Kamis, 24 November 2011

Rinai


Entah kenapa beberapa minggu ini saya dihadapkan pada suatu hal yang menakjubkan. Saya bertemu dengan dua sahabat dengan kondisi yang menurut saya kontras tapi mempunyai tujuan sama, menoreh kehidupan yang indah. Dimulai dengan seorang sahabat yang berangkat dari kondisi jauh dari berkecukupan, berjuang untuk mengangkat pondasi ekonomi keluarga sehingga pekerjaan apapun dilakukan hanya buat membantu ibu dan adiknya, belum lagi biaya yang besar untuk kuliah membuat seluruh waktunya terlalu berharga hanya untuk sekedar berleha-leha. Tujuan hidupnya saat ini hanya difokuskan agar keluarganya bisa lancar,,,makan untuk hari ini. Baginya setiap detik, jam dan hari berisi keikhlasan teramat luar biasa, tapi rasa optimismenya teramat besar karena ia yakin :,,,wing Gusti Allah ora sare,,,saya terharu dengan ucapan itu, ucapan yang terlontar dari mulut yang telah banyak merasakan kehidupan. Saya kagum dengan sahabat saya ini, dan punya keyakinan apa yang di angankannya pasti tercapai.

Sahabat saya yang satunya sedikit berbeda, lahir dari keluarga berkecukupan, apapun kehidupannya dilalui lempeng-lempeng saja. Hidup pas-pasan,,artinya pas ingin ini dan itu tersedia. Jadwal liburan sudah terschedul setahun sebelumnya. Bawaannya dandy, selalu mengikuti trend dengan tongkrongan mobil dan gadget terbaru. Meskipun begitu sahabat saya ini terlalu baik bahkan, dia bilang ini fasilitas yang diberikan orang tuanya. Hanya saya menangkap sedikit kepedihan disana. Dengan fasilitas lengkap dia kesulitan buat mengidentifikasi dirinya, makna hidup yang teramat pragmatis dan kering, sehingga terlihat gampang emosional. Padahal saya tahu dia teramat cerdas dan multi talenta sehingga buat dia mestinya gampang untuk menoreh kehidupan yang indah.

Ada persamaan diantara mereka, sama-sama berjuang untuk memberi arti dalam kehidupannya sendiri. Yang satu berjuang untuk mengangkat harkat ekonomi keluarga dan bekerja keras sehingga dengan umur masih muda, terlihat aura spiritualnya begitu nyata, karena ia dengan cerdas mengolah bahan baku spiritual disekelilingnya untuk mendorong dirinya ke depan. Yang satu dengan fasilitas dan bahan baku spiritual yang melimpah, kaya, cerdas namun sulit untuk memetakan dirinya dimana dalam kehidupan, sehingga yang terlihat hanya gamang. Yang satu telah menjadi hujan, sahabat saya yang lain masih menjadi awan. Entahlah saya hanya bisa berdoa semoga keduanya segera menemukan dirinya dalam makrokosmos dan mikrokosmos spiritualnya, sehingga apapun anugerah yang diberikan Tuhan digunakan semata-mata hanya untuk pengabdian bukan sekedar ejakulasi ego sesaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar