Rabu, 01 Februari 2012

corner of time


Saya menemukan lembaran fotocopy lusuh itu di tumpukan kertas lama yang tak terpakai di gudang kantor, isinya tentang "ilmu menjual", sebuah tulisan yang dibuat oleh Kafi Kurnia. Cerita seorang supervisor yang memarahi anak muda baru diterima di sebuah departement store karena "hanya" berhasil melakukan 2 penjualan hari itu, sedang yang lain bisa 8-10 penjualan. Saat ditanya nilai penjualan yang mencapai 300 ribu dolar si supervisor kaget dan penasaran apa yang dijualnya. Anak muda itu bilang kalau awalnya seorang bapak hanya mencari mata kail pancing dan dia berusaha melayani dengan baik. Entah bagaimana anak muda itu akhirnya berhasil "membujuk" bapak itu untuk membeli peralatan memancing lengkap dengan kapal pemancing dan jeep penariknya sehingga sang bapak setuju dengan nilai transaksi diatas. Lemaslah si supervisor itu karena belum pernah menemui anak muda sehebat ini. Sang supervisor lebih lemas lagi mendengar cerita penutup anak muda itu, kalau bapak itu awalnya hanya disuruh istrinya untuk membeli pembalut wanita.
Di akhir tulisan, Kafi Kurnia bilang, menjual bukanlah pekerjaan sulit, namun tak banyak orang yang menyukai pekerjaan menjual. Namun harus diingat, menjual adalah keahlian hidup yang harus dimahiri oleh setiap orang, sebab dalam hidup ini hanya ada 2 pekerjaan : Menjual dan Membeli, selebihnya tidak ada lagi.

Hari ini, ribuan anak muda baik level SMU, sarjana masuk ke dunia kerja, universitas kehidupan dengan segepok harapan dan cita-cita mencapai kehidupan yang baik. Tak ada yang salah dengan harapan itu. Namun hanya sedikit yang akhirnya mencapai "puncak", bahkan menurut survey hanya dibawah 10%. Apa yang salah? mereka memiliki potensi yang tak bisa diabaikan, namun terkapar dan tercecer di perjalanan kehidupan. Bukan berarti mereka miskin secara materi, bahkan banyak diantara mereka berkecukupan, namun "kering" sehingga apa yang mereka dapat hanya menjadi beban hidup.

Lantas apa hubungannya dengan tulisan diatas? ini hanya sebuah ilustrasi betapa untuk mencapai puncak kehidupan disadari atau tidak dilakukan dengan cara "menjual diri". Ada yang lewat jalur sekolah untuk menaikkan harga jual, ada yang meng-upgrade kemampuannya dengan tujuan yang sama. Cukup? logikanya iya,,,namun faktanya tidak. jaman yang serba instan sekarang ini membuat mereka menjadi tidak sabar untuk meraih semuanya. Instan minded seperti telah menjadi DNA dalam diri sehingga dalam urusan sehari-hari tidak hanya mie instan, kerjaan pun pengen keburu ada di puncak, jodoh pengen instan, terus bahagia. Kehidupan sebagaimana bertutur lebih menyukai keanggunan, lebih menyukai penjual yang santun dan sabar, sebab dimata kehidupan orang seperti ini terlihat seksi. Jadi ilmu menjual dalam kehidupan tidak saja bertumpu pada memiliki ketrampilan hidup, namun bagaimana bertransaksi dengan hidup secara santun dan anggun.

Sudah cukup? hmm,,,ada yang hilang pada mereka; bagaimana mencintai kehidupan ini termasuk mencintai hidup dengan penuh syukur. Gampang diucapkan namun sulit dilaksanakan, apalagi dengan energi yang berkobar. Jadi tidak heran saat melihat kebingungan dan gamang karena menterjemahkan cinta pada kehidupan dengan cara yang salah. Lantas yang benar seperti apa? Saya ingat penggalan kalimat dari Gibran : "bagaimana mungkin kita mencapai keindahan bila cara-cara kita tidak indah"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar