Rabu, 24 April 2013

kehilangan yang membahagiakan


Konon ada sebuah cerita: Ada seorang bapak dengan 3 orang anak lelaki, yang tengah sakit dan merasa sebentar lagi Tuhan akan memanggilnya. Si sulung dan anak yang tengah tahu kalau ayahnya akan meninggal, meminta agar segera membagi warisannya. sedangkan si bungsu yang selama ini merawat ayahnya hanya terdiam dan masygul. Akhirnya dikumpulkan 3 orang anak. Hari ini aku sengaja memanggil kalian, karena tidak banyak waktu, aku hanya berwasiat, yang akan menerima warisanku adalah, siapa yang bisa memenuhi kamar kosong ini dengan apapun  sebanyak-banyaknya, aku akan mewarisi sebanyak yang kalian isi. Sekarang masing-masing dari kalian aku beri uang Rp.100 ribu. Segera si sulung berangkat dan mengisi sebanyak-banyaknya dengan garam, sementara yang tengah memasukkan apapaun saja dengan uang itu, Saat kemudian dipanggil tentu kedua anaknya tidak mampu memenuhi kamar itu sampai penuh. Ketika giliran si bungsu, yang dilakukannya hanya membeli korek dan lilin, tentu saja seketika kamar itu menjadi benderang dipenuhi lilin. Akhir cerita, si bungsu menerima harta warisan dari sang ayah namun semuanya diberikan kepada kakak-kakaknya, sedang si bungsu memilih pergi setelah ayahnya meninggal.

Moral dari cerita diatas adalah seluas apapun hati ini hanya akan menjadi gelap dan kosong walau berusaha mengisinya dengan benda-benda. Dan menjadi benderang ketika menyinarinya dengan cahaya. Hidup bukanlah berbicara kepedihan saat kita kehilangan, namun bisa membahagiakan saat kehilangan, seperti yang ditunjukkan anak bungsu yang menyerahkan semua harta pada kakaknya dan memilih untuk pergi mencari jalannya sendiri.

Hari ini ada momen yang mengharukan saat perjalanan jauh ke dalam akhirnya menemukan hal yang aneh. Aneh,,,karena saya kehilangan namun membahagiakan, dan ini bukan kisah sedih, ini bercerita tentang bagaimana ketulusan menampakkan wajah aslinya. Telah lama saya belajar untuk tidak sedih saat kehilangan dan tidak terlalu gembira saat memperoleh kebahagiaan. Terasa tawar? tidak,,,karena saya malah belajar untuk tidak melekat pada  apapun. Kalau begitu untuk apa kita hidup kalau hanya ada rasa tawar dalam kehidupan. Entahlah ada hal yang membuat begitu bahagia yang tidak bisa diuraikan kata saat saya merasakan kehilangan, seperti terbebas dari kemelekatan nisbi dan merasa lebih tulus padaNya.Hidup memang tak bisa lepas dari benda, namun saya berusaha belajar untuk tidak terlalu melekat, bahkan dalam cinta. Cinta? apa hubungannya.

Gur Pan pernah bilang seluruh marokosmos hingga mikrokosmos adalah perwujudan dari kasih sayangNya, cinta adalah bagiannya. Ada perbedaan antara cinta dan kasih sayang, cinta selalu menemui kemelekatan sedang kasih sayang tidak. Cinta memiliki rasa sakit dan kehilangan, kasih sayang tak memerlukan itu semua. Awalmya bingung, namun perlahan ketika tubuh ini sering menemui kesakitan perlahan saya bisa membedakannya. Kasih sayang selalu berdampingan dengan ketulusan, tak berharap untuk dibalas dan diberi, baginya cukup ketulusan yang menemani dalam perjalanan menuju kesunyian, tempat semua damai berada dalam genggamanNya. Bukankah semua itu dilakukan demi mendapat ridhaNya.

Jadi, karena suatu hal, hari ini belajar membuat peredam kejut saat kehilangan dan kesedihan datang, kalaupun semua itu menyisakan tanya buat semua orang, saya hanya akan bilang, cukuplah ini menjadi rahasia saya dengan Tuhan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar