Kamis, 24 November 2011

pintu rumahNya


Saya tidak bisa menggambarkan bagaimana sahabat saya ini, dikatakan aneh sebenarnya normal, namun tidak sepenuhnya juga. Punya kebiasaan aneh selalu mengikuti dan mengomentari apa yang saya pakai, ucap, seolah menjadi bayangan saya. Selalu menyebut diri sendiri dengan kata "kita" bukan saya, dan yang lebih menjengkelkan selalu memanggil saya dengan boss tanpa pernah menyebut nama saya. Orang jawa tapi bergaya logat betawi kalau diajak ngomong siapapun. Kadang saya menakar dari sisi kapasitas intelektual dan pemikiran sebenarnya diatas rata-rata, dan melampaui jamannya, dugaan saya. Siang itu "apes" ketemu dia dirumah sahabat saya yang baru saja pulang haji.

"Boss lama ga ketemu, ente keliatan makin makmur aje, bagi dong resepnya sama kita"katanya dengan logat betawi medok jawa sambil menyeret saya duduk di gazebo halaman rumah. "Kita kemarin keliling ziarah haji ke temen-temen" terus dapat apa tanya saya."Kita malah jadi sedih boss, masa setiap mo pulang selalu didoakan semoga kita secepatnya diundang menjadi tamu Allah " apa salahnya, kan doa itu bagus buat ente."bukannya ga mau berkunjung ke rumah Allah, pengen seh kesana, hanya masalahnya dari dulu kita nunggu undangan itu kaga nyampe-nyampe" Saya tergelak, mungkin alamat yang ente kasih salah kali."Iya juga ya,,,atau emang tu undangan belum waktunya dikasih buat kita,,,kita lum bersih bener, shalat juga masih bolong-bolong, puasa juga hanya sekedar nahan laper ma dahaga doang".Nyindir lu?. "Kaga,,mang kita lum pantas diundang jadi tamu Allah kali ye boss" Trus dapat apa lagi setelah ziarah haji selain doa? "Ini yang kita paling sedih" Hah apa lagi? " Huss jangan keras-keras boss, pelan aja ngomongnya" katanya sambil menjauh dari tamu-tamu yang mulai banyak.

Apa? ente mo cerita apa serius bener?" Boss yang namanya rumah Allah, kita selalu bayangin pasti, damai, hening, sunyi, sejuk seperti ada angin mengalir antara telaga dan sawah: Mana ada di Arab sana sawah, pasir banyak. "oh,,iya yaa,,,maksudnya ada semacam keheningan menurut pemikiran kita" Terus ente dapet cerita apa kemaren."Semuanya sama ceritanye, mereka bilang selama di tanah suci dapet berkah dilancarkan rukun haji, penginapan deket sama masjidil Haram, ada yang nolong waktu berdesakan nyium hajar aswad padahal tuh katanya yang coba deketin tempat itu ampe ribuan. Terus mereka bilang fasilitas hotel juga lumayan mulai dari makanan dan minuman melimpah, minum air zam zam sepuasnya" Lah,,kan bagus tuh kalo mereka lancar berarti hajinya mabrur. "Bukan gitu boss, gambaran rumah Allah yang mereka bilang jauh dari gambaran kita"Maksudnya? "Rumah Allah rasanya seperti gempita, hiruk pikuk dan ramai" Ya iyalah namanya yang berhaji ada 2 juta orang dari seluruh dunia ngumpul disana kaga boleh rame gimana seh. " Maksudnya napa yang diceritain ke kita hanya situasi lahir bukan situasi batin, menurut kita neh boss kaga nampak sengatan spiritualnye" Ahhh,,,sok tahu lu pake istilah sengatan spiritual segala, mana bisa situasi batin diceritakan ma kamu yang sok tau itu. "Kaga diceritain juga kita uda tauu boss, auranya kan bisa ditangkap hehehe,,,kalo caranya gitu kita ragu kalo diundang jadi tamu Allah, kaga kesana juga ga apa-apa" Huss,,,omongan kamu bisa dikategorikan subversib dimata Tuhan. Dia hanya terkekeh

Saya termangu dengan omongan dia, karena ada benarnya juga. Cerita tentang orang pulang haji selalu terpusat pada diri, ego lahir, sehingga sahabat saya tidak melihat ada sengatan spiritual disana. Gambaran dia tentang rumah Allah sebenarnya menggambarkan situasi batinnya ketika berhubungan dengan rumahNya. Wajar dia kecewa, masygul saat cerita tentang rumahNya tak seperti bayangannya. Saya jadi ingat potongan puisi Rumi : "Bertahun tahun kuketuk pintu rumahMu, lama tak terbuka, setelah terbuka baru sadar, ternyata aku mengetuknya dari dalam".
Hmm,,,menurut saya, sahabat saya tadi sebenarnya sudah didalam, jujur saya iri dengan dia,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar