Minggu, 23 Maret 2014

gadis kecilku


matanya hanya menatapku tanpa seucap kata
namun mampu menusuk dengan tanya : kenapa
kenapa waktu menjadi tak seperti biasanya
saat aku terdiam menerka apa yang dimauinya
perlahan buliran air mata mulai mengalir dari kelopak
dan tanpa sadar sebuah tawa renyahku tiba-tiba terloncat dari mulut
teramat fatal, seperti menghina makin keras tangisannya
tak ada mantra untuk menghentikan tangisanmu
tak ada bujukan yang bisa mendiamkan suara pekak itu

kamu tahu sayang,,,
tak ada maksud membuatmu menangis sekeras itu
tak juga menertawakan melihat gigi ompongmu
ini hanya salah paham yang tak bisa dimengerti orang dewasa sepertiku
ini jarak usia dalam memahami sesuatu aku dan kamu
jadi ketika engkau meminta suatu hal yang tak bisa dipenuhi
kamu tahu cara membuatku beranjak dengan menangis sekeras-kerasnya
bukan cara yang elok kan sayaangg 
memaksa membeli kesukaanmu tengah malam ketika semua telah terlelap

namun inilah hidup bukan
ketika waktu hanya lipatan kecil di sebuah kanvas raksasa bernama cinta
hidup hanya miliki arti saat semua berjalan dalam kelokan cinta
kamu tahu semua itu menjelma jadi lukisan indah
apapun kesedihan dan kegembiraan semua tertoreh disana
ada sudut kecil di kanan bawah yang harus kau baca sayang
disana tertulis kata : kau masih gadis kecilku

refleksi


entah telah berapa lama waktu yang dipunyainya
hanya tinggal sepenggalan ketika dingin menghanyutkan nyali ke tepian
tepi yang selama ini diingininya lewat mimpi yang tak henti
namun saat itu tiba, wajahnya yang pasi hanya bisa menengadah lantas tertunduk
menggumam tentang janji yang tak bisa dipenuhi
tentang keinginan bertamu ke rumahNya
tentang kerinduannya melihat dinding-dinding rumahNya

hasrat memang tak harus berjumpa kenyataan
bunga tak harus dipetik pada waktunya
bisa saja semua sirna dan itu demi kebaikan katamu
ya,,ya,,mimpi esok hari atau sisa harapan yang hilang
sama,,tetaplah sama

Kamis, 13 Maret 2014

antara ritual dan s(e)piritual


Perdebatan yang panjang akhirnya diputuskan untuk dilanjutkan esok hari, dalam gairah untuk beribadah hal itu tentu membanggakan namun tatkala perdebatan yang tidak ada titik temu dan mengarah pada perpecahan meskipun pendapat akhirnya membuat para tetua turun tangan dengan menunda buat dilanjutkan esok hari. Kang Dullah tetua itu mengingatkan agar besok sudah ada kemajuan tanpa perdebatan panas. Pertemuan itu sebenarnya sepele hanya membahas nama apa yang akan diberikan buat mushalla yang akan dibangun, namun menjadi hal yang mengkuatirkan saling merasa paling berhak antara pemuda remas setempat.

Setelah bubar hanya ada beberapa pemuda termasuk saya yang masih bertahan dirumahnya, entah sudah berapa gelas kopi yang lewat kerongkongan namun kami masih ingin ngalor ngidul ngomong lebih santai. Tiba-tiba salah seorang bertanya padanya : Kang kenapa orang yang merasa dekat dengan Tuhan cenderung malah meng-nafikan orang lain. Kang Dullah terperanjat dan menatap pemuda itu seraya bertanya: Lah tahu dekat dengan Tuhan  parameternya apa? Kalau apa yang saya lihat sih ibadahnya kuat, jarang meninggalkan tempat ibadah, jauh dari hal yang diharamkan, pakaiannya aja beda kang, malah ada tanda tertentu diwajah. Kang Dullah pun manggut-manggut: Kamu ga salah bri (namanya sobri) kedekatan pada tuhan memang itu salah satuny,a tapi masih banyak hal yang akan diuji terus selama dia hidup, diantaranya mampu gak menahan godaan untuk saling menyalahkan orang yang ga sepaham dengannya.

Kang dullah pun melanjutkan: Ibarat kita, tubuh itu ada yang kasar dan ada yang halus, yang kasar dinamakan badan yang halus dinamakan ruh. Dalam beribadah demikian juga ada yang dinamakan tubuh kasar dan kita bilang ritual dan ada yang bersifat halus yang sering dinamakan spiritual. Keduanya saling mengisi sehingga kalau ritualnya bagus namun spiritualnya tidak terlihat sama saja kita melihat mayat hidup, demikian pula kalau spiritualnya bagus ritualnya ditinggalkan kita akan melihat hantu hehehe...
Terus mana yang diterima tuhan nantinya,tanya saya apa yang ritualnya rajin walaupun spiritualnya nol besar atau spritualnya lebih besar dari ritualnya. Kang Dullah menarik nafas dalam, hanya Tuhan yang tahu, karena logikanya kalau dua-duanya berjalan berbarengan maka kita menjadi insan yang sempurna. Namun sebagaimana hidup yang membuat kita naik turun maka kesempurnaan pun bergradasi bukann....Tapi begini kita tidak perlu mempersoalkan kedekatan seseorang padaNya, itu teramat pribadi karena berhubungan langsung "empat mata" antara dia dan DIA. Hanya kalau boleh saya mengibaratkan saat kita makin dekat dengan sang Maha, maka pelan dan pasti kita akan makin hening, makin transparan sampai akhirnya hilang tak terlihat dan meniada, yang tertinggal hanya jejak cahayaNya. Namun bila kita mengaku dekat denganNya dan ada sedikitpun rasa bangga, ibarat gerhana matahari total, yang terlihat malah hitam dengan sedikit cahaya di latar belakang, tidak indah bukan.
Saya manggut-manggut mendengarkan dengan seksama apa yang kang Dullah uraikan, malam yang mestinya makin dingin terasa makin sejuk karena saya lihat semua yang hadir merasakan hal sama seperti saya ada sengatan spritual.






Selasa, 11 Maret 2014

Karma versi kang Karmani


Namanya Karmani,,,seorang guru SD yang mengajar kesenian khususnya tari di sebuah SD disebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk kota. Orang memanggilnya Kang Man kadang Kang Karman, dia bisa ditemui kalau habis ngajar di warung kecil  ujung jalan tempat mangkal tukang ojek dan beberapa petani yang kebetulan mampir kesana.
Saya menemuinya karena kebetulan terjebak macet lantas ambil jalur alternatif  dan berhenti sekedar ngopi disana. Kebetulan siang itu hanya ada saya dan kang Man sehingga kami bisa ngobrol ngalor ngidul tentang apapun terutama sepak bola karena kami punya selera yang sama, sama-sama pendukung the Blues :-)

Yang membedakan Kang Karman dengan orang yang lain dan itu membuat saya terkejut adalah filosofi hidupnya. Jebolan sekolah tinggi seni tari yang mengabdikan dirinya di sebuah SD terpencil butuh pengorbanan. Buat dia hidup ini sebenarnya me-nari-kan tarian yang telah diciptakan oleh Tuhan. Tentu saja saya bengong. Baginya keselarasan hubungannya dengan sang pencipta, kehalusan dalam memahamiNya seperti menghayati sebuah tarian. Karena keindahannya disana, katanya. Jadi katanya, suka atau tidak orang akan menari tarian yang diciptakanNya, ada yang kagok, ada yang ragu, ada yang bengong seperti saya. Semua akan dilihat Tuhan dengan senyum. Lantas apa hubungannya dengan karma?

Kang Karmani, entah namanya kebetulan, dia tidak mempercayai karma, saat saya bilang apa bedanya dengan hukum sebab akibat, dia bilang mirip tapi tidak sama. Hubugan sebab akibat dia percayai adanya, berbuat langsung menuai. Kalau pemahaman karma adalah akibat yang diterima dari perbuatan yang tak dilakukannya, buat dia, itu pemikiran yang naif. Misal karena sebab orang tuanya, anaknya yang menerima akibatnya. Itu melecehkan kata kang Man karena memposisikan Tuhan sebagai terdakwa. Hampir saya meloncat dengar kata-katanya, buat saya itu terasa subversib."maksudnya Kang?",,gini mas joko (baru kali ini saya dipanggil dengan taste nama jawa,,hehehe) tiap manusia akan menarikan tariannya masing-masing tak masalah tariannya sempurna atau tidak, lemah gemulai atau tidak, yang penting dia ikhlas menarikannya. "jadi tiap manusia tariannya gak sama kang?",,,injih mas. Jadi kalau orang lain menarikannya salah-salah atau kaku atau malah patah-patah seperti gaya break dance, Tuhan tetap tersenyum. Jadi bagaimana mungkin kita boleh memvonis tarian orang lain salah benar gara-gara kita juga tidak bisa menarikan tarian yang betul, padahal Tuhan telah menitahkan bahwa setiap orang lahir ke dunia akan membawakan tariannya masing-masing. Kalau kita masih mempersoalkannya sama saja menyalahkan Tuhan secara tidak langsung dengan bilang : Tuhan tuh kasih tarian susah banget begini deh jadinya,,,,Gilaa,,,jadi pusing rasanya.

Saya hanya ternganga; "mas,,,hidup bukanlah dilihat dari sebuah keindahan tarian, itu penting tapi dimata Tuhan ada keikhlasan apa gak, ada yang ikhlas menari sebagai petani, saat beranjak kaya dia malah pongah, ada yang pintar menari sebagai orang kaya, saat jatuh dia  malah sakit2an.".
Jadi kang, kata saya: hubungan kausalitas dengan tarian apa? ,,,mas joko,,,kalau kita peka,,kita hanya diminta menarikannya,,gak perlu belajar kita hanya disuruh menirukan tarian Tuhan dan itu sudah ada di depan mata spiritual dan mata wadag kita, jadi kenapa harus menyalahkan orang lain bahkan DIA kalau kita tidak sempurna menarikannya. Hmmm,,saya manggut-mangut sambil memandang wajah Kang Karmani, ada wajah yang tidak bisa disembunyikan, wajah yang tulus suatu hal yang jarang saya temui akhir-akhir ini.











Rabu, 05 Maret 2014

jalan sunyi

di jalan jalan sepi ku menemui mu
dan kita hanya memandang seraya diam dan enggan
didepan ilalang mengusik dengan bunganya yang terbang terbawa angin
entah kenapa kita sibuk dengan pikiran masing-masing
sembari tangan hanya bergulat sendiri
kita menebak nebak apa yang ada setelahnya
sunyi,,,yaa,,yang ada hanya sunyi
sembari bergumam lamat-lamat dirimu berkata
hujan akan hilang sebentar lagi,,,
aku hanya mengangguk
selebihnya hening