Rabu, 22 Februari 2012

Gur Pan


Agak susah mengatakan sebenarnya saat ditanya : apa tujuan hidup kita, atau prioritas hidup kita sekarang apa. Ini sama saja seperti orang buta ditanya bentuk gajah. Jujur malas saat ditanya demikian oleh orang sekitar. Namun saat sahabat saya yang lama tak pernah ketemu, tiba-tiba di sebuah terminal waktu bisa saya temui tentu saja menyambutnya seperti orang hilang yang kembali. Namun entah kenapa pertemuan yang seharusnya gembira, ini malah menyisakan kepedihan. Rasanya sesak dada ini kala mendengar cerita yang buat saya tidak masuk akal karena cara bertuturnya inkonsisten, seperti menggambarkan ada beban terlampau berat, ada kemarahan terpendam yang tak terelakkan, pahatan hidup seperti membuatnya berlari dari sana ke sono (kadang saya menyebutnya mensana in corpore sano).

Hidup ini, entah baik atau buruk sebenarnya hanya masalah persepsi dan subyektif. Semula saya berpikir teman saya yang bernama Sugito setelah lepas dari bangku kuliah akan memiliki karir dan hidup yang cerah. Bagaimana tidak, Gito demikian selalu saya panggil, memiliki parameter bekal hidup yang cukup untuk mengarungi rimba belantara bernama Universitas Kehidupan(UK). Berlatar belakang dari keluarga berkecukupan, ternyata belum cukup buat dia untuk memetakan dirinya dalam khazanah UK. Namun entah kenapa, dan apa yang terjadi saya juga tak begitu paham, hari ini dia hadir di depan mata saya dengan wajah muram (ini persepsi yang saya tangkap).

Prioritas hidup, mengenal makna hidup, kemana akan berjalan, adalah hal yang selalu disebut-sebut guru kehidupan saya. Beliau bilang prioritas hidup ini hanya ada dua, berjalan menuju kesunyian atau keramaian. Jika engkau berjalan dalam keramaian, ukurannya adalah dikotomi, ego, kecantikan ragawi. Dirimu akan bertemu dengan hal diatas, kata guru. Kalau engkau berjalan disana, hukum yang harus siap kamu patuhi adalah "mengikat". Maksudnya ? jika kamu memiliki siaplah untuk kehilangan, ingin dicintai bersiaplah untuk dikhianati, ingin kenikmatan raga bersiaplah menerima kesakitan. Saya bingung mendengarnya karena bukankah kehidupan memang demikian." Bisa dijelaskan dengan contoh sederhana Gur Pan?"saya selalu menyebut Guru Kehidupan saya dengan Gur Pan. "Broken Wing (ahhh selalu beliau menyebut saya begitu), kalau engkau memiliki istri cantik, jangan marah kalau digoda orang, kalau punya suami ganteng, bersiaplah untuk tahu kalau kamu bukan satu-satunya wanita di hatinya".Tapi saya lelaki Gur Pan bukan wanita?contooohhh,,,,," Ohhh,,,,,,.:-)."Gur Pan bilang katanya dasar hidup ini adalah cinta, kenapa harus ada kehilangan dan pengkhianatan?"Cinta sebagaimana kamu tahu adalah cahaya, menuntun jalan, ibarat senter, ia akan menyelamatkan kalau buat menerangi. Gak ngerti Gur,,,,Kalau kamu berjalan di dalam gelap, dan senter yang kamu miliki menerangi wajah kamu yang bopeng dan jellek, seyakinnya kamu pasti tersandung, coba arahkan senter itu ke depan,,,"ohhhhhh iya ". "Cinta itu untuk menuntun jalan hidup, bukan dipahami untuk enaknya sendiri". Gur,,,saya ini gak ngerti-ngerti mungkin diri ini masih kotor sehingga cahaya yang guru sampaikan sulit dicerna, ibarat cermin, terlalu banyak debu. "winggg,,,tidak ada air kotor, yang ada air bersih yang terkotori, seburuk apapun diri ini sejatinya adalah suci" Hahhh,,,!!! "kenapa kamu heran ya wing aku ngomong ini", beliau tersenyum." Ini perkataan guru sendiri?" iya kenapa? bukannya itu yang dikatakan emha? "kan aku baca buku kamu broken wing hehehehe,,,,"

Sugito (maaf terpaksa saya sebut namamu), beberapa hari ini saya mencoba mempersepsikan dan menganalisa dimana kepedihan yang dibawa setelah sekian lama tidak bersua dan hanya berjalan dalam benak belaka. Karena seperti yang lalu-lalu setiap saya coba untuk memetakan dirinya, tiba-tiba menghilang, seolah meninggalkan kesedihannya untuk saya panggul sebelum sempat bertanya akan kemana . Baru kali ini saya menyebut nama, biasanya hanya sahabat, kenapa? jujur saat saya terombang ambing dengan gamang dan bimbang, si Gito ini yang mempertemukan dengan Gur Pan, saat itu saya sempat mengira dia pendar cahayaNya, sehingga saya berjanji akan mengikuti kemana dia pergi. Namun saat dia menghilang Gur Pan hanya tersenyum, dan baru kali ini saya sadar hidup apa yang jadi pilihannya, itupun Gur Pan yang bilang. Tapi dengan kecerdasan yang dimilikinya saya ragu, atau jangan-jangan sebenarnya dia malaikat yang menyamar,,,ughh,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar