Sabtu, 12 November 2011

sekantung tahi sapi


Judul itu saya kutip dari sebuah tulisan Gede Prama, entah kenapa judul itu membuat takjub, bercerita tentang kondisi kita saat dihadapkan pada sesuatu yang kurang menyenangkan. Dikisahkan seandainya saat pagi membuka pintu untuk menghirup udara segar ternyata ada sekantung tahi sapi yang masih hangat beraroma "segar" reaksi kita akan menentukan, marah sambil menghitung siapa musuh kita yang berani membuka front sehingga kita akan berfikir untuk membuat perhitungan dengannya. Atau sebaliknya kita malah tersenyum karena merasa "beruntung" mendapat kiriman pupuk buat tanaman yang lama tak terawat.

Kisah ini buat saya begitu inspiratif, bagaimana kekuatan berfikir positif saat "wajah" kita ditampar oleh "tahi sapi",tergantung pikiran kita apakah itu sebuah aib, atau sebuah peluang. Kekecewaan, pengkhianatan terhadap komitmen, ditelikung teman, dibenci, sampai dicaci dari belakang adalah bentuk-bentuk "tahi sapi" dalam keseharian. Namun sebagaimana tahi sapi yang sebenarnya, ia bisa saja membuat diri ini begitu banyak menguras tabungan air mata kita, atau malah sebaliknya bisa menjadi pupuk jiwa untuk menumbuhkan diri ini menuju pendar cahaya.

Saya percaya, jiwa ini dipupuk bukan oleh kesenangan, tapi oleh kesedihan karena menerima ketidak nyamanan apapun bentuknya. Sebagaimana fungsi pupuk dalam tanaman yang akan membuat subur dan rindang, begitu pula jiwa ini akan menjadi rindang dengan kearifan, menjadi lebih muda meski badan termakan usia. Saya memang belum bisa sempurna saat menerima "sekantung tahi sapi", namun saya lagi belajar kesana, menerima semua kesedihan dan kesenangan dalam takaran yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar