Senin, 23 Februari 2015

lola (untitle chapter)


Kemarin, bertemu sahabat yang lama tak menjumpainya, terakhir kira-kira 5 tahun yang lalu bertemu saat shalat ied di malang. Entah kenapa saat itu wajahnya muram dan menghindar, seperti ada beban berat dihari yang fitri. Kemarin bertemu saat belanja di gerai wara laba, berbalik kali ini wajahnya lebih ceria, tanpa disuruh bercerita bagaimana perjalanan karirnya yang hampir mencapai puncak, bisnis pribadinya berjalan lancar (pengamatan saya begitu), dan (ini yang bikin ga enak), saya disuruh melakukan seperti yang dia lakukan untuk mencapai puncak. Saya berterimakasih karena dikasih tips bagaimana bisa melesat ke atas, namun tidak detail bagaimana itu dilakukan. Ini yang membuat saya takut, bercerita panjang lebar bagaimana dia sukses sambil setengah mengintimidasi mental saya secara halus kalau saya sekarang lebih rendah dibawah dia.  Bukannya tidak senang, saya malah ucapkan selamat, namun ketika pencapaian diukur dengan angka-angka, ini yang membuat saya takut. Pertama, takut dengan komitmen saya jika perjalanan hidup hanya sebuah janji antara saya denganNya via jalan sunyi. Kedua, saya takut pencapaian yang berujung benda hanya sementara yang akan diikuti keinginan lain yang lebih tinggi, mental saya terdidik bukan ke arah sana, sehingga ketika ada yang menyalahkan cara yang saya tempuh, saya mulai galau, galau karena ke depan akan seperti apa dia.

Telah lama saya belajar, saat diawal karir, baru nikah, tinggal di Perumahan Mertua Indah, membayangkan bisa ngontrak rumah sendiri begitu nikmat, bayangan saya waktu itu mau tidur dan bangun seenaknya sendiri gak ada yang pekewuh. Begitu bisa kontrak rumah dengan budget terbatas dan mendapati rumah kontrakan jika hujan datang bocor disana sini, kenikmatannya beralih seandainya bisa punya rumah sendiri tentu nikmat saat gak bocor seperti ini. Tuhan mungkin terlalu sayang sehingga saat punya rumah sendiripun kenikmatannya bertambah naik ingin punya ini itu dan sebagaimana ingin datang sesejuk angin, tak ada habisnya permintaan itu. Dan ada harga yang harus dibayar saat semua keinginan dipenuhi olehNya, timbul ketakutan baru, takut kehilangan, takut sakit, takut kembali semula, takut tidak bisa makan enak (walau akhirnya mengurangi makan enak karena kolesterol dan gula). Hidup memang akhirnya hiperbolik, dulu saat pendapatan belum bisa makan enak, hanya bisa makan tahu tempe, suka membayangkan gimana rasanya makan steak. Setelah bisa makan enak tanpa ada batasan, dokter malah melarang dan hanya boleh makan tahu tempe dengan alasan kesehatan.

Apa yang ingin saya tuturkan adalah, sepanjang hidup kita selalu meminta untuk diberi keleluasaan rejeki dariNya, dan Tuhan mengabulkanNya. Namun disaat yang sama keinginan kita naik lagi dengan yang lebih besar, lebih banyak dan Tuhan pun mengabulkannya, demikian seterusnya sampai keinginan itu menjadi toksik untuk kesehatan dan hidup kita dan kembali ke asal. Hidup inikah yang saya inginkan? tidak, setelah alami naik turun kehidupan, ada lelah yang tak tertahankan sehingga saya belajar kemana arah hidup ini harus dijalani. Gurpan memberi tahu bagaimana saya harus belajar bersyukur, dalam kondisi apapun, dilanjutkan bagaimana belajar ikhlas, berat dan teramat berat merubah gaya hidup kebanyakan lantas disuruh menempuh jalan sunyi. Ditengah keduniawian yang berpacu hebat, saya malah disuruh bertapa sama gurpan untuk memeluk sekaligus berjarak dengan apapun. Saya memang lama tak bertemu Gurpan, namun kadang tiba-tiba ada saja sms atau status : broken wing ketika hidup yang sekelumit ini hanya kamu korbankan untuk hal yang sia-sia dan nisbi, apa gak sayang, banyak pengorbanan dari orang tersayang dengan mendoakanmu untuk mencari rizki dengan amanah, namun kamu memberikannya dengan meniadakan hak yang lain dan mereduksi syukur kamu. Entahlah gur,,,saya teramat gembira pernah menemuimu dan memberiku ucapan tak ternilai sehingga saya sampai di kondisi ini. Hidup akhirnya memang begitu indah untuk dijalani dengan rasa syukur.

*Buat gurpan yang kadang suka muncul tiba-tiba, entah dibenak, entah pertemuan langsung, apapun itu engkau adalah Gurpan (guru kehidupan) sesungguhnya



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar