Senin, 27 Februari 2012

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana*


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan kata yang tak sempat diucapkan api kepada kayu

yang menjadikannya abu…

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan

yang menjadikannya tiada…

*Sapardi Djoko Damono



when you so tired


Persoalan pilihan hidup memang teramat subyektif, bayangkan seandainya pilihan hidup semua manusia sama, rasanya tawar hidup ini. Keberagaman memang seperti gradasi warna, ada keindahan disana. Problemnya, saat pilihan hidup yang disangka akan memberi bahagia ternyata malah sebaliknya, salahnya dimana?. Diakui atau tidak, pikiran ini telah lama meninggalkan kejernihannya. Tanpa terasa otak kita dicuci bertahun-tahun oleh berbagai hal yang memanjakan ego sampai apa yang dilihat menjadi keniscayaan. Susahnya memanjakan ego selalu tidak signifikan dengan memanjakan sejati diri yang ada di dalam ini. Bayangkan yang dinamakan definisi cantik, ganteng adalah seseorang dengan bentuk tubuh tertentu, sehat? entah, namun ini yang selalu tertanam dibenak bertahun-tahun sehingga dipercaya tanpa sadar harus menjadi patron, dan ini menggelikan.

Jadi ini perkara apa? hal yang paling dasar saja indera kita telah menjadi kabur bagaimana bisa melihat kejernihan hidup? Saya suka dengan joke Mario Teguh: "hanya ABG yang memilih pria TAMPAN, wanita dewasa dan smart memilih pria MAPAN". Anak Baru Gede dalam tahap kehidupannya memang selalu melihat hal yang bersifat fisik semata, tidak bisa disalahkan karena memang harus seperti itu. Namun jika usia makin bertambah, sifat ke-ABG-an masih saja ngendon, ini baru masalah. Semakin usia bertambah seharusnya membuat kita makin bijak. Tapi apa daya saat kejernihan menjauh karena terlampau terpukau dengan hal bersifat fisik dan ego semata, saya kuatir hanya akan menunggu kepedihan menyapa tanpa tahu salahnya dimana. Kita perlu semua hal asal dalam titik keseimbangan, namun saat bandul terlalu berat ke satu arah, tidak dipercaya bagaimana mengatasinya saat dengan pelan bahagia menjauh dari kita.

Kebetulan saya memiliki banyak sahabat dengan tingkatan usia dari yang sudah punya cucu sampai dengan usia cucu sahabat saya. Ada banyak hal yang menarik bergaul dengan mereka. Ada sahabat saya yang hampir mendekati "finish" tapi tidak tahu tujuan hidup ini untuk apa sehingga setiap bertemu selalu saja ceritanya "kering". Materi berlimpah tidak mampu membuat hidup ini menjadi berarti dalam dirinya, ada kebosanan yang tidak bisa ditawar. Sehingga saat saya ajak sekedar untuk menyisihkan untuk membantu, sahabat saya ini menangis, dia bilang baru kali ini apa yang dia lakukan begitu menyentuh hatinya, ada sengatan spiritual buat dia sehingga menjadi adiksi. Belakangan ini dia makin aktif di kegiatan sosial keagamaan. Buat dia ini lebih berharga. Sahabat saya yang lain, anak muda yang bercita-cita tidak muluk, hanya ingin membahagiakan orang tuanya, sebagai cara balas budi karena dia telah dilahirkan ke dunia ini. Caranya? lahir dari keluarga biasa, hari ini sahabat saya lagi berjuang untuk membiayai kuliah adik-adiknya, dan orang tuanya yang sakit-sakitan.

Diujung lain, banyak mereka yang terlena dengan keasyikkan membesarkan ego, tanpa tahu hidup mengarah kemana . Tahu akibatnya? bergerak dari kepedihan yang satu ke kepedihan yang lain, sebagai akibat dari hukum mengikat, ingin memiliki harus siap kehilangan. Kadang saya menangis melihat mereka, dan berharap mereka menemukan "oase" untuk sekedar bernafas bahwa saat hidup ini terlampau lelah untuk dijalani satu-satunya hal adalah menepi dan menyepi.


Rabu, 22 Februari 2012

Jalan Sunyi (Gur Pan version)


Kalau mengira Gur Pan adalah sebuah nama, atau manusia yang telah mengalami pencerahan, saya tidak bisa mengelak. Namun juga bisa salah, karena kadang ia bisa saja berwujud daun kering, embun pagi, semilir angin bahkan debur ombak. Gur Pan juga yang mengajari saya untuk mengenal bahasa paling universal yang bisa dipahami manusia, hewan, batu, awan, yaitu bahasa sunyi. Awalnya pusing juga mengerti maksud Gur Pan, bukankah yang namanya bahasa adalah bertutur, bukan diam, berkata,,,.
Kadang juga beliau berubah wujud jadi manusia, anehnya selalu saja mirip saya. Sehingga saya kadang protes kenapa tidak berubah jadi yang lain, artis kek atau apa kek, biasanya Gur Pan hanya nyengir dan cengengesan,,

Semalam saya dibombardir dengan ucapan yang sebagian tidak saya mengerti, karena mata dan pikiran ini terlampau lelah, saat beliau berkata: mengerti wiiing,,,saya pun mengangguk karena terkantuk kantuk. Jalan sunyi, kata beliau, bukan karena jalannya lempeng dan sunyi, ini pilihan hidup yang tidak banyak disukai orang dan jarang, dikatakan sunyi karena memang jarang orang mau melaluinya. "Bagaimana kita tahu ini jalan keramaian atau jalan sunyi Gur,,,? Awalnya kamu hanya perlu mendobrak pikiran kotak-kotak yang engkau punya, lepas bingkainya. "Terus ?"saya makin pusing, kamu hanya perlu menyepi dari kebiasaan yang ada. "Kemana Gur,,ke gunung, ke Gua atau tempat ibadah?" bukan,,, tapi ke Mall ",,,hahaha yang bener Gur,,,kalau nyepi kesana mah,,doyan,,hihihihi"mang aku pernah bohong sama kamu, sedikit membentak. "iya-iya Gur percaya, tapi nyepi di Mall ngapain disana kan banyak orang, ramai lagi kalau libur" Bukan ngapain kamu disana, tapi bagaimana. "Haduhhh terus saya disuruh apa di mall, belanja?" Yang harus kamu lakukan adalah mengendorkan semua panca indera, mata, telinga, hidung, rasa, lidah juga. "caranya Gur?" Makan saat lapar, minum saat haus, tidur saat mengantuk, " Itu saja?" Iya,,,Mall adalah pusat ego kepuasan diri berkumpul, tarikan indera amat kuat, bisa gak kamu menahan dahaga ego saat disana, bisa gak menahan birahi ego saat melihat tumpukan keinginan yang telah dipoles dengan cahaya indah. Fungsikan indera kamu sesuai keperluannya saja. "Haduhhh pusing Gur,,,,"

Di Mall kamu bisa mengamati bagaimana orang lalu lalang dengan semua beban batin yang digendongnya, amati wajah lelah, gembira, palsu, tulus, amati saja tanpa punya pretensi macam-macam, kemudian dari semua itu simpulkan dengan satu kata. "Hmmm bener Gur lihat mereka ada rasa seneng, sedih, kasihan, juga bahagia" Satu kata winggg,,. " Yaaa,,,Gur, semuanya disimpulkan dengan satu kata : Cinta" Cocok, siip,,tumben kamu pintar winngg,,,senang-sedih, bahagia-kasihan adalah dikotomi hidup yang menyatu tidak bisa dipisah. Ketika kamu bisa memeluknya dengan kemesraan yang sama, dikotomi jadi tak berjarak, saat itu kamu akan melihat wujud cinta yang sebenarnya, bernama kasih sayang. Ia tak berjarak, tak memiliki, tak dimiliki, tidak gembira saat dipuja, tidak nelangsa saat dikhianati, kasih sayang hanya memiliki satu tugas, memberi dan memberi, entah ia dicaci, dilupakan atau dibenci. Saya melongo mendengar Gur Pan berkata seperti senjata AK melesatkan peluru tanpa jeda. "Gur,,kalau lewat jalan sunyi gak boleh punya materi yang banyak dong". Siapa bilang, justru kamu harus punya sebanyak-banyaknya. "Hah,,,maksudnya gimana Gur sama saja memelihara ego dong" Tidak selama itu di niatkan hanya untuk kearifan kehidupan. "Gak ngerti Gur Pan".

Kamu diberi indera, otak, tangan, kaki oleh Tuhan gunanya untuk berkarya, pakai untuk mencari rizki sebanyak-banyaknya, pakai untuk kebutuhan diri kamu, setelah itu sisanya digunakan untuk kebaikan sesama. " Saya takut terjebak dengan serakah Gur". Itulah sebabnya latihan nyepi dulu di Mall. "Ohhhhh" Saat kamu bisa mengendalikan indera dan keinginan, sedikit dan sebanyak apapun yang kamu punya, akan terasa cukup. "Jadi ini jalan sunyi Gur?". Ini baru gerbangnya saja. Jalan sunyi, jalan keramaian, hidup di dunia yang sama, hanya kendaraannya beda, yang satu bernama cinta, yang satu kasih sayang. "Ahhh ini kan hanya masalah persepsi Gur?". Bukan broken wing,,,lebih dari itu, ini jalan yang berbeda dan nyata meskipun dunianya sama. Kelak kamu akan tahu bedanya dengan berjalannya waktu dan kearifan dalam dirimu. Berlatihlah terus, karena saat guncangan hidup menerpa dirimu, jalan sunyi akan menolongmu. "Iya Gur,,,makan jika lapar, minum jika haus, tidur jika mengantuk,,hehehe". Ada lagi yang kamu tanyakan wing,,,?. "Gur yang namanya jalan kan ada ujungnya, dimana ujung jalan keramaian, dimana ujung jalan sunyi?" Ahhhh itu seh gampang, nanya yang begituan gak mutu. "Ini nanya serius Gur,,"saya setengah menggerutu. Kamu pengen tau jawabannya? Ada di toilet Mall tempat kamu nyepi itu, kata Gur Pan ngakak. "Hah,,mana bisa gitu?" Aku serius dengan jawaban itu geblekkkk."Maksudnya?saya jadi bingung". Pikir aja sendiri, kata Gur Pan sambil ketawa-tawa. Sialannn

Gur Pan


Agak susah mengatakan sebenarnya saat ditanya : apa tujuan hidup kita, atau prioritas hidup kita sekarang apa. Ini sama saja seperti orang buta ditanya bentuk gajah. Jujur malas saat ditanya demikian oleh orang sekitar. Namun saat sahabat saya yang lama tak pernah ketemu, tiba-tiba di sebuah terminal waktu bisa saya temui tentu saja menyambutnya seperti orang hilang yang kembali. Namun entah kenapa pertemuan yang seharusnya gembira, ini malah menyisakan kepedihan. Rasanya sesak dada ini kala mendengar cerita yang buat saya tidak masuk akal karena cara bertuturnya inkonsisten, seperti menggambarkan ada beban terlampau berat, ada kemarahan terpendam yang tak terelakkan, pahatan hidup seperti membuatnya berlari dari sana ke sono (kadang saya menyebutnya mensana in corpore sano).

Hidup ini, entah baik atau buruk sebenarnya hanya masalah persepsi dan subyektif. Semula saya berpikir teman saya yang bernama Sugito setelah lepas dari bangku kuliah akan memiliki karir dan hidup yang cerah. Bagaimana tidak, Gito demikian selalu saya panggil, memiliki parameter bekal hidup yang cukup untuk mengarungi rimba belantara bernama Universitas Kehidupan(UK). Berlatar belakang dari keluarga berkecukupan, ternyata belum cukup buat dia untuk memetakan dirinya dalam khazanah UK. Namun entah kenapa, dan apa yang terjadi saya juga tak begitu paham, hari ini dia hadir di depan mata saya dengan wajah muram (ini persepsi yang saya tangkap).

Prioritas hidup, mengenal makna hidup, kemana akan berjalan, adalah hal yang selalu disebut-sebut guru kehidupan saya. Beliau bilang prioritas hidup ini hanya ada dua, berjalan menuju kesunyian atau keramaian. Jika engkau berjalan dalam keramaian, ukurannya adalah dikotomi, ego, kecantikan ragawi. Dirimu akan bertemu dengan hal diatas, kata guru. Kalau engkau berjalan disana, hukum yang harus siap kamu patuhi adalah "mengikat". Maksudnya ? jika kamu memiliki siaplah untuk kehilangan, ingin dicintai bersiaplah untuk dikhianati, ingin kenikmatan raga bersiaplah menerima kesakitan. Saya bingung mendengarnya karena bukankah kehidupan memang demikian." Bisa dijelaskan dengan contoh sederhana Gur Pan?"saya selalu menyebut Guru Kehidupan saya dengan Gur Pan. "Broken Wing (ahhh selalu beliau menyebut saya begitu), kalau engkau memiliki istri cantik, jangan marah kalau digoda orang, kalau punya suami ganteng, bersiaplah untuk tahu kalau kamu bukan satu-satunya wanita di hatinya".Tapi saya lelaki Gur Pan bukan wanita?contooohhh,,,,," Ohhh,,,,,,.:-)."Gur Pan bilang katanya dasar hidup ini adalah cinta, kenapa harus ada kehilangan dan pengkhianatan?"Cinta sebagaimana kamu tahu adalah cahaya, menuntun jalan, ibarat senter, ia akan menyelamatkan kalau buat menerangi. Gak ngerti Gur,,,,Kalau kamu berjalan di dalam gelap, dan senter yang kamu miliki menerangi wajah kamu yang bopeng dan jellek, seyakinnya kamu pasti tersandung, coba arahkan senter itu ke depan,,,"ohhhhhh iya ". "Cinta itu untuk menuntun jalan hidup, bukan dipahami untuk enaknya sendiri". Gur,,,saya ini gak ngerti-ngerti mungkin diri ini masih kotor sehingga cahaya yang guru sampaikan sulit dicerna, ibarat cermin, terlalu banyak debu. "winggg,,,tidak ada air kotor, yang ada air bersih yang terkotori, seburuk apapun diri ini sejatinya adalah suci" Hahhh,,,!!! "kenapa kamu heran ya wing aku ngomong ini", beliau tersenyum." Ini perkataan guru sendiri?" iya kenapa? bukannya itu yang dikatakan emha? "kan aku baca buku kamu broken wing hehehehe,,,,"

Sugito (maaf terpaksa saya sebut namamu), beberapa hari ini saya mencoba mempersepsikan dan menganalisa dimana kepedihan yang dibawa setelah sekian lama tidak bersua dan hanya berjalan dalam benak belaka. Karena seperti yang lalu-lalu setiap saya coba untuk memetakan dirinya, tiba-tiba menghilang, seolah meninggalkan kesedihannya untuk saya panggul sebelum sempat bertanya akan kemana . Baru kali ini saya menyebut nama, biasanya hanya sahabat, kenapa? jujur saat saya terombang ambing dengan gamang dan bimbang, si Gito ini yang mempertemukan dengan Gur Pan, saat itu saya sempat mengira dia pendar cahayaNya, sehingga saya berjanji akan mengikuti kemana dia pergi. Namun saat dia menghilang Gur Pan hanya tersenyum, dan baru kali ini saya sadar hidup apa yang jadi pilihannya, itupun Gur Pan yang bilang. Tapi dengan kecerdasan yang dimilikinya saya ragu, atau jangan-jangan sebenarnya dia malaikat yang menyamar,,,ughh,,,

Jumat, 17 Februari 2012

Let it flow,,,(titik nol)


Tanpa disadari, kehidupan keseharian yang dijalani selalu bergerak dan berpindah tempat dari satu titik ke titik yang lain. Persis seperti simpul waktu yang berjalan dari terminal waktu menuju yang lain, mengharuskan saya senantiasa untuk selalu aware. Kebetulan, definisi kantor dalam pemikiran bukanlah sebuah tempat, gedung, atau ruangan ukuran tertentu dengan meja dan komputer didepannya beserta asesoris yang melengkapinya sehingga menjadi sebuah kotak kecil yang nyaman untuk ditinggali sepanjang hari. Paling merasa tidak nyaman kalau diharuskan berada disana, sebuah tempat yang dibatasi partisi dari kaca seperti akuarium dengan saya sebagai ikannya.

Kantor buat saya ada di benak, atau sebuah kabin kecil yang selalu mobile sehingga orang Malang menyebutnya "libom". Tempat yang ideal untuk munculnya semua ide, dan seringnya begitu. Karena selalu bergerak itulah mungkin agak sedikit aneh kalau kurang suka dengan kemapanan dan stagnant, rasanya seperti bukan habitat saya. Jalanan selalu saja menyediakan sumber berlimpah untuk menjadi inspirasi, seperti sebuah potret besar yang alami bernama kehidupan manusia dengan segala aroma, karakter, tawa, tangis dari bahagia sampai tragis, semua bisa ditemui disana. Entah kebetulan atau tidak itu mengasah empati untuk melihat semua persoalan dengan cara yang paling tradisional : let it flow. Buat saya itu jalan yang anggun dan mengagumkan seolah alam membimbing kalau semua masalah akan selalu ada muaranya, maka biarkan itu mengalir.

Bukanlah sebuah keanehan, kalau sebuah stasiun radio yang selalu mengabarkan kondisi lalin di Surabaya yang makin macet dari hari ke hari , memiliki acara bernama Titik Nol, disiarkan saat pergantian hari menjelang maghrib, isinya tentang anjuran, introspeksi, definisi sukses yang muaranya adalah makna hidup. Itu diucapkan oleh beberapa pengusaha terkenal, kalau dilihat dari redaksi kata-katanya paham sekali dengan asam garam kehidupan. Titik Nol seperti hulu sekaligus muara dan oase untuk menoleh ke belakang, apa saja yang telah kita lakukan hari ini untuk kehidupan. Apakah kebaikan, keburukan, membesarkan ego kita yang tak ada habisnya, atau memberi waktu untuk lebih bermakna bagi diri dan orang sekitarnya.

Kantor bergerak menjadi rumah kedua sehingga saat diri ini menjadi sasaran tembak dan difetakompli sampai menjadi toksik, saya akan menawarkannya dengan masuk kabin "libom" membiarkannya bergerak mengalir tanpa rencana sembari mengamati dari dalam bagaimana lalu lalang orang dijalanan manapaki hidup. Sehingga pada saat tertentu saya mencoba mencari dimana titik nol berada sekedar intro bagaimana kehidupan bisa memuliakan hanya dengan mencoba mengalir dan ikhlas.

Kamis, 09 Februari 2012

Suatu hari di"sini"


Suatu kebetulan atau tidak, selalu saja bertemu dengan sebuah komunitas yang melawan arus mainstream. Tiba-tiba mendapati diri ini terlarut disana, bukan hal yang menyesakkan, buat saya malah menyegarkan. Bertemu dengan orang sempalan, begitu saya sering menyebut komunitas ini, karena pemikirannya aneh menurut sebagian banyak orang, mampu mengobrak-abrik bingkai pemikiran yang terlanjur lama menjadi patron. Sehingga dalam ranah orang kebanyakan disebut aneh. Namun begitu masuk kedalam, ke-anehan itu sirna menjadi semacam pencerahan buat pemikiran saya yang kolot.

Bayangkan, kumpulan yang tidak sengaja terbentuk hanya karena mereka memiliki permasalahan yang sama akhirnya menjadi arena diskusi yang cukup mengasyikkan. Pengikutnya? sebut saja mantan Gambler, yang mencoba melihat kekayaan dari perhitungan statistik dan pola acak sehingga bisa mengambil kesimpulan bagaimana bisa kaya hanya dengan probabilitas 49%. Ada seorang mantan dosen dengan studi psikologi namun kesasar menjadi pengusaha, sehingga setiap pencapaian dan progress selalu ditilik dari psikologi manusia. Ada seorang pragmatis, hanya karena SD tidak lulus namun bisa memaparkan analisa SWOT untuk memetakan bagaimana pertumbuhan dicapai dengan maksimal. Ada mantan crosser yang bisa menganalisa setiap parameter secara detail dan bisa mem-proyeksikan pertumbuhan hanya dengan sekali "klik". Lantas apa anehnya? bukan saja karena latar belakangnya beragam, namun mereka "jernih" melihat sebuah persoalan. Misal, mereka selalu menyikapi setiap kegagalan dengan tawa lebar, dan setiap keberhasilan dengan wajah tawar. Atau lain waktu berdebat habis-habisan hanya karena pengandaian: andai matahari bisa di setting panas yang diperlukan niscaya mereka bisa mempercepat proses evolusi.

Bukan itu saja yang membuat saya kesengsem, namun cara mereka memandang kehidupan membuat saya jatuh cinta dengan komunitas ini. Tanpa memandang kepercayaan dan agama yang mereka anut, satu hal, kehidupan ini hanya untuk memberi dan memberi. Sehingga peran apapun yang diberikan oleh Tuhan saat ini, buat mereka hanya untuk mengabdi pada kehidupan sedangkan materi, kekayaan yang dimiliki hanya sebuah kendaraan untuk mendekat padaNya. Saya takjub, karena di jaman yang makin materialistis sekarang ini, mereka yang saya kenal ada di puncak kehidupan memiliki kesadaran berbeda dengan kebanyakan. Kerja keras mencapai sukses buat mereka hanya penghayatan sebuah peran, tidak selalu dipedulikan hasil akhirnya, karena menurut mereka, sukses bukanlah sebuah pencapaian melainkan sebuah perjalanan, dan itu telah di setting semenjak awal. saya bingung mendengarnya.

Wing,,,begitu mereka berkata, hidup kamu hari ini, esok atau kemarin ibarat sebuah alur film, amat tergantung dengan skenario yang kamu buat. Mau happy ending, sad ending itu telah diketahui sejak awal, kamu tinggal melakoninya. Kalau hidup ini ingin berakhir bahagia, sejak awal skenarionya dibuat bahagia, demikian sebaliknya. Begitu selesai dibuat, lakoni skenario itu dengan penghayatan dan improvisasi, jalan apapun yang dilalui, sedih, senang hanya fragment dari grand skenario yang kamu buat. Bukankah keindahan seni hidup ada disana, artis kehidupan yang hebat tahu itu, makanya jangan cengeng dan kekanak-kanakan. Jalani saja dengan penghayatan, saat kamu menangis-menangislah, tertawa-tertawalah, jangan berlebihan saat dipuncak dan di bawah, tetaplah anggun dan santun menghadapi itu, karena dimata kehidupan dirimu akan terlihat menawan.

Ya,,ya,,ya,,bicara masalah maqom, saya tahu mereka ada dimana, dan sebagaimana artis kehidupan yang memiliki sebutan, mereka memberi nama buat saya: sayap patah, broken wings, dan saya merasa terhormat dengan sebutan itu.

Selasa, 07 Februari 2012

Gambar apapun adanya

Februari dan Maret selalu saja menjadi istimewa buat saya karena terlampau banyak kenangan indah disana. Sebetulnya bukan tipe saya untuk selalu mengingat masa lalu, namun khusus untuk yang satu hal ini saya tidak bisa menafikannya. Ia telah menjelma menjadi semacam DNA dalam dri ini, sebaik dan seburuk apapun, tetap saja ia menjadi bagian cantik dalam kehidupan ini. Entah apa ada hubungannya, saya temukan penggalan kalimat dari Gibran : Kecantikan adalah kehidupan yang wajah sucinya tersingkap.

Gambar apapun adanya

mampu bicara lebih dari seribu kata

sebab ia hanya pendar masa lalu

tertangkap dalam garis ruang dan waktu

hadirkan semua rasa suka,tawa, tangis dan lara

Gambar apapun adanya

mampubicara lebih dari seribu kata

karena ia telah menerangi hati

dan mengendapkan laku dalam jejak introspeksi

biar ia manjadi saksi atas semua peristiwa

dan mengendapkan, menawarkan

semua tawa dan duka yang berlebih

menghisapnya dalamkeheningan

sampai tiba di gerbang kesejatian

Gambar apapun adanya

memang mampu bicara dari seribu kata

*when i miss you, i always see your picture





Rabu, 01 Februari 2012

corner of time


Saya menemukan lembaran fotocopy lusuh itu di tumpukan kertas lama yang tak terpakai di gudang kantor, isinya tentang "ilmu menjual", sebuah tulisan yang dibuat oleh Kafi Kurnia. Cerita seorang supervisor yang memarahi anak muda baru diterima di sebuah departement store karena "hanya" berhasil melakukan 2 penjualan hari itu, sedang yang lain bisa 8-10 penjualan. Saat ditanya nilai penjualan yang mencapai 300 ribu dolar si supervisor kaget dan penasaran apa yang dijualnya. Anak muda itu bilang kalau awalnya seorang bapak hanya mencari mata kail pancing dan dia berusaha melayani dengan baik. Entah bagaimana anak muda itu akhirnya berhasil "membujuk" bapak itu untuk membeli peralatan memancing lengkap dengan kapal pemancing dan jeep penariknya sehingga sang bapak setuju dengan nilai transaksi diatas. Lemaslah si supervisor itu karena belum pernah menemui anak muda sehebat ini. Sang supervisor lebih lemas lagi mendengar cerita penutup anak muda itu, kalau bapak itu awalnya hanya disuruh istrinya untuk membeli pembalut wanita.
Di akhir tulisan, Kafi Kurnia bilang, menjual bukanlah pekerjaan sulit, namun tak banyak orang yang menyukai pekerjaan menjual. Namun harus diingat, menjual adalah keahlian hidup yang harus dimahiri oleh setiap orang, sebab dalam hidup ini hanya ada 2 pekerjaan : Menjual dan Membeli, selebihnya tidak ada lagi.

Hari ini, ribuan anak muda baik level SMU, sarjana masuk ke dunia kerja, universitas kehidupan dengan segepok harapan dan cita-cita mencapai kehidupan yang baik. Tak ada yang salah dengan harapan itu. Namun hanya sedikit yang akhirnya mencapai "puncak", bahkan menurut survey hanya dibawah 10%. Apa yang salah? mereka memiliki potensi yang tak bisa diabaikan, namun terkapar dan tercecer di perjalanan kehidupan. Bukan berarti mereka miskin secara materi, bahkan banyak diantara mereka berkecukupan, namun "kering" sehingga apa yang mereka dapat hanya menjadi beban hidup.

Lantas apa hubungannya dengan tulisan diatas? ini hanya sebuah ilustrasi betapa untuk mencapai puncak kehidupan disadari atau tidak dilakukan dengan cara "menjual diri". Ada yang lewat jalur sekolah untuk menaikkan harga jual, ada yang meng-upgrade kemampuannya dengan tujuan yang sama. Cukup? logikanya iya,,,namun faktanya tidak. jaman yang serba instan sekarang ini membuat mereka menjadi tidak sabar untuk meraih semuanya. Instan minded seperti telah menjadi DNA dalam diri sehingga dalam urusan sehari-hari tidak hanya mie instan, kerjaan pun pengen keburu ada di puncak, jodoh pengen instan, terus bahagia. Kehidupan sebagaimana bertutur lebih menyukai keanggunan, lebih menyukai penjual yang santun dan sabar, sebab dimata kehidupan orang seperti ini terlihat seksi. Jadi ilmu menjual dalam kehidupan tidak saja bertumpu pada memiliki ketrampilan hidup, namun bagaimana bertransaksi dengan hidup secara santun dan anggun.

Sudah cukup? hmm,,,ada yang hilang pada mereka; bagaimana mencintai kehidupan ini termasuk mencintai hidup dengan penuh syukur. Gampang diucapkan namun sulit dilaksanakan, apalagi dengan energi yang berkobar. Jadi tidak heran saat melihat kebingungan dan gamang karena menterjemahkan cinta pada kehidupan dengan cara yang salah. Lantas yang benar seperti apa? Saya ingat penggalan kalimat dari Gibran : "bagaimana mungkin kita mencapai keindahan bila cara-cara kita tidak indah"