Kamis, 29 Mei 2014

Pinkan poem

Kita berlari menembus ilalang hanya untuk mengejar awan sesaat sebelum hujan datang,  sore indah bertabur burung pipit yang enggan pulang saat menatap jingga dibalik kelabu
hmmm bukankah itu cara menghabiskan sore di padang, sebelum malam kita berlari keluar
hanya sekedar menyapa bintang dan memastikan bulan tak menghalangi keindahannya

Kalau memang hidup hanya seringai tawa, andai kepedihan tiba,,entahlah seperti kau bilang:
kita coba menyeringainya sambil menahan tawa,,,,bahkan saat kesakitan tiba dan perlahan air mata meleleh lewati lekuk pipi dan berakhir di lesung pipitmu, engkau bilang ini bukan menangis, ini cara aku memahami bahagia,,dan aku mengangguk sambil menggaruk, ini bukan yang pertama buatnya.

Satu-satunya dirimu merasa menangis ketika melihat sinetron televisi sambil berkata, aku menangis bukan melihat jalan ceritanya, tapi hanya aneh ada yang bisa buat skenario picisan seperti ini (aku pun tak tahan menahan gelak tawa). Jadi makna sedih buatmu hanyalah ketika melihat dengan gemas semua channel televisi aku pindah hanya untuk menghindar iklan dan melihat sepakbola.

Ini sebuah cara hidup bukan,,setelah lewati semua ini cara kita hidup, berlarian seperti anak kecil bermain layang-layang, melewati semua tanpa rencana dan tiba-tiba terdampar di sebuah waktu tanpa tahu kemana lagi nanti. Katamu kegembiraan seperti memainkan candy crush dan kita berjalan lagi menuju sebuah tempat dimana seseorang tengah menunggu tak sabar hanya untuk berkata : sugar crush,,,




Hidup penuh keajaiban


Manusia yang sudah "sampai" serupa pohon, diluarnya tenang, tapi bekerja 24 jam sehari. Ia jauh dari kemarahan untuk memandang yang salah, jauh dari keserakahan untuk menggemgam yang benar; Nyanyian sunyi-Gede Prama

Beberapa hari ini seperti dibukakan, menyadari hidup ini penuh keajaiban hal yang tidak saya percayai sebelumnya, karena itu hanya ada di kisah-kisah dongeng, namun akhirnya melihatnya sendiri. Keajaiban apa? entahlah saya menemukan orang yang jauh dari rasa benci meskipun dengan terang-terangan ditipu, disakiti oleh sahabat baiknya. Buat saya ajaib karena dibutuhkan mental luar biasa untuk bisa seperti itu. Sahabat saya sebut saja Kang parmin masih dengan ramah  menyuguhkan kopi kesukaan kawannya yang terang-terangan telah menyakitinya. Saat saya tanya kenapa dia hanya menjawab terkekeh, apa salahnya memberi secangkir kopi buat tamu,,tapi dia sudah menipu sampeyan kang?ahhh,,,biarlah wing,,,gusti Allah ora sare. Saya hanya terdiam, karena di jaman yang serba keras sekarang ini langka ketemu orang seperti kang Parmin.

Keajaiban lain adalah hidup ternyata semudah memindah channel televisi, saya agak terkejut awalnya karena setelah jauh berjalan di dunia kerja yang penuh tawa dan air mata dan perlu perjuangan agar bisa mencapai puncak, baru sadar kalau salah memilih channel, itulah hidup yang kita jalani. Buat saya, apapun hidup yang kita jalani seperti memindah channel TV, ada yang suka melodrama, ada yang suka dengan tawa bahagia tergantung diri sendiri mau memilih yang dimana. Anehnya begitu banyak orang ingin sukses dalam hidup ini dengan mengumpulkan materi melebihi keperluannya akhirnya berakhir dengan penyesalan, mirip drama opera. Padahal awalnya hanya ingin tenteram dan bahagia namun salah channel.

Jadi kalau memang semudah itu kenapa banyak orang menjadi lupa? saya tidak bisa menganalisa secara utuh, mungkin,,,ini mungkin,,,sejak kecil dalam otak kita sudah tertanam kalau ingin bahagia kamu harus pilih channel: sekolah setinggi tingginya kemudian kerja mengumpulkan materi maka kamu akan kaya, otomatis tentram dan bahagia (meskipun tidak selalu begitu),seumur hidup ini kita pegang tombol remote control yang itu-itu saja, pilihan lain tidak terlihat. Saya pernah alami itu sampai orang yang saya kasihi mengadu pada Tuhan supaya saya memindah channel yang lain dan Tuhanpun mengabulkan dengan berkenan mengasuhnya, butuh waktu lama untuk melihat pilihan dan begitu tombol kita "pencet" ajaib hidup menjadi lain walau tawa dan air mata masih ada namun dengan warna yang beda.

Saya teramat beruntung bertemu dengan banyak  sahabat yang telah "sampai" seperti kang Parmin, dari penampakan luar biasa saja namun dari tutur katanya saya bisa tahu bagaimana kedalaman hatinya,  begitu mengagumkan. Mungkin orang seperti dia mirip pohon, diam tak perlu banyak bicara namun  tulus menjalani etika kehidupan dalam keseharian, hal yang sangat jarang sekarang ini. Dan bukanlah sebuah kebetulan bertemu mereka, mungkin seperti kang Parmin bilang : kita memencet channel yang sama, sebuah ungkapan kerendah hatian. Buat saya ini indah



Senin, 19 Mei 2014

kenangan seperti peluru


Dia yang saya ingat adalah teman satu kelompok praktikum saat kuliah dulu, satu-satunya wanita dalam kelompok yang pake kerudung dan ramah, logat kental khas malang menjadi ciri khasnya padahal rata-rata dalam kelompok itu dari luar kota sehingga kadang menjadi seru karena harus mengernyit arti kata-katanya yang memang dibolak balik. Jumat kemarin, sahabat saya yang baik ini berkenan memenuhi panggilanNya setelah sekian lama berjuang melawan kanker tulang yang menggerogoti ketahanan tubuhnya. Tuhan berkenan memanggilNya agar bisa mendekap sahabat saya supaya kesakitannya hilang. Saya selalu merasa kehilangan bila ditinggal sahabat yang baik dan kalau orang lain ungkapkan duka dengan selamat jalan saya hanya bisa bilang selamat datang, selamat kembali pulang ke "rumah" sebuah tempat dimana semua pedih dan kesakitan sirna menjelma menjadi bahagia abadi.

Shinto, nama sahabat saya sebenarnya memiliki karir cemerlang di pemkot Batu, namun dengan halus ditolaknya dengan alasan ingin mengabdi pada keluarga, hal yang teramat jarang ada di jaman sekarang, dimana karir menjadi parameter sukses. Dia malah bertindak hal sebaliknya, menolak semua kesempatan yang diberikan, dan cukup bahagia dengan apa yang ada. Entahlah apa memang Tuhan selalu memanggil dulu orang-orang baik untuk menemaniNya, yang jelas apapun jalan kehidupan seseorang selalu memberikan hal yang terindah buat kolega teman dan keluarganya. Dan seperti sebuah jalan yang harus ada akhir, perjalanan sahabat sayapun  begitu, meninggalkan orang yang disayanginya dan meninggalkan kenangan. Apapun kenangan itu, ia  seperti sebuah peluru, melesat ke depan dengan meninggalkan jejak bernama: sunyi.


Jumat, 02 Mei 2014

di tepi waktu yang tak...

hilangkah?
saat diri merunut waktu sampai tepi
batas antara logika dan hentakan batin yang meronta
coba bicara dimana ujung berakhir seperti terminal waktu
berharap dekat denganMu dan itu terlampau dekat
hingga mata tak bisa bedakan mana nyata mana semu
seperti saat bicara tentang dejavu
diri ini terlempar oleh waktu ke masa lalu
dan merasa bukankah itu masa yang belum lewat

jadi,,
hilangkah seperti menjauh dan menjadi titik,,satu titik
dan mendapati kalau makin jauh dan jauh sebenarnya makin menyatu
makin mendekat sampai kemudian sirna,,,
aneh