Kamis, 27 Juni 2013

Puisi sunyi












Apa persamaan dengan dua gambar diatas? bayi lucu dengan mata bulat menggemaskan dan gambar disebelahnya adalah panorama Bromo dilihat dari pananjakan. Dua gambar itu kelihatan indah bukan,,,sama-sama memiliki ketulusan dan rasa damai buat yang melihatnya. Saya sengaja memuat dua gambar berbeda, satunya begitu lembut dengan mata indah seperti memberi pesan, dibalik kelemahan dan kelembutan memiliki keindahan luar biasa. Satunya, panorama Bromo memberi kesan maskulin,,,landskap alam yang begitu perkasa, namun indah. Saya yakin itu akan menggetarkan hati, sehingga kalau dinilai dengan uang tak akan bisa terbeli.

Seorang sahabat pernah berkelakar, apa ga bosen nulis yang ini-ini terus, ga coba menulis hal yang lebih menantang(?). Entahlah, hal yang beginian saja membuat adiksi, memotret  perjalanan hidup seseorang, alam, kegembiraan, telah memperkaya batin ini. Tak semuanya harus berupa senyum seperti baby diatas, kadang ada juga air mata saat harapan terakhir terengkuh begitu saja. Semuanya berjalan seperti ada yang menulis skenario kalau sejauh-jauh jiwa ini berjalan hanya berujung keindahan.

Ada kiasan mengatakan: gambar bisa bicara lebih dari seribu kata, sebuah potret kehidupan akan memberi aksara teramat panjang untuk menceritakan sebuah frame. Misal saya pernah melihat seorang anak dengan muka pucat pasi saat akan masuk ke ruang dokter gigi, seolah dunia jadi runtuh. Atau lain kali melihat seorang wanita di mall menangis dimarahi atasannya. Lain kali ada anak yang lari di kejar ibunya ketika tahu akan disunat. Buat saya itu indah, seindah melihat sunset di tepi pantai persis ketika saya pulang kerja. Semua itu tak bisa terkatakan, tidak bisa ditulis dengan utuh, keindahannya seperti puisi. Daun gugur, embun pagi, mata bayi, keindahan gunung Bromo, air mata yang meleleh dikelopak, adalah puisi-puisi yang tak terkatakan, dan saya menyebutnya puisi sunyi.































Tidak ada komentar:

Posting Komentar