Senin, 19 Mei 2014

kenangan seperti peluru


Dia yang saya ingat adalah teman satu kelompok praktikum saat kuliah dulu, satu-satunya wanita dalam kelompok yang pake kerudung dan ramah, logat kental khas malang menjadi ciri khasnya padahal rata-rata dalam kelompok itu dari luar kota sehingga kadang menjadi seru karena harus mengernyit arti kata-katanya yang memang dibolak balik. Jumat kemarin, sahabat saya yang baik ini berkenan memenuhi panggilanNya setelah sekian lama berjuang melawan kanker tulang yang menggerogoti ketahanan tubuhnya. Tuhan berkenan memanggilNya agar bisa mendekap sahabat saya supaya kesakitannya hilang. Saya selalu merasa kehilangan bila ditinggal sahabat yang baik dan kalau orang lain ungkapkan duka dengan selamat jalan saya hanya bisa bilang selamat datang, selamat kembali pulang ke "rumah" sebuah tempat dimana semua pedih dan kesakitan sirna menjelma menjadi bahagia abadi.

Shinto, nama sahabat saya sebenarnya memiliki karir cemerlang di pemkot Batu, namun dengan halus ditolaknya dengan alasan ingin mengabdi pada keluarga, hal yang teramat jarang ada di jaman sekarang, dimana karir menjadi parameter sukses. Dia malah bertindak hal sebaliknya, menolak semua kesempatan yang diberikan, dan cukup bahagia dengan apa yang ada. Entahlah apa memang Tuhan selalu memanggil dulu orang-orang baik untuk menemaniNya, yang jelas apapun jalan kehidupan seseorang selalu memberikan hal yang terindah buat kolega teman dan keluarganya. Dan seperti sebuah jalan yang harus ada akhir, perjalanan sahabat sayapun  begitu, meninggalkan orang yang disayanginya dan meninggalkan kenangan. Apapun kenangan itu, ia  seperti sebuah peluru, melesat ke depan dengan meninggalkan jejak bernama: sunyi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar