lahan-lahan keramaian, pusat ego manusia di sudut sudut jaman. Mengolah sampah peradaban yang ter(di)singkirkan menjadi cahaya dan keindahan, lahan subur untuk ditanami dengan nafas ke-esaan, dan merawat menumbuhkannya dengan cinta. Biar kelak ketika nafas dan darah tinggal satu hirupan, harapan kami adalah meninggalkan jejak yang akan mengilhami angin, hujan, pohon, batu,embun, matahari dan semua mahluk bumi untuk selalu berendah hati dalam syukur dan keikhlasan. Sebab buat kami dunia bukanlah tempat memiliki sesuatu namun menakar keikhlasan cintaNya dalam satu tarikan nafas. Dan itu terlalu cukup buat kami, sebutir debu yang pongah mengharap kasih sayangNya,,,:-)

Minggu, 15 Mei 2016

The day


Saat kami terpaku menatap embun yang hilang
ditengah gempita angin menelisik satu persatu relung
di kedalaman kewarasan ini mengejawantah jadi debu
perlahan menghilang menjadi cahaya berpendar dibalik mentari
episode ini kami selesaikan saat daun pun perlahan menjuntai
menunduk syukur di ribuan dengung suara lebah diantara kelopak bunga
kau tahu?ini mirip suara dzikir yang begitu lembut mengagungkanMu
hanya sedikit yang bisa mendengar, hanya sedikit yang bisa melihat
betapa ritmis kehidupan ini, betapa cinta telah jadi DNA dalam nafas kami
dan dimana egoisme dan keserakahan bersembunyi tatkala semua hanya,,,
bagian terkecil dari esaNya,,,?

Remind


Malang, minggu 15 mei 2016
Malang pagi ini seperti menyambut embun dengan ritme spiritual yang mengagumkan, setelah berhari hari kemarin menelusuri jalanan Tuban yang berdebu karena lama tak hujan, kembali ke Malang seperti recovery pikiran dan hati. Ada banyak hal yang saya kangeni, diantaranya taman kecil depan rumah beberapa hari ini saya tinggal kemungkinan tertunduk layu, dengan senang hati menyiraminya biar segar lagi mirip dengan badan dan hati, kelelahan memang harus di istirahatkan bukan disingkirkan.

Berbeda dengan yang lain, semenjak Adinda di asuh sendiri oleh Tuhan kami tak memiliki tanggungan apapun kecuali hutang cinta pada kehidupan. Banyak hal yang saya dan istri lakukan setelah lewati bamyak kelokan, yang ujungnya pada kesadaran bahwa hidup adalah pendar cintaNya. Ini membawa pada pemahaman baru bahwa hidup kami adalah mengeja cintaNya. Setiap nafas, tiap niat, tiap doa yang kami pinta, semuanya hanya cinta belaka. Entahlah ini membuat semacam kedamaian dan keindahan yang subyektif buat kami, ada semacam sengatan spiritual disana.

Di dunia barat, saya pernah melihatnya di televisi, spiritualisme dicari dengan treatment diantaranya bercakap-cakap dengan pohon dihutan, menyapa dan menyentuh pohon seolah pohon tersebut bisa mendengar. Hasilnya memang menakjubkan, kadar hormon kortisol turun drastis. Di dunia timur bahkan spiritualisme bisa dicapai dengan bercakap-cakap dengan kematian. Ini menegaskan betapa kehidupan akan bermakna setelah kita paham apa sebenarnya kematian.

Kembali pada pagi, Malang pagi ini dengan matahari yang belum sempurna menyembul, kesejukannya masih terasa, dan setiap hirupannya membawa saya kepada kesadaran bahwa apapun kita hari ini, hidup harus di syukuri, hanya dengan itu kita menghargai setiap detik apa yang diberikan kehidupan.

Sabtu, 14 Mei 2016

Pagi ini


Saya hanya bisa meniti alif ba ta tsa
mengulanginya berkali kali namun
tetap saja hamzah,,,ya hanya ada di kejauhan
khatam hanya jeruji yang pandai bersembunyi
tabir semu yang sengaja tak akan nampak dimatamu
namun batin berkata itu sudah cukup mengena
tatkala orang bijak berkata: hidup tak hanya meniti huruf
melakoninya tanpa penghayatan itu sia2

Mungkin saya terlalu naif kalau yang bisa di eja
hanya huruf-huruf yang menguntai menjadi terbaca
C-I-N-T-A,,,dan tiba tiba angin mengangguk daun menjuntai
pagi ini serasa pagi yang lain
entah kenapa

Jumat, 13 Mei 2016

Tuban 13 mei 2016


Tuban13 mei 2016
Senja di kota ini saat melewati kotanya selalu memberikan banyak kenangan, kota yang mendewasakan diri secara spiritual banyak memberi keajaiban. Mungkin karena kota wali sehingga spiritualisme-nya begitu menyengat di kota ini. Tuhan terasa begitu dekat saat saya menyambangi kota ini untuk sekian kalinya, bayangan di mata saya sekian tahun lalu selalu di nampakkan orang yang sedang bertumbuh. Ada sahabat yang begitu bernafsu dengan urusan dunia hingga apapun dijalani dengan meninggalkan etika kemanusiaannya. Ada sahabat yang senang menafikan sahabat lainnya hanya karena urusan sepele. Ada sahabat yang tulus menjalani hidup ini sehingga kesehariannya begitu damai. Saya begitu takjub mengamatinya dan semua itu sedang bertumbuh menuju cahaya yang sama, kelak akan bertemu di jalan sunyi yang sama meskipun berawal dari titik yang beda. Entahlah sudah lama saya jatuh cinta dengan kota ini, kota yang memberikan pelajaran hidup bahwa hidup harus apa dan kemana. Tidak salah memang dijuluki kota wali karena cahaya sunan Bonang begitu terasa disana.

Senin, 09 Mei 2016

Detik ini

Detik ini seperti membuang semua hal yang berbau aroma pagi
Setelah semalaman bertarung dengan mimpi2 yg melawan asa
Pagi begitu romantiknya memeluk diantara halimun yg turun di kota ini
Tak elok rasanya melewatkan begitu saja saat embun perlahan menyublim
Berubah menjadi doa dan dengan ritme perlahan seperti baca bait lirih
Tiba2 hidup menjadi kubangan spiritual yang tak harus berlari kesana
(Kabut yg turun pagi ini di kota malang)

Minggu, 01 Mei 2016

Elegi


Pagi menyeringai saat melukisnya diatas langit
bukan karna aku tak mampu menahan tawa
aku juga tak bisa memberi kesedihan
hamparan kabut yang turun menemaninya
membuatnya seperti perawan dengan bedak tebal
sambil menahan tawa aku hanya bilang:
ini pagi yang sempurna

Sempurna,,,yaa,yaa karena semua kisah
hanya bingkai yang terlempar ke masa lalu
dan kelak terangkai jadi elegi
pagi mengatakannya dan aku menahan tawa
"kamu tak mungkin bisa melupakan jejak kemarin"
aku mengangguk lirih,karena tahu
saat pagi memberikan keindahannya
ia hanya menepuk mu dengan  kisah masa lalu