Sabtu, 23 Juli 2016

Drip


Renungan sagu(sabtu malam minggu)
Ada yang salah menurut saya tentang anak,adek,kakak yang masuk dunia kerja, tidak menyalahkan memang karena ada juga kaitannya dengan sistem oendidikan di negeri ini,,,loh,,ko bisa? Entahlah, saya menganggap diri ini  katakanlah "korban" kurikulum se uah rezim dimana ganti rezim akan ganti pula kebijakan sistem pendidikannya. Tapi saya beruntung bisa mengalaminya, mirip dengan pengalaman minum ibat yang pahit jadi bisa membandingkan.

Begini, ada gab dan jarak teramat lebar antara dunia pendidikan dengan dunia kerja. Disekolah anda dinilai pintar jika anda bisa mereduksi kemungkinan kecenderungan setiap kesalahan sehingga anda punya nilai/IP sempurna. Anda dinilai cumlaude bila jejalan SKS  bisa anda selesaikan sengan nilai A semua. Sehingga basdan anda disematkan kategori pintar untuk menyelesaikan seju lah kurikulum. Pembebanan hanya pada kemampuan otak memang tidak salah, namuan akan jadi masalah jika tidak diimbangi dengan budi pekerti, seperti empati, kejujuran,  tanggung jawab.

Sebaliknya, di dunia kerja, kepintaran hanya prasyarat masuk biar anda tidak kelihatan o'on saat menerima tanggung jawab. Penekanannya adalah anda harus mengakomodasi setiap kesalahan bahkan memeluknya biar anda belajar dari kesalahan itu sehingga saat anda diberi beban kerjaan seberat apapun, ada gairah untuk menerima tantangan sehingga anda secara mental akan terus naik kelas. Setiap kenaikan kelas mental anda, berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak, karyawan, bawahan dsb sehingga anda "diganjar" dengan income yang seimbang, menurut saya ini rumusnya. Nah kesuksesan bukanlah ganjaran yang anda terima, itu efek, kesuksesan adalah seberapa besar anda. Erpe ngaruh terhadap kelayakan hidup/hajat banyak orang. Sebwrapa besaranda berguna bagi orang lain.

Susahnya paradigma sukses identik dengan kepintaran di sekolah, masih banyak terjadi dengan mengabaikan empati, kejujuran, tanggung jawab. Kadang saya suka geleng kepala dan miris saat negoisasi salary dikaitkan dengan kepintaran
Tapi begitu diberi beban yang seimbang, lari dari tanggung jawab sengan alasan bahwa kepintaran saya tidak cocok dengan beban ini. Kalau sudah begini saya hanya ngeluh pakai bahasa khas jogja :piye ngene iki jal,,,,(bukqn singkatan dajal hehee). Say i'm sorry,,,kepintaran hanya pondasi anda berfikir runtut dan logis, kepintaran di sekolah akan memudahkan anda untuk pendekatan pekerjaan yang jadi tanggung jawab anda, tapi itu semua tidak cukup, anda tidak mungkin sukses sendiri tanpa bantuan orang lain, anda harus mendukung yang lain juga untuk sukses. Sehingga anda butuh kepintaran emosional, bahkan kepintaran spiritual, hal yang sekarang banyak dikaji di negara yang mengandalkan logika dan otak seperti di barat.

Sekarang  banyak perusahaan mulai mendulang SDM nya dengan menitik beratkan pada EQ bukan IQ dengan alasan yang teramat logis yaitu efisiensi,,,loh,,kok? yup kepintaran otak bisa dinaikkan dengan pelatihan yang benar dan tidak butuh waktu lama, namun kepintaran emosional malah sebaliknya, butuh waktu lama dan itu investasi yang mahal. Bahkan organisasi apapun di masa depan yang akan bertahan akan diisi oleh orang yang secara emosional/EQ/SQ nya tinggi. Jadi masih mau mengandalkan kemampuan anda untuk meraih sukses ?yang perlu anda tahu, definisi sukses bukan terletak pada seberapa tinggi jabatan dan pendapatan anda, namun seberapa besar dampak yang anda berikan untuk kebaikan bersama. Ohh yaa satu lagi, jika anda bekerja demi mendapat uang, akan anda memperolehnya bahkan lebih, namun sukses belum tentu didapat kecuali memiliki uang banyak. Namun jika anda bekerja demi orang banyak, anda tidak saja didukung oleh teman, kolega, namun juga semesta, alam, air, angin, batu, embun, bahkan matahari bintang akan mendukung anda. Apa yang akan diperoleh?saat disana uang adalah hal paling anda abaikan karena bukan masalah utama, yang dirasakan adalah bertemu kata yang sebelumnya diabaikan yaitu : CINTA,,,,percaya?harus hehehee,,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar